"Ah, iya mas.. Lebih d a l a m."
Deg. Degub jantung Aluna seketika berpacu dengan cepat ketika mendengar sayup-sayup l e n g u h a n dari seorang perempuan. 'Suara itu?' batin Aluna, menerka-nerka. Langkah Aluna mengendap-ngendap rasa penasaran semakin tinggi seiring dengan l e n g u h a n tak pantas dirinya dengar. Seingat dia hanya Marni sang Art yang ada di rumah ketika dia pergi ke rumah sakit untuk mengurus ibu mertuanya terlebih dahulu. BRAK! Pintu di buka dengan keras Aluna sudah siap dengan ponsel yang mengarah pada mereka. CEKREK. Deg! Aluna terdiam seketika melihat pasangan sejoli tengah memadu kasih itu di atas r@nj@ng. Badan nya bergetar hebat seiring ponsel yang dia masukkan ke dalam saku pakaian. PRANG! Aluna memb4nt1ng vas bunga yang ada di kamar. BUGH! tidak hanya itu saja, Aluna pun melempar photo-photo yang terpajang di atas nakas. "Kurang ajar. Begini kelakuan kalian di belakang, saya! Hah?!" Aluna menarik rambut Marni yang terurai. "Aaaaa, mas tolong rambutku sakit!" teriak Marni. "S-sayang, dengarkan penjelasan aku dulu." Faiz berusaha melerai tangan sang istri pada kekasih gelapnya itu. Aluna menepis tangan sang suami seraya masih menjambak palakor tersebut. "Heh! Dasar pembantu ulung. Kamu saya kerjakan disini untuk bekerja. Bukan malah kerja kuda-kudaan sama suami orang!" Aluna semakin kencang menarik rambut Marni. "Aaaa, sakit!" Marni hanya bisa meringis merasakan sakit. "Sakit? Iya? Ini tidak sebanding dengan apa yang kamu lakukan, MARNI!" Teriak Aluna masih belum puas dengan pembantunya. BRUKH! Aluna mendorong tubuh Marni seiring j4mbak4n rambut dia lepaskan. Faiz hanya bisa diam saja ketika istrinya sudah marah seperti itu. "Apa? Mau kamu aku lempar?!" Aluna melihat ke arah sang suami ketika ia mencoba untuk membantu Marni. Melihat Marni terjatuh seperti itu membuat Faiz mengurungkan niatnya untuk membantu. Dia tidak menyangka jika istri yang selama ini terlihat lugu bisa membabi buta seperti ini. Ngeri. Hanya satu kata yang dapat Faiz ucapkan dalam hatinya. Isak tangis mulai terdengar Marni kesakitan akibat j4mbak4n juga dorongan kuat dari sang majikan. Ia pun tidak menyangka jika sang nyonya terlihat lugu lemah lembuat bisa melakukan ini semua pada dirinya. "Cup-cup. Gak usah nangis begitu dong, Marni. Saya tau kamu hanya pura-pura." Aluna mendekati Marni, sebisa mungkin ia menahan air mata nya nyaris terjatuh. "Pura-pura? Kamu gak liat saya kesakitan begini, hah?" Marni merasa geram. Prok Prok. Suara tepuk tangan Aluna layangkan ia merasa kagum pada pembantu yang dia bawa dari kampung. "Setelah kamu mendapatkan kepu4s4n dari suami saya. Kamu berani, Marni?" "Kenapa tidak, dia yang selalu datang pada saya dan menginginkan saya kapanpun dan dimana pun." ejek Marni, ia tersenyum sisnis. Deg. Lagi dan lagi kenyataan pahit harus dia terima suami yang selama ini terlihat alim juga menjaga pandangan pada lawan jenis membuat Aluna setiap hari jatuh hati pada lelaki tersebut. Nyatanya, semua itu demi menutupi kebusukan dia bersama pembantu, M e n j i j i k a n. Ha Ha Ha Tawa Aluna menggema pada seluruh ruangan kamar Marni. Sakit? Sudah pasti, dia berusaha terlihat tenang demi bisa melawan plakor yang tidak bisa berterimakasih. PLAK! Satu t a m p a r a n mendarat di pipi Marni, namun kali ini Faiz menahan lengan istrinya agar tidak lagi menyakiti Marni. Dia tidak setega itu membiarkan istrinya terus-terusan merog pada