Share

3. Butik

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2022-10-31 13:43:44

Mendengar itu Mbak Tika menjatuhkan bahunya. Sebenarnya wanita itu tidak harus kaget mendengar berita ini, lantaran aku sudah menceritakan padanya jika suatu saat kemungkinan ini akan terjadi. Dia juga sudah tahu apa yang terjadi dengan rumah tanggaku dan Mas Riko.

Akan tetapi, kenapa Mbak Tika terlihat seperti tidak senang mendengar aku berencana untuk berpisah dengan mas Riko. Atau jangan-jangan dia akan merasa terbebani dengan kedatanganku?

"Mbak .... ?"

"Ah iya, Lis. Mbak sih terserah kamu saja. Toh, yang menjalani rumah tangga itu kamu. Nyaman atau tidaknya rumah tangga itu kamu yang merasakan," sahut Mbak Tika sambil menggerakkan tangannya menyuruhku duduk.

"Iya, Mbak, aku sudah mencoba bertahan. Kalau masalah keuangan aku juga tidak pernah mempermasalahkannya. Selama ini aku hidup dari uang penghasilan butik. Tapi yang membuatku memutuskan untuk pergi adalah Mas Riko sudah terang-terangan membagi cintanya."

"Mbak mengerti, Lis, sekarang kamu mau tinggal di mana?" Aku tersentak mendengar pertanyaan Mbak Tika. Bukankah kerabat satu-satunya yang kupunya adalah dirinya, tapi kenapa dia mengajukan pertanyaan seperti itu, seolah dia tidak mau menampungku.

"Aku tidak punya siapa-siapa lagi, Mbak. Untuk sementara, boleh 'kan aku tinggal di sini?"

"Boleh saja sih, cuma masalahnya di sini sudah tidak ada kamar kosong lagi." Mbak Tika tersenyum miring ketika selesai mengucapkan itu.

"Tapi yang di belakang itu 'kan ada satu kamar, Mbak."

"Oh ... itu ... sudah Mbak gunakan untuk gudang. Ribet lah kalau barang-barangnya harus disingkirkan. Penuh banget, lagian mau ditaruh di mana semua barang itu. Kamar yang di depan dan yang di atas juga sudah terisi semua oleh anak-anak Mbak." Mbak Tika menjelaskan tanpa aku minta. Aku bisa memaklumi lantaran Mbak Tika anaknya empat.

"Tapi Putri 'kan tidak tinggal di rumah, mungkin untuk sementara aku bisa tinggal di kamarnya." Aku teringat anak sulung Mbak Tika yang baru saja masuk kuliah di luar kota.

"Sekali-kali dia pulang, Lis." Mbak Tika menarik nafas berat.

Sudah berbagai alasan dia berikan, aku mengerti, intinya dia tidak mau menampungku di rumahnya.

"Minum dulu, Lis," titahnya setelah asisten rumah tangganya baru selesai menghidangkan jamuan.

"Iya, Mbak. Terima kasih." Aku meraih cangkir yang masih mengepul.

"Kamu cari kontrakan saja untuk sementara, Lis."  Akhirnya Mbak Tika memberikan solusi.

"Rencananya memang seperti itu, Mbak. Tapi nggak bisakah aku menginap barang satu atau dua malam saja di sini."

"Nanti deh, Mbak bantu carikan kontrakan. Kebetulan di dekat butik juga banyak kontrakan." Tanpa menjawab pertanyaanku Mbak Tika malah menawarkan bantuan untuk mencarikan kontrakan. Sebenarnya ada apa?

"Maaf Mbak, bukannya aku mengungkit. Tapi ini benar-benar kepepet dan aku butuh uang. Aku ingin menanyakan perihal rumah ini, bukankah aku juga mendapat bagian dari rumah ini?" Setelah berpikir sejenak, akhirnya Aku memberanikan diri bertanya perihal hakku atas rumahku ini.

