PERLAWANAN LANJUTANPART 45Reflek aku meraih tangan Pak Maftuh, karena melihat Bu Putri murka, hati ini berdebar tak jelas.Pak Maftuh nampak diam saja, saat aku sentuh tangannya. Matanya masih mengarah ke mereka. Fokus dan tajam."Pak Maftuh, Bu Melisa silahkan masuk!" pinta Bu Putri.Hemm, Bu Putri langsung memanggilku dengan nama samaran. Aku dan Pak Maftuh hampir bersamaan mengangguk.Pak Maftuh melangkah, langsung aku ikuti. Kami berjalan beriringan, seraya ku lepas pelan tautan tangan ini. Karena merasa tak enak sendiri, walau di dalam sini berdegub tak karu-karuan.Pak Revando ikut menoleh ke arah kami. Lebih tepatnya ia memandang ke arah Pak Maftuh. Sorot mata dendam yang aku lihat."Silahkan duduk!" pinta Bu Putri, Pak Maftuh terlihat mengangguk dan aku hanya bisa meneguk ludah dengan hati yang semakin bergemuruh hebat.Sesekali kutekan dada ini. Agar sedikit tenang."Bu Melisa ini, saya yang menariknya ke sini. Ia bukan orang Pak Maftuh," ucap Bu Putri, dengan menatap ke ar
AKAL LICIKPART 46"Kita harus ambil tindakan sesegera mungkin. Saya tak Sudi menggaji seorang pengkhianat seperti Pak Revando!" sungut Bu Putri dengan napas yang naik turun.Aku, Pak Maftuh dan Bi Putri sekarang berada di apartemen milik Bu Putri. Dengan penjagaan ketat dari Polisi.Ya, Bu Putri sudah berani keluar, karena ia sudah memiliki kekuatan lagi. Ia sudah memegang uang sekarang. Karena dalam keadaan seperti ini, uang memang berkuasa.Dulu ia bersembunyi, karena semua di sita oleh Bu Sukma. Termasuk gawai dan semua kartu-kartu nya. Jadi Bu Putri tak bisa bergerak. Bahkan mau menghubungi Pak Maftuh atau Pak Bisri beliau tak bisa. Belum lagi ancaman, mereka akan membunuh papanya.Ya Allah .... astagfirullah ... sesak sekali jika berada di Posisi Bu Putri. Astagfirullah.Sekarang aku baru tahu, betapa berpengaruhnya Bu Putri Marendra. Bahkan ia bisa di bilang memiliki kekuatan dahsyat dalam dunia bisnis.Beliau di segani. Walau darahnya bukan darah dari keluarga Marendra, tapi j
SEBUAH JAWABANPART 47Masih setia menunggu jawaban Bu Putri. Tapi nampaknya yang di tunggu, masih enggan memberikan jawabannya. Terlihat dari ekspresi wajahnya.Aku dan Pak Maftuh saling beradu pandang, kemudian saling menghela napas. Karena Bu Putri nampaknya memang masih berat untuk menjawab dua pertayaan dariku tadi.Entahlah, kalau sang pemberi jawaban tak mau menjawab, aku bisa apa? Secara aku juga tak berani memaksa seorang Bu Putri untuk menjawab pertanyaanku."Maaf, saya mau istirahat dulu. Saya janji pasti akan saya ceritakan, jika keadaan hati saya sudah membaik," ucap Bu Putri akhirnya.Mau tak mau, harus puas dengan jawaban itu. Aku hanya bisa memaksa untuk mengangguk, dengan menahan semua rasa penasaran ini.Kuperhatikan Pak Maftuh, nampaknya ia juga sama keadaannya denganku. Sama-sama menahan rasa penasaran akut ini.Bu Putri terlihat beranjak dari tempatnya. Kemudian berlalu ke kamarnya."Sabar ... sabar ... ini ujian ...." ucapku asal."He'em, memang harus sabar," bal
Siapa Yang Bersama Revando?PART 48Aku mengikuti langkah kaki Pak Maftuh. Entah mau kemana, tapi memang tak mengarah ke rumah yang terlihat kumuh itu."Kita mau kemana?" tanyaku karena napas ini sudah ngos-ngosan."Ikut saja! Kita harus mendapatkan informasi," jawab Pak Maftuh.Kuteguk ludah ini sejenak, sudah terasa kering."Iya, kemana?" tanyaku lagi."Bentar lagi sampai, bersabarlah!" jelasnya."Baiklah!" balasku dengan penuh rasa penasaran. Bagaimana tidak? Rasa penasaran siapa laki-laki bersama Pak Revando itu belum terjawab, kini harus penasaran lagi, kemana kaki akan melangkah.Kami berjalan beriringan, terkadang aku juga ketinggalan."Itu rumahnya," ucap Pak Maftuh seraya menunjuk."Rumah siapa? Kenapa nggak naik mobil saja?" tanyaku double."Kamu nggak lihat, ini jalannya nggak bisa buat lewat mobil?" tanya balik Pak Maftuh. Kuedarkan pandang. Baru menyadari kalau jalannya sempit."Eh, iya juga, ya! Lalu itu rumah siapa?" tanyaku lagi."Rumah Mang Rojak," jawabnya."Dia siap