pembantunya. "Diam, kamu mas! Aku belum puas." Aluna berusaha melepaskan cengkraman Faiz. Namun, tenaga nya seolah habis membuat Aluna terdiam. Melihat sang istri bisa di kondisikan Faiz segera memberikan kode menggerakan mata melihat pada Marni. Gadis itu menganggukkan kepala mengerti dengan kode yang di berikan segera berdiri dan hendak melangkah. BRUKH! "Aaaaa!" jerit Marni. Langkah Marni tersandung oleh kaki jenjang Aluna yang sengaja dia rentangkan. "Ups, maaf sengaja." tanpa dosa Aluna berkata seperti itu membuat darah Marni seolah naik ke ubun-ubun. Terlihat dari mata nya yang merah juga kepalan tangan segera dia berdiri siap untuk melawan Aluna. Namun, belum juga tangan nya akan menyentuh pipi mulus sang majikan Faiz lebih dulu mencegahnya. "Jauhkan tanganmu, dari istri saya!" bentak Faiz membuat Marni melongo tak percaya. "A-apa, mas? K-kamu bela dia?"Beberapa tahun kemudian Faiz pun sembuh dari penyakitnya pria itu benar-benar menjaga dan juga mengkonsumsi obat herbal dan non herbal di rekomendasikan oleh dokter. Ia dan keluarganya pindah ke sebuah perkampungan dimana daerah tersebut masih asri dan juga banyak pondok pesantren. Faiz pun mulai mengikuti semua kegiatan di pondok pesantren guna mendamaikan hatinya yang belum bisa move on sepenuhnya dari Aluna. Bahkan pria itu ketika mereka masih berada di jakarta masih suka bulak balik ke klub malam demi mengusir rasa suntuk. Ayu menggiring anak serta cucunya untuk keluar dari kota tersebut demi kesembuhan keduanya. Terbukti setelah Faiz melakukan kegiatan postif ia akhirnya bisa benar-benar sembuh. "Assalamualaikum, Bang Faiz." ia menoleh melihat siapa yang datang. Pria itu pun menghentikan aktivitasnya sejenak. "Waalaikumsalam, iya dek. Ada apa?" jawab Faiz pada santri itu. "Abang di panggil pak Kiayi katanya suruh kesana." Deg. 'Ada apa ya?' batin Faiz. "Oh
Perkataan Ayu membuat pria berusia hampir memasuki kepala empat itu terdiam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini hingga membuat Faiz menunduk dalam-dalam.Isak tangis terdengar oleh Ayu membuatnya paham jika putranya tengah menyesali perbuatannya selama ini. Bahkan tidak hanya isak tangis berganti menjadi rancuan kalimat kalimat menyakitkan keluar dari mulut Faiz."Ampuni aku ya allah....," lirih Faiz dalam sujudnya.Setelah beberapa menit Faiz keluar dengan mata yang memerah bengkak karena menangis. "Bu, apa aku bisa bertemu dengan Aluna?" tanyanya."Aluna? Ibu gak tau kabar dia sekarang Iz.. Mungkin aja dia sudah menikah lagi. Tapi, kenapa kamu tiba-tiba ingin bertemu dengannya lagi?" Ayu penasaran."Aku hanya ingin meminta maaf. Itu saja bu gak ada mksud yang lain," "Papa, nangis?" suara Putra mengalihkan semuanya. Faiz pun segera memeluk anaknya menumpahkan segala rasa yang ada di dalam dirinya.Tidak peduli dengan apa yang dokter katakan dia hanya ingin meminta orang-ora
Ayu tidak tahu memberi tahu seperti apa pada putranya. Apa dia lebih baik tidak memberi tahu akan hal itu? Batin Ayu bertanya-tanya, namun jika dia tidak memberi tahu Faiz sudah pasti dirinya akan semakin merasakan sakit oleh penyakit yang di deritanya.Kebimbangan yang di rasakan oleh Ayu terlihat oleh Fani yang kini tengah memperhatikan dari dalam kamar."Bu." tegur Fani."Eh, iya Fan?" Ayu menoleh, perempuan paruh baya itu menoleh lalu menghampiri Fani dan cucunya."Ada masalah?" tanya Fani lagi, namun Ayu menggelengkan kepala tersenyum pada putrinya.Biarlah ini menjadi rahasia dirinya semoga apa yang di takutkan tidak terjadi. Ayu menyembunyikan hasil lab milik Faiz dia tidak mau jika Faiz semakin terpuruk dengan keadaannya."Ibu jangan bohong. Pasti terjadi sesuatu kan sama aa?" Fani menatap manik mata Ayu. Raffa dalam gendongan Fani hanya bisa meyimak saja obrolan orang dewasa itu.Ekspresinya begitu menggemaskan seperti orang yang mengerti saja mereka membicarakan apa."Enggak
