Home / Rumah Tangga / Kapokmu Kapan, Mas? / 4. Diperiksa Dokter

Share

4. Diperiksa Dokter

last update Last Updated: 2022-05-15 13:26:25

Gancet : Kapokmu Kapan, Mas? (4)

"Dek, buruan hapus! Sebelum ada yang lihat!" perintah Bang Robi.

Aku diam tak menanggapi.

"Dek!" Bentakan Bang Robi berhasil membuatku menoleh dan bertanya dengan polos padanya.

"Ada apa, Bang?"

"Buruan hapus foto tadi!"

"Foto yang mana, Bang?"

"Yang kamu kirim ke WAG keluarga Abang."

"Loh, kenapa harus dihapus, Bang? Nanti kalau gak ada yang percaya Abang butuh pertolongan, gimana? Abang tau sendiri, kan, di WAG keluarga Abang gimana peraturannya?"

"Tapi gak foto itu juga, Dek! Buruan hapus!"

Aku menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum menjawab, "Iya, Bang ...."

Bang Robi kayaknya percaya saja dengan semua yang aku katakan. Padahal, aku tidak benar-benar mengirim gambar-gambar itu ke WAG keluarga suamiku.

Aku pasti akan mengirimkannya, tetapi bukan sekarang. Aku punya rencana yang lebih menyenangkan dahulu untuk mereka. Setelah itu, baru kuposting foto-foto gancet Bang Robi dan Miska di status W* suamiku. Biar lebih banyak yang lihat dan cepat viral. Kalau hanya di W*G keluarganya, nanti kurang viral, dong.

"Lebih baik kamu cariin dokter aja, Dek, biar periksa kami dulu." Suara Bang Robi menyadarkanku dari lamunan.

Pas sekali suamiku itu meminta demikian karena aku sedang memikirkan sebuah rencana bagus. Akan kupanggilkan dokter untuk memeriksa keadaan mereka. Semoga dengan begitu semakin membuat mereka panik.

"Oh, ya udah, Bang. Aku keluar dulu kalau gitu. Sekalian mau beli sarapan. Lapar."

"Aku juga lapar, Mbak Ti." Miska mengadu.

"Abang juga, Dek. Belikan makan buat kami juga, ya!"

Enak, ya, minta dibelikan makan.

"Emang kalian mau makan apa?" tanyaku.

"Apa aja, Dek."

"Iya, Mbak, apa aja."

"Oke."

Baru saja aku melangkah sebentar, Bang Robi memanggil.

"Dek."

Terpaksa, aku berbalik.

"Ada apa, Bang?"

"Tolong bantu Abang rubah posisi, Dek. Capek begini terus," pintanya.

Sebenarnya aku enggan membantu. Tetapi, kasihan juga. Bisa mati ketindihan nanti Miska. Aku, kan, belum puas.

Tanpa menjawab, aku langsung berdiri di sisi kiri ranjang. Kudorong dengan sekuat tenaga tubuh Bang Robi hingga posisi tubuh mereka berubah. Kali ini posisinya Miska di atas tubuh Bang Robi.

Lalu, baru saja aku ingin meneruskan langkah, Bang Robi kembali meminta aku merubah posisinya.

"Ganti jadi miring aja, Dek!" katanya.

Jadi, aku kembali mendorong tubuh mereka. Kali ini sengaja kudorong lebih kuat hingga mereka terguling hampir jatuh dari ranjang.

Aku langsung lari keluar kamar begitu berhasil menjalankan misi.

"Mbak, tolong .... Aku hampir jatuh ini," teriak Miska.

Tak kuhiraukan teriakannya. Aku sempat melihat dengan ekor mata, tubuhnya setengah menggantung di tepi ranjang sebelah kiri. Tetapi aku pura-pura tak mengetahuinya. Aku malah menguni pintu kamar itu dari luar.

Aku langsung melancarkan rencana selanjutnya. Kutelepon seorang teman yang kebetulan berprofesi sebagai artis figuran ketika merantau ke Jakarta dulu. Kupinta dirinya membantuku dengan berakting sebagai dokter gadungan untuk datang memeriksa Bang Robi dan Miska.

Kujelaskan semua yang harus dilakukan dan dikatakannya nanti. Dia menyanggupi ketika kujanjikan bayaran fantastis atas jasa itu. Kami akan bertemu setengah jam dari waktu selesai negosiasi.

Sambil menunggunya, aku memilih pergi beli sarapan untukku dan untuk kedua orang yang sedang gancet itu. Aku harus memberi mereka makan. Jangan sampai mereka mati sebelum waktunya karena kelaparan. Belum ikhlas rasanya diriku.

