Alex sempat melempar pertanyaan kepada Bryan. Dan benar, Venmo Group anak perusahan ke 115 dari Zamadeus Enterprise. Jantung Alex berdegup lebih cepat. Ia mengatur napas sebelum menemui direktur Venmo Group.
“Permsiii…” ucap Alex sambil mendorong pintu. Diam sejenak di sebelah pintu sambil menatap Vania dan Tasha.
“Masuk, jangan diam saja,” perintah Tasha, “aku direktur di sini. Keahlianmu bagus juga.”
“Tentang malam itu. Aku! Tidak bisa memaafkanmu sampai kapanpun!” decak Tasha persis di depan wajah Alex dengan tatapan sinis.
Alex hanya bergidik merinding, dahinya berkerut, mencoba menarik kepalanya ke belakang. Jari-jari Tasha meraih rambut Alex, lalu menjambak tanpa ampun. Begitu geramnya Tasha kepada Alex.
“Statusmu di sini, hanya karyawan magang!” bisik Tasha di telinga kanan Alex dengan penuh rasa jengkel.
Tiba-tiba saja Yuda datang menjemput Tasha. Mereka akan menikmati malam minggu yang penuh makna ini.
“Kamu magang juga di sini.” Mendekat sambil tepuk tangan.
Bryan mendapat laporan dari Zaenal, pengawal sementara penganti Bryan. Tuan besar ngamuk setelah diperlihatkan kelakuan para atasan Venmo Group terhadap Tuan muda. Bryan tergopoh-gopoh menerobos tiga satpam.
“Minggir! Jangan halangi jalanku!” teriak Bryan memukul ketiga satpam sampai mimisan.
Melewati ratusan karyawan dengan baju masih compang-camping. Alarm darurat dinyalakan, suaranya begitu menggema sampai ke seluruh gedung tingkat sepuluh ini.
Brak…
Bryan mendobrak pintu ruang manajer sampai engselnya patah. Ia menahan memanggil Alex dengan sebutan Tuan muda.
“Anak ku!” seru Bryan dengan napas ngos-ngosan.
“Ayah…” balas Alex spontan.
Bugh…
Bugh…
Bugh…
Tasha melenggang pergi. Dia mementingkan dirinya sendiri dan membiarkan tubuh tunangannya babak-belur. Vania hanya diam dalam kengerian. Seakan tubuhnya ikut merasakan pukulan Bryan.
“Ayo, pergi dari sini.” Bryan memapah Alex.
“Kejar pria gila itu!” keras Tasha kepada seluruh karyawannya.
“Pergi jauh dari sini Tuan muda, mereka, biar saya yang urus,” lirih Bryan melepas rangkulannya.
Alex tidak bisa tinggal diam melihat pengawal sejati keluarga Madagaskar di keroyok 20 karyawan Tasha.
“Pergi Alex!” seru Bryan.
Alex melinting lengan kemeja sampai sikut. Membuka dua kancing atas. Mengerakkan kepala dan kepalan tangannya. Sayangnya, ia lupa bagaimana cara berkelahi dengan benar. Hasilnya, punggung Alex digebuk kursi sampai lima kali dan ia pingsan.
“Alex…” Bryan lari membopong Alex. Ia membawa Alex keluar dari kerusuhan di Venmo Group.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di sebuah rumah mewah dengan paduan warna putih. Rumah berlantai tiga ini berdiri di pinggir hutan dengan pemandangan pantai Rantih. Lokasinya tidak jauh dari kediaman Bryan.
Bryan menghubungi Tuan besar, “Tuan Mada, maafkan saya Tuan. Saya tidak bermaksud membuat kericuhan di Venmo Group.”
Lelaki dengan suara berat itu membalas, “Bagaimana kondisi putraku?”
Bryan tiada hentinya meminta maaf, “Tuan muda pingsan setelah dipukul lima kali dengan kursi. Maafkan saya Tuan, saya tidak bisa menjaga Tuan muda. Jangan hukum saya Tuan Mada, saya mohon.”
“Kamu sudah tidak pantas mendapat hukuman dari siapapun. Kamulah yang rela meninggalkan keluarga Madagaskar selama 10 tahun sampai berhasil menemukan Tuan muda,” jawab Tuan besar masih menonton kericuhan sampai berhasil menemukan pemicunya.
Tuan besar mengeram, rahangnya menguat, jari-jari tangannya membentuk kepalan, serta napasnya naik turun. Tasha dan Yuda menjadi santapan mentah pengawal keluarga Madagaskar.