Satu minggu berlalu Faiz di kabarkan jika hasil uji lab pemeriksaan dirinya sudah keluar. Ia diminta untuk datang ke klinik tersebut bersama pendampingnya."Baik, saya akan segera kesana," saat ini Faiz tengah bekerja di sebuah proyek pembangunan gedung bertingkat di jakarta.Faiz menatap satu persatu rekan kerja nya ia bingung harus meminta izin seperti apa. Dia baru saja keterima bekerja di proyek ini beberapa hari yang lalu jika harus meminta izin tentu saja tidak enak pada atasannya.Tapi, dia sendiri merasa penasaran dengan hasil uji lab apakah penyakitnya tidak separah itu hingga dia masih bisa bebas beraktivitas dengan orang-orang di sekitarnya.Sementara Ayu wanita paruh baya itu tengah mengurusi sang cucu yang baru lahir karena Fani belum bisa beraktivitas seperti biasa."Nenek, dedek bayinya kok tidur terus sih. Aku kan mau main," celoteh Putra membuat Ayu semakin gemas."Adik Raffa masih bayi, sayang. Jadi belum bisa di ajak main sama Putra," jelas Ayu. Pria kecil di sampi
Ayu menunggu Faiz keluar ia berada di sebuah tuang tunggu salah satu klinik di jakarta."Lama banget,Iz." gerutu Ayu menggu Faiz hampir 2jam."Maaf, bu. Ada beberapa pemeriksaan lagi. Hasilnya tidak langsung juga," jawab Faiz. Keduanya berjalan menuju apoteker untuk menebus obat."Semoga gak ada yang serius lagi ya,Iz.. Kita tidak punya banyak uang." keluh Ayu."Ibu doakan saja ya," Ayu menganggukkan kepala tersenyum pada putranya."Atas nama Faiz," suara lantang apoteker tersebut memanggil satu persatu pasien yang tengah menunggu antrian obat.Faiz menghampiri apoteker tersebut lalu menjelaskan rangakaian obat yang di berikan. Ada beberapa jenis yang harus di minum oleh pria dewasa itu."Em, maaf sebelumnya pak. Untuk saat ini bapak harus pisah alat-alat makan dengan keluarga. Jadi bapak punya khusus untuk makan dan minum serta sabun dan juga pasta gigi ya, pak. ujar apoteker tersebut menjelaskan.Deg."Separah itu?" tanya Faiz."Ini hanya dugaan ya, pak. Karena kami sudah memberika
Setelah pertemuannya dengan Marni, Putra sama sekali tidak merasa bahagia. Mungkinkah lelaki kecil itu memiliki trauma yang sangat mendalam? Pikir Fiaz."Put?" panggil Ayu."Iya, nek." bocah itu menoleh. Lalu memainkan mainan mobil-mobil yang sudah tidak berbentuk itu."Mainan itu sudah rusak nak, kenapa gak kamu mainin aja yang baru dari bunda kamu." bujuk Ayu agar Putra menerima semua pemberian dari Marni."Ini juga masih bagus, nek. Jalan nya juga gak macet-macet, aku suka ini aja." jawabnya penuh tanpa dosa.Ayu dan Faiz hanya bisa menghela napas kasar biarlah biarkan Putra bermain dengan mainan lamanya hingga merasa bosan.Faiz pun menyimpan kembali mainan baru dan juga barang lainnya pemberian dari mantan istrinya itu.Aws," keluh Faiz merasa sakit."Kenapa iz?" "Gak tau bu, tiba-tiba saja aku merasa tidak enak,""Ya sudah kamu istirahat saja." Faiz pun menganggukkan kepala kemudian merebahkan tububnya di atas tempat tidur.** "Mami, Papi kemana kok gak pulang?" tanya Angle. A