Selepas sarapan, aku kembali dengan sang dokter gadungan. Langsung saja kubawa dokter gadungan sewaanku itu ke dalam kamar tempat Bang Robi dan Miska berada. Temanku itu sempat kaget dan berniat membatalkan rencana ketika melihat apa yang terjadi pada pasangan selingkuh itu. Dia langsung keluar kamar.

Namun, aku segera menjelaskan semuanya. Syukurlah, temanku itu mau membantuku. Dia bahkan berjanji memberikan yang terbaik.

Kami lalu kembali ke kamar untuk melancarkan rencana.

Dokter gadungan mulai memeriksa keadaan Bang Robi dan Miska.

"Jadi gimana, Dok? Apa mereka baik-baik saja?" Aku bertanya.

"Ini kasus bahaya, Bu. Kalau tidak segera diambil tindakan, bisa-bisa keduanya tidak tertolong," jelas sang dokter gadungan.

Kulihat wajah Bang Robi dan Miska berubah pias.

"Tindakan apa yang harus dilakukan, Dok?" tanyaku lagi.

"Bisa dengan cara amputasi untuk yang pria. Kalau untuk yang wanita bisa dengan pembedahan."

Bang Robi dan Miska diam tak menanggapi. Aku yakin sedang terjadi pergolakan batin dalam diri keduanya. Rasakan itu!

"Lakuin apa aja, deh, Dok. Yang penting bisa ketolong dua-duanya," kataku.

"Jangan, Dok! Jangan potong punya saya!" teriak Bang Robi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cinta Dalam hati
manusia lucknut. ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 53b

    Kapokmu Kapan, Mas? (53b)Aku masuk dan tiba-tiba pintu itu terkunci dari luar."Masuk saja. Tidak perlu takut, Dek!" perintah Bang Robi.Tangannya menunjuk sebuah sofa agar aku duduk di sana. Kuletakkan tasku di samping."Gak usah tegang gitu, Dek," kata Bang Robi saat melihatku membetulkan posisi duduk berulang kali.Aku tak menjawab kata-katanya."Aku ke sini mau to the point aja, Bang!" kataku kemudian."Kamu butuh apa memangnya?""Aku gak butuh apa-apa, Bang. Aku malah mau menyerahkan ini." Kulempar map berisi duplikat surat-surat berharga peninggalan orang tuaku ke atas meja yang menjadi pembatas aku dan Bang Robi."Silakan ambil semua itu. Itu yang Abang inginkan, kan?" tanyaku.Bukannya menjawab, Bang Robi malah tertawa."Bukan itu, Sayang! Abang gak butuh itu semua. Yang Abang butuh itu kamu!""Aku? Maksud Abang apa? Bukannya Abang niat bunuh aku?"Bang Robi kembali tertawa."Nah, itu kamu tau.""Kenapa Abang segitu jahatnya sama aku? Salah aku apa, Bang?""Salah kamu karena

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 53a

    Kapokmu Kapan, Mas? (53)Aku bersiap berangkat setelah Bang Robi mengirimkan pesan berisi tempat di mana kami akan bertemu. Kusiapkan apa-apa saja yang kuperlukan untuk menemui Bang Robi. Aku harus menyelesaikan semuanya.Baru saja aku memutar gagang pintu kamar, dari luar sudah didorong orang. Ternyata Pak Arsyad yang mendorong. Aku yang tadinya sudah di ambang pintu, harus mundur beberapa langkah karena Pak Arsyad yang ikut masuk ke kamarku. Tangannya lantas menutup pintu kamarku dan menguncinya dengan cepat. Lalu, kunci itu disembunyikannya di dalam saku celana yang dikenakannya."Mas ... balikin kuncinya! Saya mau pergi," pintaku.Bukannya memberikan apa yang kupinta, Pak Arsyad malah menempelkan belakangnya ke pintu. Dengan santai Pak Arsyad bersedekap dan berucap, "Kalau bisa, coba ambil sendiri!""Mas ... tolong! Saya mau pergi. Sudah ada janji.""Janji dengan Robi?"Aku mengangguk."Tidak akan saya biarkan kamu keluar dari sini, kalau begitu.""Mas ... tolong ngertiin saya kal