"Tentu saja Lis, kakek 'kan cuma punya anak dua, Ibuku dan Ibumu. Jadi jelas saja rumah ini harus dibagi dua. Tapi Mbak juga butuh tempat tinggal, anak Mbak sudah banyak, jadi mungkin nanti kamu dikasih uang saja. Taruhlah kalau misalkan rumah ini seharga 300 juta, kamu dapat setengahnya."

"Maksudku juga begitu, kalau misalkan uangnya ada sekarang aku ambil sekarang, aku juga butuh tempat tinggal."

"Aduh, maaf banget, Lis. Dua bulan yang lalu anak Mbak si Putri 'kan baru saja masuk kuliah. Jadi uang Mbak terpakai. Sekarang Mbak cuma punya untuk biaya sehari-hari saja. Bagaimana kalau beberapa bulan lagi Mbak bayar."

"Tidak apa-apa, sih, Mbak. Untuk sekarang aku cuma butuh tempat berteduh saja, tapi kalau tidak ada tempat di sini aku berniat beli rumah. Jika Mbak belum ada uang itu, untuk sementara terpaksa aku mengontrak dulu."

Dengan perasaan kecewa akhirnya aku pasrah saja, sebab sepertinya Mbak Tika memang tidak mau memberikan tumpangannya untukku bareng semalam pun.

"Kalau begitu, kita berangkat sekarang saja, Lis. Sekalian Mbak serahkan butik itu sama kamu. Mulai hari ini kamu yang mengelolanya, nanti Mbak kenalkan dengan para karyawan di sana dan memberitahu kalau butik itu akan dipegang sama kamu." Mbak Tika bangkit, otomatis aku pun mengikutinya.

Akhirnya aku mengiyakan meskipun dalam hati masih bertanya-tanya, kenapa Mbak Tika kesannya tidak mau kalau aku tinggal di rumahnya. Bahkan sampai mau mengantarku ke Butik saat ini juga. Kalau dibilang cape, sebenarnya aku sangat cape karena baru saja menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Tapi apa boleh buat saat ini aku harus banyak-banyak bersabar.

Mbak Tika kemudian menyuruh pegawainya untuk memasukkan barang-barangku ke dalam bagasi mobilnya. Aku hanya duduk memperhatikan kakak sepupuku itu begitu lantang menyuruh pegawainya. Sementara Kayla masih terlelap di pangkuanku.

"Ayo, Lis!"

"Ah iya, Mbak."

Akhirnya saat itu juga Mbak Tika membawaku ke butik. Dan barang-barangku pun diturunkan di sana. Begitu turun dari mobil, sebelum memasuki area gedung berlantai dua itu, ponsel wanita yang tubuhnya agak berisi itu pun berdering. Setelah menjawabnya aku baru tahu itu telepon dari Mas Ardan, suaminya.

"Iya Mas, sebentar lagi aku sampai. Aku mampir ke butik sebentar, kebetulan kemarin ada pesanan baju yang minta selesai hari ini  dan kemarin sore aku belum sempat mengeceknya." Tak sengaja aku mendengarkan ucapan Mbak Tika untuk Mas Ardan, sontak saja mataku memicing.

Dia memang ke butik, tapi kenapa tidak memberitahu Mas Adnan kalau dia sedang mengantarku. Setelah penolakannya ketika aku bermaksud menumpang di rumahnya, sekarang Mbak Tika membuat teka-teki lagi dengan tidak jujur kepada Mas Ardan maksud dan tujuannya berada di butik ini. Soal pesanan itu mungkin saja benar, karena aku sama sekali tidak tahu menahu. Tapi apa salahnya Mbak Tika memberitahu suaminya itu kalau aku pulang dan dia akan menyerahkan butik ini padaku.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
tolol dan dungu. apa yg mau diharap dari perempuan lemah g berguna ini. mengurus suami g becus dan hubungan dg saudara juga
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karma untuk Suami Pelit   231. Menata Hidup

