Share

6. Pengakuan Asrul

Author: Yani Santoso
last update Last Updated: 2023-12-09 07:54:00

Pengakuan Asrul

---

“Kalimat yang diucapkan dari orang yang kita cintai, tidak selalu membuat hati menjadi bahagia. Adakalanya, kalimat tersebut justru bisa membuat kita hancur” 

---

Aku masih tergugu sambil menutup wajah dengan kedua telapak tanganku. Sementara Bang Asrul masih belum beranjak dari kursi, di mana dia duduk. Dia membisu, hanya suara isakku yang terdengar memenuhi ruangan.

Di saat seperti itu, aku benar-benar merindukan sosok Bang Asrul, suamiku yang pernah kumiliki dahulu. Karena dahulu, aku benar-benar bisa merasakan memiliki seorang suami. 

Seseorang yang bisa berbagi apa saja denganku, mengulurkan tangannya ketika aku terjatuh, juga menyeka airmataku di kala aku menangis.

Namun kini, tak lagi kutemui laki-laki yang sudah menjadi suamiku selama 15 tahun.

Bang Asrul membiarkanku menangis, diam terpaku bak patung tanpa melakukan apapun.

"Sejak kapan Bang Asrul berhubungan dengan wanita itu?" Tanyaku setelah menyeka airmata dengan kasar.

"Marina ... ini tidak seperti yang kamu bayangkan," jawabnya tanpa melihat ke arahku.

"Jadi ... apa yang ada di bayangan Bang Asrul tentang dia?" Cecarku.

"Kalaupun aku mengatakannya, kamu tak akan mempercayaiku, Marina!"

"Katakan saja, Bang. Itu lebih baik daripada aku mengetahui dari orang lain."

Kutatap wajah Bang Asrul, tampak dia mengeha nafas dalam beberapa kali.

"Aku kasihan padanya, Marina. Dia diputuskan oleh kekasihnya dan ditinggalkan dalam keadaan hamil," jawab Bang Asrul lirih.

Kudongakkan wajahku, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Bang Asrul.

"Kasihan ... Abang kasihan dengan wanita itu, bagaimana denganku, Bang? Abang tak kasihan denganku? Yang harus menahan sakit hati dan malu?"

Bang Asrul hanya diam, tanpa menjawab sepatah katapun.

"Jadi, apa yang akan Bang Asrul lakukan sekarang?" tanyaku kemudian.

"Aku ... akan menikahinya."

Glek! 

Hati kembali terasa sakit, bagai dirajam sembilu mendengar jawaban Bang Asrul.

Walaupun aku sudah mengetahui perselingkuhannya, namun tetap saja terasa sakit mana kali kalimat itu langsung diucapkan oleh Bang Asrul.

"Aku tidak mau dimadu Bang, sampai kapanpun!" jawabku sambil berlari masuk ke dalam kamar.

Setelah mengunci pintu, kembali aku menangis.

Aku benar-benar tidak menyangka, suamiku membuat sebuah pengakuan dan menyampaikan keinginannya dalam waktu yang bersamaan.

Dan aku benar-benar tidak siap untuk itu.

Membayangkan harus berbagi suami dengan wanita lain saja, sudah membuat dadaku sesak.

Bergegas aku mengeluarkan tas ransel dan memasukkan beberapa potong baju kedalamnya dan berencana untuk pulang ke rumah orangtuaku.

Namun, ketika sudah selesai berkemas, justru muncul rasa ragu.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku jika mengetahui bahwa Bang Asrul berselingkuh.

Dan bagaimana nantinya aku menjelaskan pada mereka tentang apa yang terjadi, sungguh membuat aku dalam dilema.

Rasa malu jika ada orang lain mengetahui apa yang telah di perbuat Bang Asrul, membuatku mengurungkan niat untuk pergi kerumah orangtuaku.

Kukeluarkan lagi baju yang tadi afa dalam tas ransel.

Saat aku menyusun kembali bajuku, terdengar pintu kamar di ketuk.

Tok tok tok...

"Marina ... buka pintunya, Abang mau ganti baju. Sebentar lagi aku harus berangkat kerja."

