Beranda / Romansa / Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku / Bab 8 Kamu Tidak Punya Sedikit pun Kesabaran?

Share

Bab 8 Kamu Tidak Punya Sedikit pun Kesabaran?

Penulis: Shanaya
Cody sedang makan. Dia duduk di tepi ranjang, disuapi oleh seorang pembantu. Di sampingnya ada boneka berbulu. Tubuhnya kecil dan kurus, bahkan tampak lebih kecil dari boneka itu sendiri.

Briar masuk lebih dulu. Pembantu segera berdiri. "Tuan Briar."

Briar berjalan mendekat, melirik isi mangkuk. "Makannya cuma sedikit?"

Pembantu menjawab, "Perut Tuan Cody agak lemah. Kami nggak berani kasih makan terlalu cepat, takut muntah lagi."

Briar mengambil mangkuk itu. "Biar aku saja."

Dia duduk di samping Cody. "Cody."

Cody tidak menjawab. Matanya terus tertuju pada Sasha.

Briar menoleh pada Sasha, berpikir sejenak, lalu bertanya, "Atau kamu saja yang suapin?"

"Ah?" Sasha kaget. "Aku?"

Meskipun tidak bisa menggendong anak, menyuapi sepertinya bukan hal sulit. Dia pun menerima mangkuk itu. "Baik."

Dia belum pernah menyuapi anak kecil, jadi tidak begitu paham. Dia langsung menyendok satu suap dan menyodorkannya ke mulut Cody.

Entah karena takut atau memang anak itu penurut, Cody membuka mulutnya dan makan dengan tenang.

Baru dua suap, seorang pelayan masuk. Katanya, Indah memanggil Briar untuk berbicara sebentar.

Briar mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah Sasha. "Aku ke sana sebentar."

Begitu dia pergi, Cody tiba-tiba bertanya, "Kamu ibuku, 'kan?"

Tangan Sasha bergetar, sendoknya terbentur mangkuk dan mengeluarkan suara dentingan pelan.

Cody mendongak menatapnya. "Aku dengar mereka ngobrol diam-diam. Mereka bilang kamu ibuku. Kamu datang buat selamatin aku. Katanya, kalau kamu datang, aku bisa hidup."

Sasha menggigit bibir. Sesaat, dia tak tahu harus menjawab apa. Terhadap anak ini, dia menyimpan banyak rasa bersalah.

Tiga tahun lalu saat mengirimnya pergi, Sasha sudah bertekad untuk tak pernah lagi ada hubungan apa pun dengannya seumur hidup.

Kalau Cody tumbuh sehat tanpa masalah, mungkin mereka tidak akan pernah saling bertemu lagi.

Cody bertanya, "Kamu bakal nolong aku, 'kan?"

Sasha menunduk menatap mangkuk di tangannya dan menjawab pelan, "Ya. Tenang saja, kamu pasti akan selamat."

Cody tersenyum, lalu kembali diam. Dia membiarkan Sasha menyuapinya sesuap demi sesuap.

Setelah makan selesai, Sasha berdiri untuk meletakkan mangkuk. Namun, belum sempat melangkah, terdengar suara keras. Cody menoleh, lalu menunduk ke sisi tempat tidur, memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk ke perutnya.

Sasha terkejut, sampai mangkuk di tangannya terjatuh ke lantai. Dia buru-buru memegang Cody. "Cody, kamu nggak apa-apa?"

Di luar kamar memang ada pembantu yang berjaga. Sasha segera memanggil dan pembantu berlari masuk.

Meskipun panik, ini bukan kali pertama, jadi mereka cukup sigap. Salah satu pelayan mengambil tempat sampah, satu lagi menepuk punggung Cody pelan-pelan agar muntahannya keluar semua. Kemudian, mereka masuk ke kamar mandi untuk mengambil air dan menyeka wajah anak itu.

Sasha tidak bisa banyak membantu, hanya bisa berdiri di samping dengan cemas.

Tak lama kemudian, Briar kembali. Dia langsung berjalan cepat, memeluk Cody. Meskipun pakaian anak itu sudah kotor, Briar tak peduli. Dia mengusap punggung Cody dengan pelan. "Ada yang sakit?"

Wajah Cody pucat, tetapi dia menggeleng lemah. Suaranya serak. "Aku nggak apa-apa, Papa."

Briar menempelkan bibir ke kening Cody. Matanya penuh rasa khawatir. "Kalau sakit, harus bilang."

"Nggak sakit kok." Cody memeluk lehernya. "Benaran nggak sakit."