“Vanka… Sanjaya… bedebah macam apa mereka!” Tuan besar menyebut nama keluarga Tasha dan Yuda. Kedua keluarga yang sering disanjung-sannjung oleh Tuan besar kini membuatnya marah besar.
“Zaen…” panggil Tuan besar menatap lantai, ia meratapi nasib putranya yang hilang dimakan ombak selama 15 tahun itu. “Aku ingin ke negara putraku. Ada yang perlu aku selesaikan.”
“Baik Tuan Mada, saya akan siapkan.” Zaen pergi menemui pilot pesawat pribadi Tuan besar.
Tuan besar melarang Bryan membawa Alex ke rumah sakit. Ini belum saatnya dunia tahu bahwa Tuan muda masih hidup. Bahkan Tuan besar masih menyembunyikan keberadaan putra pertama dari istri dan tiga anaknya.
“Bersiplah, Tuan besar segera datang,” kata Zaen melalui HT.
Semua jenis pesawat terbang ditunda penerbangannya sampai 15 menit. Tampang Tuan Mada tidak kalah beda dengan Alex. Zaen menemani Tuan besar sampai ke negara putra pertamanya.
“Cari foto lama keluarga Madagaskar bersama Tuan muda,” perintah Tuan besar menikmati langit biru.
“Silakan Tuan Mada.” Zaen memberikan ipad dengan sepuluh fotonya bersama Alex.
Mengeser foto satu persatu tak terasa Tuan besar meneteskan air matanya. Membayangkan dirinya berada di posisi Alex dengan hidup penuh penghinaan. Zaen memberikan saput tangan kepada Tuan besar.
“Berapa lama lagi kita terbang?” tanya Tuan besar menutup ipadnya.
“30 menit lagi,” balas Zaen menerima ipadnya.
“Tuan Mada, bukankah ini sama saja membongkar identitas Tuan muda,” kata Zaen sekadar mengingatkan.
“Tidak, aku hanya ingin bertemu dengan putraku. Masalah di Venmo Group aku serahkan kepada Bryan.” Di setiap lintasan Tuan besar disuguhi gedung pencakar langit miliknya.
30 Menit telah berlalu, semua bawahan Tuan Mada tidak ada yang tahu mengenai kedatangannya ke negara Granada. Kedatangannya yang dadakan tentu membuat bawahannya ketar-ketir.
“Berikan aku pakaian yang kotor,” permintaan yang aneh dari Tuan besar membuat Zaen kebinggungan.
“Maaf Tuan, baju kotor untuk apa?” tanya balik Zaen memastikan telinganya tidak salah dengar.
“Aku tidak ingin kedatanganku di sambut meriah.” Tuan Mada menunggu di pesawat cukup lama sampai Zaen mendapatkan sepasang pakaian kotor.
Zaen berlari ke sebuah toko di bandara. Ia membeli semir sepatu kemudian mencoreng-coreng kemeja putih yang ia kenakan. Zaen kembali ke pesawat menggunakan kaos pendek hitam berlapis jas.
“Ini Tuan.” Zaen membantu Tuan Mada merapikan pakaian yang dilepasnya.
“Ayo turun,” ajak Tuan besar kepada Zaen.
“Tunggu, kenapa dengan wajah Tuan?” Zaen mengambil saput tangan, hendak membersihkan wajahnya. Para pengawal keluarga Madagaskar memiliki hati yang begitu lembut. Mereka tulus mengabdi sampai mati pun mereka akan tetap menjadi abdinya.
“Ini yang dilakukan Bryan selama 10 tahun.” Tuan Mada menuruni anak tangga langsung menjadi sorotan para penumpang lain.
Zaen mengotori kaos dan wajahnya, juga rambutnya di buat acak-acakan. Jadinya mereka seperti gembel. Tuan Mada memilih jalan kaki ratusan kilo sambil menghitung jumlah perusahaannya.
“Sedikit lagi kita sampai Tuan,” kata Zaen mengekori Tuan Mada.
“Kenapa sepi sekali.” Tuan Mada mengedarkan pandangannya. “Bryan benar-benar menggunakan mobilnya.”
Tuan Mada berjalan menyusuri pinggiran hutan sampai menemukan rumah mewah yang dinyatakan milik Tuan muda. Bryan mengompres beberapa luka Alex. Ia melihat dua orang dengan cara jalannya persis seperti Tuan besar dan Zaenal.