 Suara Bang Asrul dari luar mengetuk pintu. Tak kuhiraukan ketukan di pintu dan ucapan bang Asrul.

"Marina, buka pintunya sebentar ...." Kembali Bang Asrul memanggil.

Tak ingin Bang Asrul masuk ke kamar, kuputuskan mengambil satu setel bajunya dari lemari.

Perlahan kubuka sedikit daun pintu, dan mengulurkan tangan untuk menyerahkan baju yang sudah kuambil.

"Marina ...."

Braakkk!!

Belum selesai Bang Asrul berkata, pintu kututup dengan keras yang menimbulkan suara berdebam yang lumayan keras.

Masih berdiri mematung di depan pintu, kutajamkan pendengaranku.

"Apakah Bang Asrul sudah berangkat?" tanyaku dalam hati.

Tak berapa lama, terdengar suara motor sport Bang Asrul meninggalkan rumah.

****

Masih dengan pikiran yang buntu dan kosong, tak tahu harus berbuat apa. Aku mengambil ponsel, mencoba menghubungi Rahma. Karena, hanya Rahma dalam keluargaku yang mengetahui tentang perselingkuhan Bang Asrul. Berharap dengan menghubunginya, dia bisa membantu masalahku ini, atau sekedar mendengarkan keluh kesahku.

"Rahma ... bisa datang kerumah kakak?"

Tanyaku setelah sambungan telepon terhubung.

"Ada apa, Kak?" Tanyanya penasaran.

"Datang saja, penting," jawabku singkat. Lalu kumatikan sambungan telepon sebelum Rahma menjawab.

Tak berapa lama, mobil Rahma sudah memasuki halaman rumah. Aku yang sudah mengetahui kedatangan Rahma, menunggu di ruang tamu.

Dan ketika tubuhnya baru melangkah masuk ke rumah, aku langsung menubruknya, menghambur dalam pelukannya sambil menangis.

Dengan wajah penasaran, Rahma menatapku sesaat setelah tangisanku reda.

"Kak Marina ... ada apa ini? Kenapa tiba-tiba menangis?" tanyanya penuh selidik.

"Bang Asrul, dia ... dia selingkuh ...." Jawabku sambil terisak. Setelah mengatakan itu, tangiskupun pecah kembali.

"Aku sudah tau ... makanya aku bilang ke Kakak untuk menjaga Abang kan, waktu itu ...." Rahma berkata pelan, namun tetap saja membuat hatiku teriris.

"Aku tidak menyangka, Bang Asrul tega berbuat curang di belakangku, Rahma." 

"Bang Asrul cerita sama Kakak?" Selidik Rahma, sambil menatapku tajam.

"Iya, bahkan bang Asrul ingin menikahi gadis itu, karena ... dia hamil," jawabku lirih, hampir tidak terdengar.

Rahma menutup mulut dengan kedua tangannya mendengar ucapanku. Aku tahu, dia terkejut dan tidak menyangka Bang Asrul akan melakukan itu padaku.

"Kakak mengijinkannya?" Selidik Rahma.

"Aku tidak mau di madu!" Jawabku cepat.

Sejenak ruang tamu menjadi hening. Baik aku maupun Rahma, larut dalam pikiran masing-masing.

"Kak Marina sebaiknya menenangkan pikiran dulu, meminta petunjuk pada Allah dalam tiap lantunan doa," ucap Rahma memecah keheningan.

"Itu adalah hal terbaik yang bisa Rahma berika ke Kak Marina. Walau sebenarnya, aku merasakan ada suatu hal lain yang tidak bisa jabarkan dengan logika. Kakak tahu kan ... maksudku." Rahma melanjutkan.

Kucerna kalimat Rahma, sambil sesekali menghela nafas berat.

Iya, aku tahu apa yang Rahma maksud. Dia terlalu peka untuk hal-hal yang di luar nalar.

Namun, dia lebih memilih memberiku sebuah nasehat dalam menyelesaikan masalah yang aku hadapi.

"Terima kasih, Rahma. Saat ini, memang doa lah yang bisa menyelamatkan pernikahanku dengan Bang Asrul."

"Kak, bukankah tadi Kakak bilang Bang Asrul ingin menikahi gadis itu karena dia ditinggalkan kekasihnya dalam keadaan hamil. Kakak merasa aneh ga sih ....?"