Setelah cukup lama, barulah Briar meletakkan Cody kembali ke ranjang, menggantikan pakaiannya.

Tubuh mungilnya memang lemah. Semua makanan yang tadi masuk sudah keluar lagi, jadi dia benar-benar tak bertenaga, hanya bisa terbaring lemas.

Pembantu bilang akan kembali ke dapur untuk memasak sesuatu yang lebih ringan dan nanti coba disuapkan lagi. Bagaimanapun, perut kosong tidak baik.

Briar mengangguk. "Ya."

Setelah pembantu pergi, Briar diam sebentar, lalu berdiri. Dia melepas jas yang terkena muntahan, melemparkannya ke samping, lalu berjalan keluar sambil berkata, "Ikut aku."

Mereka berdiri di lorong. Wajah Briar terlihat sangat kelam.

"Tadi kamu nyuapinnya terlalu cepat?"

Sasha terdiam. Dia berpikir sebentar. "Sepertinya iya."

Dia memang tidak tahu caranya. Namun, karena waktu sudah malam, dia hanya ingin Cody cepat makan agar bisa segera istirahat.

Briar menatap tajam. "Kondisi tubuhnya lemah. Semua harus dilakukan pelan-pelan. Masa untuk hal seperti ini saja kamu nggak punya sedikit pun kesabaran?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si sasha selain lemot juga goblok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 254 Keegoisan

    Indah sadar saat sore hari. Setelah diberi oksigen, kondisinya sudah membaik. Hanya saja, napasnya masih berat.Vanessa memanggil perawat. Dia dan perawat membantu Indah duduk bersandar di kepala ranjang.Indah bertanya, "Mana Damian?"Vanessa juga tidak tahu ke mana Damian pergi, jadi dia hanya berkata, "Ada urusan di perusahaan. Dia akan datang setelah urusannya selesai."Indah menunduk dan berpikir sejenak sebelum bertanya, "Dia pasti ketakutan, 'kan?"Vanessa tidak tahu harus berkata apa karena menurutnya tidak begitu. Damian memang khawatir, tetapi sama sekali tidak ketakutan. Namun, Vanessa tetap mengiakan. Dia lalu berbalik menuangkan air untuk Indah dan berucap, "Minum dulu."Indah menggenggam tangan Vanessa sambil menyesap sedikit. Ketika menoleh dan melihat buah tangan yang diletakkan di lemari, dia bertanya, "Siapa yang datang?"Vanessa menjawab, "Helena. Begitu dengar Ibu sakit, dia segera datang ke sini. ""Keluarga Kusman ya? Mereka berdua datang bersama?" tanya Indah ber

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 253 Gadis Kesayangan

    Setelah naik ke lantai atas, Briar tidak melihat Sasha di kamar Cody. Dia menemani bocah kecil itu bermain sebentar, lalu turun lagi ke kamar Sasha.Briar mencoba mendengar dari pintu, tetapi tidak terdengar suara di dalam. Dia membuka pintu dan masuk, lalu tertegun.Sasha tertidur di ranjang tanpa mengganti piama dan tidak memakai selimut. Ponsel masih berada di telapak tangannya. Sepertinya Sasha bermain ponsel sampai mengantuk dan tertidur.Dengan sedikit rasa ingin tertawa, Briar berjalan mendekat untuk menggendong Sasha dan meletakkannya dengan hati-hati.Sasha terbangun sebentar. Begitu membuka mata dan melihat Briar, dia memejamkan mata lagi, membiarkan Briar bertindak sesuka hati.Briar melepaskan pakaian Sasha, lalu membantunya mengganti piama. Ketika mengenakan piama, pandangannya tertuju pada perut Sasha. Perutnya masih rata saat tidur telentang, tidak terlihat tanda-tanda kehamilan.Namun, Briar tetap menunduk, menempelkan telinganya ke perut Sasha untuk mendengar suara di

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 252 Banyak Pasangan yang Hanya Terlihat Mesra