“Tuan Mada…” sebut Bryan. Ia tergesa-gesa menuruni anak tangga.
Begitu pintu terbuka, keenam pasang mata saling tatap. Bryan tunduk hormat. Tuan Mada menyelonong masuk melewati Bryan.
“Di mana putraku?” tanya Tuan Mada.
“Tuan muda masih belum sadar Tuan,” balas Bryan sambil menarik lengan Zaenal.
“Ada apa dengan pakaian Tuan besar? Kenapa kamu nekat membawa Tuan Mada keluar tanpa pengawalan khusus? Kamu yakin tidak ada orang yang melihat?” Bryan menghujani Zaenal dengan berbagai pertanyaan.
“Tenang saja, ini aman,” balas Zaen melepas cengkeraman Bryan.
“Aman? Katamu aman? Di sini tidak ada yang aman!” Suara Bryan lirih tapi tegas. “Kamu berani menghancurkan penyamaranku selama 10 tahun ini?”
Tuan Mada berada di lantai dua, akan naik ke lantai tiga. Bryan merasa keberadaan Tuan Mada tidak aman. Bryan mengaris bawahi, Zaenal harus bawa Tuan Mada kembali ke negara asalnya.
Bryan segera menunjukan kamar Alex. Membuka pintu lalu menjulurkan tangan mempersilakan Tuan Mada masuk. “Alex putraku, sungguh putraku. Ini bukan mimpi, dia sangat mirip denganku,” kata Tuan Mada ingin sekali menyentuh pipi putranya itu. “Nahas sekali nasibmu Tuan muda.” “Benar Tuan Mada, Tuan Alex sangat mirip denganmu.” Bryan mulai kagum dengan pahatan wajah Alex yang hampir sempurna. “Bryan, atasi semua masalah di Venmo Group.” Tuan besar menuju ke sofa. Matanya tidak lepas dari sosok lelaki bertubuh tinggi agak kurus itu, Alex.Bryan dan Zaen komunikasi lewat tatapan mata. Ia sepakat tidak akan menganggu Tuan besar yang masih ingin memandang Tuan muda. Bryan merancang kata-kata sedetail mungkin, mulai dari menemukan Tuan muda sampai Tuan muda pingsan. “Aku harus membawa putraku kembali ke keluarga Madagaskar.” Tuan Mada melihat putranya lebih dekat lagi. “Tuan Mada, sebaiknya biarkan Tuan muda bersemayam di rumah ini,” b
Bryan tidak bisa pergi menemani Alex ke acara makan malam Tasha. Ia terbang menemui Tuan besar dan mengembalikan gulungan kertas yang ia temukan di bawah sofa. Bryan melenggang pergi tanpa pamit. “Bryan… boleh aku pinjam mobilmu?” Alex mencari pengawalnya itu dari satu ruang ke ruang lainnya. “Di mana kamu Bryan?”Alex memutuskan naik ojek sampai ke hotel Andalusia. Tak ada satu pun yang menyambut dan mengajak bicara Alex. Mereka sibuk membahas pekerjaan dan jabatannya. “Kita apakan karyawan magang itu?” tanya Tasha kepada Yuda.“Aku ada cara.” Yuda menemukan ide brilian. Lalu ia berseru memanggil Alex. “Alex…” panggilnya. Tasha mengambil bubuk obat dari tasnya. Ia tuangkan ke minuman bersoda milik Alex. Yuda membawa Alex bergabung dengannya. Yang benar saja di acara makan malam ini ada Davin dan Lydia. “Kamu di undang jadi tamu atau tukang bersih-bersih?” lontar Davin dari meja sebelah. Beberapa tamu yang mendengar cacian Davin palah tertawa. Yuda mengangkat telapak tangan
Ingin sekali rasanya mencibir Tasha sampai habis-habisan. Tapi mungkinkah Alex bisa melakukan itu. “Ciih!” Hanya ini yang keluar dari mulut Alex, itupun lirih. Vania memberi beberapa tugas kepada Alex dan harus selesai hari ini. Alex diam-diam menghubungi Bryan. Satu permintaan lagi, cari tahu siapa sebenarnya Vania ini. Kenapa dia selalu diam saat orang lain tertawa menghina. “Baik Tuan muda,” balas Bryan selalu siap siaga. “Alex,” panggil Abiyaksa komisaris Venmo Group. Mengiring Alex ke ruangannya. “Beritahu saya tentang latar belakangmu.” Abiyaksa memastikan Alex benar dari keluarga Madagaskar. Sebelum Alex bertemu dengan keluarga aslinya. Ia akan tetap mengaku sebagai gelandangan yang dipungut oleh nenek tua dan ditelantarkan oleh anak-anaknya. Masalah biaya pendidikan Alex tidak pernah tahu. “Saya diasuh oleh nenek tua dan ditelantarkan begitu saja.” Alex menyingkat ceritanya. “Orang tuamu?” tanya Abiyaksa menaikkan alis.“Belum pernah bertemu setelah kejadian nge