Seperti tertohok sesuatu yang keras, dadaku terasa nyeri. Dan timbul sebuah rasa penasaran yang teramat sangat.

Kenapa tak terpikirkan olehku tadi, ketika Bang Asrul menceritakannya padaku? Apa karena aku bergitu emosi, sehingga pikiran dan akal menjadi kurang peka?

"Kamu benar Rahma. Kalau memang Bang Asrul bukan orang yang menghamili gadis itu, dia tidak harus bertanggung jawab terhadap sesuatu yang tidak pernah dia lakukan. Bahkan alasan ingin mempunyai anak juga terdengar janggal. Kenapa baru sekarang mempermasalahkan soal anak, ada apa sebenarnya?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri sampah kayak si marina inilah. punya otak tapi g berfungsi. najis banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    110. Aku Ingin Berjalan Beriringan Denganmu

    Aku Ingin Berjalan Beriringan Denganmu----“Marina, dengan disaksikan ibuku, aku memintamu untuk menjadi istriku. Menikahlah denganku ….” Setelah mengatakan kalimat tersebut, Alvaro mengeluarkan cincin dari kotak kecil yang dipegangnya. Perlahan, dia mengulurkan tangannya dan meraih tanganku.Untuk sesaat, dunia seperti berhenti berputar. Aku seolah dibawa kembali ke masalalu, di mana seorang pria melakukan persis seperti yang dilakukan Alvaro saat ini. Lelaki itu meraih tanganku dan menyematkan cincin di jari manisku. Aku tersenyum lebar begitu cincin itu sudah tersemat di jari manisku. Lalu, perlahan sosok pria itu mendekat dan mencium lembut punggung tanganku. Namun, aku tidak merasakan apa-apa ketika bibirnya meyentuh tanganku, karena sosok pria itu perlahan menghilang dari pandangan mata.“Marina,” panggil Alvaro. Panggilan itu sontak membuatku tersentak dan serta-merta menarik tanganku dari genggaman tangannya.“Al, aku tidak bisa, maafkan aku,” kataku lirih.Kulihat wajah Alva

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    109. Wanita Dalam Hidupnya

    Wanita Dalam Hidupnya----“Siapa?” Tanyaku penuh penasaran.Meski sempat terbersit tentang gambaran seseorang yang pernah dia ceritakan waktu itu, namun aku ragu apakah orang yang dimaksud adalah beliau.“Kamu akan mengetahuinya dalam waktu dekat,” jawabnya sambil tersenyum.Aku masih memandangnya penuh tanya, mencoba memintanya untuk memberitahuku siapa orang yang dia maksud dengan menggunakan bahasa isyarat. Namun bukannya memberi jawaban yang kuinginkan, dia memilih mengambil bunga yang kuletakkan di atas pangkuan lalu memindahkannya ke atas meja, lalu dengan pelan tangan kekarnya mendorong kursi rodaku menuju jendela.“Aku sudah menceritakan semua tentangmu padanya,” ucapnya sambil memandang ke luar jendela. Aku menoleh, kulihat kedua sudut bibirnya melengkung dan senyum itu jelas terlihat olehku ketika dia menoleh ke arahku.“Jangan takut, aku yakin kamu akan menyukainya,” ucapnya lagi.Lalu kalimat demi kalimat meluncur dari bibirnya, dan entah sejak kapan, aku begitu menikmati

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    108. Happy Ending

    Happy Ending----“Syukurlah, kamu sudah sadar Marina,” ucap seseorang di sampingku.Aku berusaha menoleh untuk memastikan siapa orang yang ada di sampingku, namun ketika aku menggerakkan kepala untuk menoleh, terasa sakit dan ngilu hingga membuatku mengaduh dan merintih kesakitan.“Aduh ….” Ucapku sambil memegang leherku yang terasa sakit. Dan di saat itu pula aku melihat jarum infus yang menancap di lenganku, juga sebuah perban di leher ketika aku merabanya.Aku memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat kejadian terakhir yang kualami sebelum akhirnya aku kehilangan kesadaran.“Kamu tidak apa-apa, Nak? Ibu tahu ini pasti sangat menyakitkan sekali bagimu.”Aku kembali membuka mata perlahan, kulihat ibu yang duduk di sampingku meneteskan air mata. Rupanya, suara-suara yang kudengar adalah suara ibuku, dan suara itu juga yang selalu membuatku kembali ke alam sadar setiap kali aku pingsan dan juga ketika koma. Wanita yang melahirkanku itu selalu berada di sampingku, yang tidak putus mel