    Aku turun dari ojek tepat di depan rumah Pak Narto. Benar saja, di sini sedang ada pesta hajatan. Tapi pesta apa? Bukankah anak Pak Narto hanya Yesi yang belum menikah. Atau ... jangan-jangan yang dikhawatirkan Ibu benar. Yesi menikah dengan orang lain karena tidak ada kejelasan dariku. Pantas saja gadis itu tidak membalas pesanku apalagi mengangkat teleponku.Lututku lemas seketika. Tubuhku terasa ringan, kaki seakan tidak berpijak di bumi. Ingin bertanya pada orang yang berlalu lalang tapi aku tak sanggup mendengar jawaban mereka. "Gimana, Mas, mau balik lagi atau tidak?" tanya tukang ojek yang tadi kusuruh menunggu."Ya Mas, kita balik saja ke terminal." Aku bersiap untuk naik kembali ke atas motor."Bener, nih, gak jadi kondangan?" Entah ingin memastikan atau sekedarnya kepo, Mas tukang ojek bertanya lagi sebelum aku duduk di belakangnya."Iya, bener, Mas. Ayo!"Hilang sudah harapanku untuk mendapatkan Yesi. Ternyata Ibu benar, masalah itu jangan dibiarkan terlalu-larut. Buktinya

  • Karma untuk Suami Pelit   230. Pesta

    RikoPonsel kuletakkan di atas meja di ruang tamu. Baru saja Reka menelponku sambil sesekali terisak. Adik perempuanku itu ternyata sudah mengetahui tentang masa lalu Joan juga perasaan pria itu pada Lisa. "Kenapa Mas Riko tidak bilang sama aku kalau Mas Joan itu mantan pacarnya Mbak Lisa?"Aku tak bisa berkata-kata ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir adikku dengan lembut tapi penuh penekanan."Mas!? Mas Riko tahu 'kan kalau Mas Joan itu mantan pacar Mbak Lisa?" Reka mengulang pertanyaannya karena aku tidak menjawab."Bukan. Mereka tidak pernah berhubungan. Tapi Joan memang cinta sama Lisa.""Jadi Mas tahu tentang itu? Dan cintanya masih ada sampai sekarang. Itulah yang membuat aku tidak enak sebagai istri. Kenapa tidak bilang sama aku?""Mas tidak mau mematahkan kebahagiaan kalian. Melihat ibu begitu berbinar, Mas sangat senang.""Tapi pada akhirnya aku sakit hati, Mas! Mengetahui masih ada nama wanita lain di hati suamiku. Itu yang membuat aku jadi istri yang tak berguna.""

  • Karma untuk Suami Pelit   229. Wanita di Masa Lalu

    Timbul pertanyaan, jika Mas Joan tidak mengundangnya karena tahu dia mantan kakak iparku, berarti ada kemungkinan Mas Joan saling kenal dengan Mas Riko. Teringat saat lamaran tempo hari, Mas Joan pergi berdua dengan Mas Riko dengan alasan ingin berbicara secara pribadi.Aku Jadi curiga, apa di antara mereka ada urusan yang tidak aku ketahui."Tidak apa-apa, Bu. Meskipun saya tidak diundang, yang penting sekarang saya tahu kalau Reka sudah menjadi menantu Ibu. Saya ikut senang, karena Reka mendapatkan keluarga yang pasti menyayanginya." Mbak Lisa tersenyum sambil mengusap perutnya. Meskipun ada kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi wanita yang super sabar itu menutupinya dengan senyuman."Oh ya, kalian kenal di mana?" Mama Anita memberikan pertanyaan yang membuat aku bingung untuk menjawabnya.Aku saling pandang dengan Mbak Lisa. Ragu untuk menjawab karena khawatir Mbak Lisa tidak mau membuka masa lalunya."Reka ini ... mantan adik ipar saya." Akhirnya Mbak Lisa yang memberikan jawaba