    Setelah berpikir sejenak, Briar menambahkan, "Kapan kamu pernah bilang hal yang bisa buat aku senang?"Briar menatap Sasha seraya berucap, "Kalau nggak mau bilang, ya sudah."Tangan yang tadinya bertumpu di samping kaki Sasha tiba-tiba diangkat. Briar meraih dagu Sasha untuk membuatnya menengadah, lalu langsung menciumnya.Mulut ini memang sering melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar, tetapi rasanya sangat nyaman saat dicium. Lembut, kenyal, dan sangat memikat.Sasha mendorong Briar dan menegur, "Minggir. Nanti ada orang yang masuk."Briar tidak peduli. Biarkan saja jika ada orang yang masuk dan melihatnya. Dia menindih Sasha dan membuatnya tidak bisa menghindar.Sasha tidak tahan untuk mengangkat kakinya. Lututnya tepat mengenai bagian bawah tubuh Briar. Briar tidak menghindar, seolah-olah yakin Sasha tidak akan menyerangnya.Sasha memang mengurungkan niatnya. Dia menurunkan kakinya, mengangkat tangan untuk mendorong Briar, dan memalingkan wajahnya.Briar menggigit bibir Sas

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 251 Dia Suka padaku, Itu Sudah Cukup

    Lantaran sudah membahas sampai sini, Rizky menambahkan, "Mungkin kamu juga nggak tertarik pada Nelly seperti aku. Tapi, aku dengar setelah kejadian empat tahun lalu, sikap Ayah sudah mulai melunak, nggak seperti Ibu yang masih bersikeras."Rizky menatap Briar sembari berujar, "Dulu, Ayah memilih beberapa gadis dengan latar belakang dan kepribadian yang baik. Ketika tanya pendapatmu, kamu nggak tertarik pada satu pun." Dia lalu bertanya dengan bingung, "Kenapa?"Briar berbalik membuka pintu mobil sambil membalas, "Kamu juga tahu soal itu? Itu cuma obrolan singkat kami berdua. Nggak ada yang anggap serius. Nggak kusangka kabar itu bisa sampai ke telingamu."Rizky tertawa, lalu ikut naik ke kursi penumpang depan dan menjelaskan, "Aku dengar dari Ibu. Dia bilang Ayah ikut campur, jadi mereka berdua mungkin sudah membahas hal ini diam-diam. Sepertinya Ayah bukan cuma asal bicara, tapi serius.""Begitu ya? Sudah berlalu terlalu lama. Aku sudah lupa," sahut Briar.Setelah mengencangkan sabuk

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 250 Mengapa Kamu Tidak Mau?

    Cody belum bangun dan masih tidur nyenyak. Sasha duduk di tepi ranjang, sementara Briar berdiri di depan jendela.Sekitar sepuluh menit kemudian, Wati tiba-tiba datang tergopoh-gopoh dan memanggil Briar. Dia berkata dengan sedikit panik bahwa telah terjadi sesuatu pada Indah.Briar berbalik dan bertanya dengan alis berkerut, "Ada apa?"Wati tidak bisa menjelaskan dengan terlalu baik. Dia hanya berkata bahwa kondisi Indah sedang tidak baik dan meminta Briar segera turun melihatnya.Mendengar itu, Sasha juga berdiri dan berjalan perlahan mengikuti Briar turun. Bukan karena mengkhawatirkan Indah, tetapi lebih karena penasaran.Saat mereka tiba, Damian sudah berada di kamar Indah dan sedang berjongkok di samping ranjang. Untuk pertama kalinya, Sasha melihat gejolak emosi di wajahnya. Pria itu terlihat sangat khawatir.Indah tergolek tak bergerak di ranjang dengan bibir membiru. Dia sadar dan matanya terbuka lebar. Mulutnya membuka dan menutup, tetapi tidak mampu bersuara terlalu keras.Riz

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 249 Sudah Ingat?

    Setelah keluar dari kelab, semua orang berbasi-basi sebentar di ruang terbuka di depan.Victor memutar lehernya ke kiri dan kanan, lalu menggerak-gerakkan kakinya. Dia berucap dengan raut malas, "Kalau begitu hari Senin saja. Aku akan menemui Pak Briar hari Senin dan membahas proyek yang kita bicarakan tadi lebih detail."Setelah Briar mengiakan, Victor mengibaskan tangannya dan berucap lagi, "Sudah, sudah. Pergilah."Pria itu sama sekali tidak memiliki aura seorang pebisnis, tetapi lebih mirip seperti kepala preman.Orang-orang tidak minum banyak, jadi tidak ada yang mabuk. Mereka mengangguk, berpamitan pada satu sama lain sebelum masuk ke mobil masing-masing.Briar merangkul Sasha ke mobil, lalu duduk di kursi penumpang di depan. Setelah duduk dengan nyaman, dia berkata, "Ayo jalan."Sasha memandang ke luar. Damian, Adeline, dan seorang asisten yang dibawa Damian masih berdiri di sana, menatap ke arah mereka tanpa bergerak.Keberadaan asisten Damian itu hampir tidak terasa di kelab t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status