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    107. Amanda Menggila

    Amanda Menggila----“A---apa yang akan kamu lakukan, Amanda?” tanyaku gugup saat kulihat Amanda berjalan mendekati, di tangannya menggenggam sesuatu yang berkilau.Amanda tidak menghiraukan ucapanku, dia makin mendekat dan akhirnya berhenti tepat di depanku. Perlahan, dia membungkukkan tubuhnya ke arahku, bukan itu saja, dia lalu berjongkok tepat di depanku sambil menatapku tajam.Amanda menyeringai, memperlihatkan giginya yang rapi, andai saat ini dia tidak membawa benda itu, mungkin senyum itu terlihat sangat cantik, namun kini, senyumnya terlihat sangat menakutkan. Aku seperti sedang berada dalam suatu adegan menegangkan di mana sang tokoh antagonis sedang berusaha melukai tokoh protagonis. Meskipun sebenarnya, apa yang saat ini terjadi bukan lagi sebuah adegan dalam film atau nonel, namun terjadi langsung padaku.“Kamu tahu, Marina, aku itu sangat sangat membencimu. Jangankan melihatmu, mendengar namamu disebut saja, membuatku sangat muak dan benci,” ucapnya.“Aku tidak tahu apa

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    106. Suami Irna Tertangkap

    Suami Irna Tertangkap----“Aku baru saja mendapat kabar dari Alvaro, kalau saat ini suamimu sudah tertangkap. Dia dan seorang pria ditangkap di salah satu rumah kos yang tidak jauh dari tempat tinggal Amanda.”Irna terdiam, dia terlihat seperti kehilangan kata-kata. Karena kulihat dia beberapa kali seperti ingin mengatakan sesuatu namun urung. Mungkinkah kabar tertangkapnya suaminya itu membuatnya sedih? Bisa jadi begitu, bagaimanapun juga, mereka adalah suami istri yang sudah menghabiskan waktu belasan tahun hidup bersama. Meskipun Irna saat ini begitu murka terhadap suaminya atas semua yang telah dilakukan, namun tetap saja tidak merubah kenyataan kalau keduanya pernah saling menyintai.“Irna, kamu baik-baik saja?” tanyaku setelah beberapa saat.“i---iya, aku baik-baik saja,” jawabnya gugup sambil merubah posisi duduknya.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya pemuda yang tadi datang bersamanya pelan. Dia terlihat khawatir melihat perubahan Irna.“Aku tidak apa-apa,” jawab Irna pelan.

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    105. Bertemu Irna

    Bertemu Irna-----Percakapanku dengan Alvaro berlalu begitu saja, tanpa adanya kejelasan tentang apa maksud dari ucapannya saat itu. Meskipun sudah satu minggu berlalu, namun aku masih mengingat dengan jelas kata demi kata yang dia ucapkan saat itu.Dia mengatakan kalau dirinya akan menjadi pengganti kakiku seandainya aku benar-benar kehilangan kemampuan untuk berjalan, dia juga mengatakan akan menggendongku ke manapun aku ingin pergi. Sungguh sebuah kalimat yang romantic dan puitis dan akan membuat hati setiap wanita meleleha saat mendengarnya. Dan seandainya aku mendengar kalimat itu sepuluh atau lima belas tahun lalu, hatiku pun akan meleleh dan luluh. Namun sayang, dia mengucapakan kalimat itu di saat yang tidak tepat, di saat aku tidak ingin mendengar apapun selain kabar baik tentang kesehatanku, juga kasus tabrak lari yang kualami. Aku ingin sekali melihat mereka, para pelaku dan juga dalang di balik semuanya, tertangkap dan meringkuk di balik jeruji besi.Drtt … drtt ….Lamuna

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status