  • Karma untuk Suami Pelit   228. Dirahasiakan

    Seminggu sudah aku menjadi istrinya Mas Joan. Tapi kebahagiaan sebagai pengantin baru yang sesungguhnya tidak aku dapatkan. Mas Joan ternyata tidak menyentuhku di malam pengantin kami. Begitupun malam-malam selanjutnya, bahkan tidur pun memunggungi. Ketika kami pulang dari hotel tempat resepsi diadakan saat itu. Kami baru saja memasuki kamar ketika Mas Joan mengajakku berbicara serius."Kamu tahu 'kan, pernikahan ini terjadi atas keinginan Mama. Jadi aku harap kamu juga mengerti kalau aku belum bisa menjadi suami seperti yang diinginkan," ucapnya datar tanpa menatapku.Aku terperanjat mendengar pernyataan pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu. Kupikir karena Mas Joan sudah menyetujui rencana Mama Anita, maka pria ini akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya."Kalau Mas Joan tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa Mas menyetujui rencana Mama? Padahal aku lebih baik ditolak daripada dinikahi tapi tidak dianggap.""Kamu jangan salah paham, Ka. Aku bukan tidak mengingink

  • Karma untuk Suami Pelit   227. Dingin

    RekaEntah apa yang dibicarakan oleh Mas Joan dan Mas Riko hingga mereka perlu mencari tempat untuk bicara secara privat. Mungkin Mas Joan ingin memintaku secara pribadi pada Mas Riko, secara mereka juga baru pertama kali bertemu. Sewaktu Mas Joan berkunjung tempo hari, kakakku memang belum ada di rumah Ibu.Sambil menunggu dua laki-laki itu kembali, aku berbincang dan menemani Ibu Anita dan Pak Adi. Mereka bertanya banyak hal tentang keadaan kampung ini. Dengan senang hati aku pun menjawab setiap pertanyaan mereka.Aku juga sempat berbincang dengan Ibu. Bertanya mengenai Mas Riko, karena aku belum sempat mengobrol dengan kakakku itu.Kata Ibu, kemarin Mas Riko datang bersama seorang wanita dan keluarganya. Mereka adalah orang yang selama ini membantu dan menemukan Mas Riko saat terlantar dulu. Rupanya kakakku itu punya hubungan khusus dengan gadis bernama Yesi itu. Sayangnya, Mas Riko tidak jujur tentang masa lalunya. Tentang dua kali pernikahannya, tentang Kayla, dan tentang penjara

  • Karma untuk Suami Pelit   226. Bukan Perjanjian

    JoanHari ini aku benar-benar mendapatkan kejutan besar. Setelah satu bulan yang lalu aku menyetujui keinginan Mama agar menikah dengan Reka, hari ini aku mendapatkan fakta bahwa Reka adalah adiknya Riko. Pria yang sudah mengambil Lisa dariku, tapi kemudian mencampakkannya.Pantas saja selama ini aku familiar melihat wajah gadis itu. Aku seperti mengenalinya, tapi tak tahu di mana. Rupanya karena memang Reka dan Riko itu mirip. Jelas saja, karena mereka adik kakak. Akan tetapi, karakter keduanya berbeda. Setahuku Riko adalah pria bejat. Itu saja, tak perlu aku merincikan seberapa brengseknya pria itu. Dengan menghianati Lisa saja sudah cukup bagiku melihat sisi buruk pria itu. Reka sebaliknya, gadis yang kukenali karena kecelakaan itu punya prinsip yang sangat kuat dalam hidupnya. Zaman sekarang, menemukan gadis yang tidak pernah pacaran itu hal yang sangat sulit. Inilah salah satu alasanku menyetujui rencana Mama. Kalau aku dulu menolak Bela, karena dia terlalu maniak bekerja hin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status