Share

Kode Rahasia Brankas

Gancet : Kapokmu Kapan, Mas? (2)

Suara Miska dan Bang Robi minta tolong berhenti. Kali ini berganti dengan keributan lain. Aku menempelkan telinga di dinding agar dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Ternyata, mereka sedang berdebat saling menyalahkan.

"Ini pasti gara-gara kamu, Mis!" tuduh Bang Robi.

Entah bagaimana ekspresi mereka saat itu. Yang jelas Miska terdengar tidak terima dengan tuduhan itu. Dia malah balik menyalahkan Bang Robi.

Di sebelah, mereka asik saling menyalahkan, sementara aku di kamar tertawa pelan dengan rasa puas. Kapok, kan? Makanya, jangan macam-macam!

Sudah lewat dua jam dari waktu pertama aku mendengar teriakan pasangan selingkuh itu. Dari sebelah kamar masih saja terdengar suara ribut. Sesekali juga terdengar jeritan penuh rasa sakit dari Bang Robi dan Miska. Mungkin mereka sedang mencoba melepaskan diri. Coba saja kalau bisa!

Sayup terdengar adzan Subuh berkumandang bersamaan dengan alarm di kamar berbunyi. Aku langsung masuk ke kamar mandi yang berada di dalam kamar untuk membersihkan diri dan segera melaksanakan kewajiban sebagai muslimah. Kutumpahkan semua resah dan sakit hati yang tertahan lewat tangisan ketika sedang berdoa selepas salat. Aku juga memohon ampunan Allah karena sadar telah melakukan kesalahan dengan membuat Bang Robi dan Miska menjadi gancet. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku.

Selepas aku salat, kembali terdengar teriakan minta tolong dari Miska dan Bang Robi. Mereka sepertinya tahu bahwa aku sudah bangun seperti biasanya. Teriakan mereka kali ini tidak terlalu sekencang tadi, tapi tetap bisa kudengar dengan jelas.

"Bang? Abang di mana?" Aku balas berteriak.

"Dek ... tolongin Abang, Dek!" Suara Bang Robi mulai parau. Ada nada memelas yang bisa kudengar dengan jelas.

"Tolong apa, Bang? Abang di mana? Kenapa kamar kita kekunci?" Aku berpura-pura membuka pintu kamar yang mereka kunci dari luar.

Aku sengaja ikut berteriak dengan nada panik untuk memperkuat akting.

"Bang ... tolongin aku, Bang! Kamar kita kayaknya ada yang kunci dari luar. Abang di mana? Tolongin aku, Bang!"

Hening.

Tak lama, Bang Robi kembali berteriak, "Kunci kamar nempel di pintu luar, Dek."

"Kenapa bisa di luar, Bang? Abang yang kunciin aku?"

"Sudah, jangan tanya itu dulu, Dek. Cepat kamu usaha buka. Terus ke sini tolongin Abang!"

Heh, enak sekali perintahnya.

"Abang kenapa memangnya?" Aku pura-pura tidak tahu.

"Sudah, jangan banyak tanya, Dek! Cepat usaha buka pintu dan ke kamar Miska sini!"

"Loh, Abang di kamar Miska? Ngapain, Bang? Miskanya mana?"

"Aku ada, Mbak," sahut Miska lirih.

"Loh ... kalian kenapa?"

"Tolong, Mbak," balas Miska.

"Sudah, Dek, cepat sedikit!" Bang Robi menyela.

Kasihan juga lama-lama mereka. Pasti sudah tidak tahan. Lapar juga mungkin.

Aku berpura-pura berusaha membuka pintu kamar dengan susah payah. Padahal aku sudah menyimpan terlebih dahulu kunci cadangan satu hari sebelumnya. Sengaja, biar semakin meyakinkan.

Dengan menggunakan obeng yang telah kupersiapkan, aku mendorong keluar kunci yang menempel di bagian luar pintu. Agak sulit memang, tetapi aku tak berhenti berusaha. Lalu, setelah berhasil, aku segera membuka pintu dengan kunci yang kumiliki.

Setelah keluar kamar, aku langsung mengetuk pintu kamar Miska.

"Bang ... Abang di dalam?"

"Iya, Dek. Cepat kamu masuk sini!"

Aku memutar gagang pintu. Terkunci. Sepertinya memang dikunci dari dalam.

"Gimana cara masuknya, Bang? Kekunci ini."

"Pake kunci serep, Dek!"

Aku sudah memegangnya. Tetapi aku masih harus berpura-pura tidak tahu di mana benda itu disimpan Bang Robi. Ya, semua kunci cadangan di rumah ini disimpan suamiku. Terlebih sejak Miska tinggal di sini. Entah untuk apa.

"Di mana kunci serepnya, Bang?"

"Di brangkas, Dek."

"Adek gak tau kodenya, Bang."

Selama ini Bang Robi menyembunyikan semua harta dan asetnya di dalam brangkas miliknya di dinding kamar kami. Akan tetapi aku tak pernah tahu berapa kodenya. Sepertinya suamiku itu takut kalau aku mengetahui jumlah hartanya. Mungkin takut aku menuntut ini itu.

Selama menikah dengan Bang Robi satu tahun belakangan, aku hanya diberikan uang secukupnya untuk membeli bahan makanan. Padahal, yang kutahu, uang suamiku banyak. Bahkan warisan orang tuaku juga dipegangnya padahal jelas itu milikku.

Bang Robi akhirnya memberikan kode rahasianya. Aku lantas kembali ke kamar dan membuka brangkas dengan kode itu. Ternyata, di dalam brangkas itu berisi banyak uang dan surat-surat berharga. Sayang kalau hanya aku diamkan saja. Lebih baik aku amankan terlebih dahulu buat jaga-jaga. Urusan Bang Robi dan Miska, belakangan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nur Hidayati
istri yg cerdas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status