Share

4. Diperiksa Dokter

Gancet : Kapokmu Kapan, Mas? (4)

"Dek, buruan hapus! Sebelum ada yang lihat!" perintah Bang Robi.

Aku diam tak menanggapi.

"Dek!" Bentakan Bang Robi berhasil membuatku menoleh dan bertanya dengan polos padanya.

"Ada apa, Bang?"

"Buruan hapus foto tadi!"

"Foto yang mana, Bang?"

"Yang kamu kirim ke WAG keluarga Abang."

"Loh, kenapa harus dihapus, Bang? Nanti kalau gak ada yang percaya Abang butuh pertolongan, gimana? Abang tau sendiri, kan, di WAG keluarga Abang gimana peraturannya?"

"Tapi gak foto itu juga, Dek! Buruan hapus!"

Aku menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum menjawab, "Iya, Bang ...."

Bang Robi kayaknya percaya saja dengan semua yang aku katakan. Padahal, aku tidak benar-benar mengirim gambar-gambar itu ke WAG keluarga suamiku.

Aku pasti akan mengirimkannya, tetapi bukan sekarang. Aku punya rencana yang lebih menyenangkan dahulu untuk mereka. Setelah itu, baru kuposting foto-foto gancet Bang Robi dan Miska di status W* suamiku. Biar lebih banyak yang lihat dan cepat viral. Kalau hanya di W*G keluarganya, nanti kurang viral, dong.

"Lebih baik kamu cariin dokter aja, Dek, biar periksa kami dulu." Suara Bang Robi menyadarkanku dari lamunan.

Pas sekali suamiku itu meminta demikian karena aku sedang memikirkan sebuah rencana bagus. Akan kupanggilkan dokter untuk memeriksa keadaan mereka. Semoga dengan begitu semakin membuat mereka panik.

"Oh, ya udah, Bang. Aku keluar dulu kalau gitu. Sekalian mau beli sarapan. Lapar."

"Aku juga lapar, Mbak Ti." Miska mengadu.

"Abang juga, Dek. Belikan makan buat kami juga, ya!"

Enak, ya, minta dibelikan makan.

"Emang kalian mau makan apa?" tanyaku.

"Apa aja, Dek."

"Iya, Mbak, apa aja."

"Oke."

Baru saja aku melangkah sebentar, Bang Robi memanggil.

"Dek."

Terpaksa, aku berbalik.

"Ada apa, Bang?"

"Tolong bantu Abang rubah posisi, Dek. Capek begini terus," pintanya.

Sebenarnya aku enggan membantu. Tetapi, kasihan juga. Bisa mati ketindihan nanti Miska. Aku, kan, belum puas.

Tanpa menjawab, aku langsung berdiri di sisi kiri ranjang. Kudorong dengan sekuat tenaga tubuh Bang Robi hingga posisi tubuh mereka berubah. Kali ini posisinya Miska di atas tubuh Bang Robi.

Lalu, baru saja aku ingin meneruskan langkah, Bang Robi kembali meminta aku merubah posisinya.

"Ganti jadi miring aja, Dek!" katanya.

Jadi, aku kembali mendorong tubuh mereka. Kali ini sengaja kudorong lebih kuat hingga mereka terguling hampir jatuh dari ranjang.

Aku langsung lari keluar kamar begitu berhasil menjalankan misi.

"Mbak, tolong .... Aku hampir jatuh ini," teriak Miska.

Tak kuhiraukan teriakannya. Aku sempat melihat dengan ekor mata, tubuhnya setengah menggantung di tepi ranjang sebelah kiri. Tetapi aku pura-pura tak mengetahuinya. Aku malah menguni pintu kamar itu dari luar.

Aku langsung melancarkan rencana selanjutnya. Kutelepon seorang teman yang kebetulan berprofesi sebagai artis figuran ketika merantau ke Jakarta dulu. Kupinta dirinya membantuku dengan berakting sebagai dokter gadungan untuk datang memeriksa Bang Robi dan Miska.

Kujelaskan semua yang harus dilakukan dan dikatakannya nanti. Dia menyanggupi ketika kujanjikan bayaran fantastis atas jasa itu. Kami akan bertemu setengah jam dari waktu selesai negosiasi.

Sambil menunggunya, aku memilih pergi beli sarapan untukku dan untuk kedua orang yang sedang gancet itu. Aku harus memberi mereka makan. Jangan sampai mereka mati sebelum waktunya karena kelaparan. Belum ikhlas rasanya diriku.

Selepas sarapan, aku kembali dengan sang dokter gadungan. Langsung saja kubawa dokter gadungan sewaanku itu ke dalam kamar tempat Bang Robi dan Miska berada. Temanku itu sempat kaget dan berniat membatalkan rencana ketika melihat apa yang terjadi pada pasangan selingkuh itu. Dia langsung keluar kamar.

Namun, aku segera menjelaskan semuanya. Syukurlah, temanku itu mau membantuku. Dia bahkan berjanji memberikan yang terbaik.

Kami lalu kembali ke kamar untuk melancarkan rencana.

Dokter gadungan mulai memeriksa keadaan Bang Robi dan Miska.

"Jadi gimana, Dok? Apa mereka baik-baik saja?" Aku bertanya.

"Ini kasus bahaya, Bu. Kalau tidak segera diambil tindakan, bisa-bisa keduanya tidak tertolong," jelas sang dokter gadungan.

Kulihat wajah Bang Robi dan Miska berubah pias.

"Tindakan apa yang harus dilakukan, Dok?" tanyaku lagi.

"Bisa dengan cara amputasi untuk yang pria. Kalau untuk yang wanita bisa dengan pembedahan."

Bang Robi dan Miska diam tak menanggapi. Aku yakin sedang terjadi pergolakan batin dalam diri keduanya. Rasakan itu!

"Lakuin apa aja, deh, Dok. Yang penting bisa ketolong dua-duanya," kataku.

"Jangan, Dok! Jangan potong punya saya!" teriak Bang Robi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cinta Dalam hati
manusia lucknut. ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status