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 52b

    Kapokmu Kapan, Mas? (52b)Malam itu, aku tak dapat tidur dengan pulas. Marahnya Pak Arsyad mendominasi pikiranku. Aku tak suka dengan itu. Sungguh menyakitkan.Pagi harinya, saat sarapan, aku sengaja meminta izin kepada kedua orang tua Pak Arsyad, serta Bude Ningsih."Siang nanti Titi izin keluar, ya, Ma, Pa, Bude."Ketiganya serempak menanyakan tujuanku."Mau menyelesaikan sesuatu yang harus diselesaikan," jawabku.Pak Arsyad diam saja tak merespon apa pun. Dia juga tak melirikku barang sedikit. Ada rasa sakit kurasakan karena itu.Meskipun Pak Arsyad marah, aku sudah bertekad bulat untuk menemui Bang Robi. Aku ingin menyelesaikan semuanya. Semua upaya yang aku dan Pak Arsyad lakukan selama ini tak berdampak banyak. Jadi, ini jalan terakhir untuk mengakhiri semuanya. Setidaknya, setelah Bang Robi mendapatkan semua yang diinginkannya, aku berharap tidak ada lagi korban. Aku semakin takut menjadi sumber dosa banyak orang.Ternyata, setelah sarapan, Pak Arsyad tidak berangkat ke kantor

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 52a

    Kapukmu Kapan Mas? (52a)Selepas shalat, aku menyusul Pak Arsyad yang telah lebih dulu menunggu di mobil."Kita pulang sekarang?" tanya Pak Arsyad setelah aku duduk di kursi samping kemudi."Memang masih ada rencana mau ke mana lagi, Mas?" Aku balik bertanya."Tidak juga. Tapi siapa tau kamu butuh pergi ke suatu tempat untuk film diri."Benar juga kata Pak Arsyad. Aku butuh tempat untuk syuting diri. Juga untuk menjernihkan pikiran."Boleh, sih, Mas. Tapi saya gak tau mau ke mana.""Gimana kalau ke pantai?""Boleh."Pak Arsyad lantas melajukan mobilnya menuju pantai. Kami lalu duduk di tepi pantai beralas tikar yang disewakan. Pak Arsyad juga memesan dua buah kelapa muda untuk kami nikmati.Cukup lama kami dalam diam menikmati semilir angin pantai yang menyejukkan. Aku sibuk dengan pikiranku tentang langkah selanjutnya yang akan kuambil. Entah dengan Pak Arsyad, apa yang dipikirkannya, aku tak bisa menebak.Seandainya waktu dapat kuputar. Aku pasti akan berusaha sebaik mungkin agar se

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 51c

    Kapokmu Kapan, Mas? (51c)Aku benar-benar dibuat terkejut dengan pengakuan itu. Dadaku bergemuruh. Tak pernah kusangka semua itu."Itu pun karena saya diancam. Bapak mengancam akan membunuh anak bungsu saya yang sedang berada di rumah sakit.""Mbok punya anak selain Mas Wisnu?" tanyaku heran. Pasalnya, selama ini yang kutahu Mbok Mina hanya punya satu anak."Anak saya ada dua, Bu. Wisnu anak pertama saya. Adiknya bernama Siti. Dia sedang dalam masa perawatan di rumah sakit jiwa. Pak Robi tau itu. Saya juga kurang mengerti beliau tau dari mana. Padahal saya tidak pernah bercerita. Pak Robi menggunakan Siti untuk menekan saya memberitahukan tentang kepergian Ibu. Saya terpaksa memberitahu alamat rumah di kampung."Astaghfirullah ...."Awalnya, saya pikir Bapak mau menjemput Ibu secara baik-baik. Jadi saya beri saja. Tapi ... saya malah disuruh hubungi Wisnu. Saya disuruh bohong tentang sakit dan nyuruh Wisnu nyusul ke kota. Di situ, perasaan saya sudah gak enak. Tapi saya gak bisa berbu

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 51b

    Kapokmu Kapan, Mas? (51b)Karena bosan tak mendapat jawaban, Mas Wisnu akhirnya kembali ke motornya dan pergi dari tempat itu. Aku dan Pak Arsyad membuntutinya. Cukup jauh perjalanan yang harus kami tempuh sampai akhirnya kami tiba di sebuah rumah. Tempat motor Mas Wisnu berhenti.Di depan rumah itu terlihat Mbok Mina keluar menyambut putranya. Tampak ibu dan anak itu saling berbincang entah apa. Mereka lalu masuk ke rumah bersama dan mengunci pintu setelahnya.Aku dan Pak Arsyad masih setia di dalam mobil. Kami menunggu kesempatan untuk dapat masuk ke rumah itu dan meminta penjelasan. Pak Arsyad yakin betul bahwa ada sesuatu keterkaitan antara mereka dan apa yang sedang terjadi kepadaku.Satu jam sudah kami menunggu di dalam mobil. Akan tetapi, Pak Arsyad belum juga mau kami turun menghampiri rumah itu. Perutku sudah perih, tetapi tak sampai hati kuutarakan."Ayo, kita turun!" Pak Arsyad memberi perintah setelah melihat Mas Wisnu keluar dari rumah itu. Sepertinya Mas Wisnu hendak sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status