JAWABAN DARI SUATU TANTANGAN.PART 49"Mang Rojak tadi siapa? Kok nampaknya tahu seluk beluk Pak Revando dan Bapak," tanyaku, kami sudah ada di warung makan. Mengisi perut karena sudah semakin keroncongan."Dia dulu yang menunggu rumah lama Pak Revando," jawab Pak Maftuh singkat.Kutarik tissue dan mengelap bibir yang terasa basah. Sudah selesai makan, pun Pak Maftuh. Ia juga terlihat menarik tissue, melakukan hal yang sama denganku."Owh, pantas, terlihat akrab," ucapku.Pak Maftuh terlihat manggut-manggut. Kemudian menyeruput kopi yang ia pesan. Aku menyedot es teh. Karena bagiku, apapun makanannya minumnya tetaplah es teh. Tak ada yang lain."Iya, jelas kami akrab dengan Mang Rojak, karena saya dulu juga akrab dengan Pak Revando, hampir setiap hari mendatangi rumah lama itu. Jadi sering ketemu dengan Mang Rojak," jelas Pak Maftuh."Apakah Mang Rojak bisa di percaya?" tanyaku memastikan. Pak Maftuh terlihat mengangguk."Saya yakin dengan Mang Rojak. Beliau insyallah setia dengan Pak
PERINTAHPART 50"Siapa?" tanya Bu Putri. Pak Maftuh masih terlihat memikirkan sesuatu. Terlihat dari sorot matanya yang seolah sedang membayangkan sesuatu."Iya, Pak, siapa?" tanyaku lagi, karena aku juga sangat amat penasaran. Siapa orang yang mengirimkan pesan itu."Saya belum bisa menjawab, saya akan pastikan dulu. Yang jelas, yang memberikan tantangan ini, orang baik. Terlihat dari tulisannya, bahwa ia sedang membakar semangat Ibu, bukan?" ucap Pak Maftuh.Emm, iya juga sih, aku pun menilai, kalau yang mengirim kan pesan lewat DM bukanlah orang jahat. Melainkan ingin memberikan semangat, dan membuka jalan pikir, Bu Putri, untuk melawan rasa takut yang membebani selama ini.Bu Putri terlihat mengangguk pelan. Kemudian menghela napasnya panjang."Pak Maftuh benar, karena DM itulah, terbuka jalan pikiran saya, yang selama ini buntu. Kalau dulu saya takut Papa akan di bunuh Tante Sukma, sekarang apa lagi yang akan saya takutkan? Papa sudah tak berada di tangan Tante Sukma," balas Bu
**************INFORMASIBab 51**************"Loh, kita mau kemana?" tanyaku, karena mobil tak melaju ke arah jalanan kantor. Pun juga tak melaju ke arah jalanan rumah lama Pak Revando kemarin. Jadi, cukup membuatku penasaran, mobil ini hendak melaju ke mana."Menemui orang yang menurut saya yang mengirimkan pesan itu," balas Pak Maftuh."Owh ...." lirihku seraya sedikit manggut-manggut. Pak Maftuh terlihat fokus ke jalanan. Pun aku, mata ini juga fokus ke jalanan.Keadaan masih pagi. Tapi, jalanan sudah padat mobil dan motor. Demi mengais rejeki."Emang siapa, sih, yang mengirimkan pesan kepada Bu Putri?" tanyaku. Pak Maftuh terlihat melirikku sebentar."Nanti, Mbak Ratih juga akan tahu," jawab Pak Maftuh, sungguh tak memuaskan hati ini.Kuhela napas panjang. "Susah, ya, nyebutin nama? Aku looo penasaran," tanyaku. Pak Maftuh mengulas senyum tipis."Nggak, sih, tapi biar Mbak Ratih penasaran aja, ha ha ha," jawab Pak Maftuh, membuatku memutarkan bola mata. Agak sedikit kesal menden
KABAR DARI MANG ROJAKPART 52"Di mana Putri tinggal sekarang?" tanya Pak Radit."Di apartemen lama," jawab Pak Maftuh. Pak Radit terlihat mengangguk pelan."Kalau gitu, biar saya saja yang mendatangi Putri. Kasihan anak itu," ucap Pak Radit. Pak Maftuh mengangguk."Iya, itu lebih baik. Bakar terus semangat Bu Putri, agar ia merasa lebih percaya diri!" pinta Pak Maftuh."Pasti! Karena memang itu tujuan saya," balas Pak Radit."Apakah Pak Radit sudah tahu, kalau suaminya Bu Putri memihak pada mereka?" tanya Pak Maftuh."Iya, saya tahu," jawab Pak Radit, seraya mengangguk."Saya tak habis pikir dengan Pak Haikal," balas Pak Maftuh. Pak Radit terlihat mengulas senyum."Saya tak kaget, mendengar Haikal memihak pada Sukma," ucap Pak Radit. Pak Maftuh terlihat melipat kening."Anda tahu sedari awal?" tanya Pak Maftuh. Pak Radit terlihat manggut-manggut. "Ya.""Kok bisa?" tanya Pak Maftuh, seolah penasaran."Karena yang mengenalkan Radit dan Putri secara tak langsung adalah Sukma. Tapi, terl