Rumah mewah yang dirahasiakan dan sengaja dijauhkan dari kerumunan warga ini mulai terbongkar. Kedatangan Sanjaya membuat Bryan was-was. “Dari mana mereka tahu alamat ini?” tanya Bryan pada dirinya sendiri saat menutup pintu. “Mereka bicara apa Bryan?” tanya Alex membawa segelas air putih yang diambilnya dari kulkas. “Mereka hanya minta jangan hentikan suntikan dana ke Golden Key, itu saja.” Bryan menepuk pundak Alex sambil berkata, “jangan takut.” Alex menjawab dengan senyuman. Sanjaya dan putranya itu memiliki watak yang hampir sama. Serakah, sombong, dua itu sangat melekat pada diri mereka. Pagi-pagi sekali Bryan membuat sarapan, menyiapkan baju, sampai memanasi mobil untuk berangkat Tuan mudanya. “Tuan muda bangun, sudah jam setengah lima.” Bryan membangunkan Tuan muda layaknya membangunkan anaknya. Ia usap rambutnya, menepuk-nepuk pipinya pelan, mengoyang-goyangkan kakinya sampai bangun. “Tuan muda…” bisik Bryan ditelinga Alex. “Ayah…” jawab Alex membuka matanya pel
Pagi itu tiga pengawal keluarga Madagaskar saling membantu menyiapkan keperluan Tuan mudanya. Tiga pengawal itu sudah rapi dengan jas hitam dan kemeja putih. “Selamat pagi Tuan muda,” sapa Zaen menarik kursi untuk Alex. “Aku bukan Tuan mudamu? Kenapa kamu ada di sini? Dan kamu siapa lagi?” Alex binggung setelah bangun pagi sudah ada dua orang asing. Semalam Alex pulang hanya dengan Bryan. Zaen dan Irawan datang sekitar jam dua pagi. Kedatangan Zaen dan Irawan sudah diatur Bryan. Bryan sengaja mencarikan jalan yang sepi supaya tidak banyak orang yang tahu. “Dia Zaen, yang menemani Tuan muda kemarin. Dia Irawan, yang menemukan identitas Vania. Keduanya pengawal sejati keluarga Tuan muda,” jelas Bryan mengambil beberapa piring. “Ada keperluan apa kalian ke sini?” tanya Alex balik, “bagaimana dengan rumah ini Bryan?”“Selain mengawal Tuan muda, kami ada keperluan sendiri,” balas Zaen tidak ingin Alex tahu masalah mereka. Zaen dan Irawan pergi ke Orbit Company setelah Tuan muda
Alex kembali dengan wajah masam dan kecewa. Bryan menyapa dan mencoba menghiburnya. “Bryan, bagaimana dengan masa depanku?” tanya Alex dari balik selimut tebal. “Tuan muda tidak perlu khawatir.” Bryan memancarkan senyum kepada Alex sambil membawa nampan berisi makanan dan susu. Bryan diskusi bersama Irawan dan Zaen di lantai satu. Mereka membicarakan nenek Rida. Alex sedih karena tidak bisa membawa nenek Rida. Bryan membeberkan cerita masa kecil Alex bersama nenek Rida. “Kenapa baru sekarang kamu mengakuinya?” lontar Zaen, pertanyaan ini memang pantas ditanyakan. “Butuh waktu untuk mengakuinya,” jawab Bryan selanjutnya, “semua harus diperhitungkan dengan teliti.” Setianya Bryan kepada keluarga Madagaskar sudah tidak perlu di uji lagi. Sudah terbukti, buktinya Bryan rela bertahun-tahun menyamar demi Tuan mudanya. “Tuan muda ingin kita bagaimana?” tanya balik Irawan. “Tidak tahu, Tuan muda cenderung diam dan ingin menyelesaikan sendiri,” jawab Bryan menggelengkan kepala.
Entah kebetulan atau apa. Alex harus melayani Yuda dan Tasha. Bartender di bar serdadu tidak ada yang berani melayaninya karena mereka tamu VIP. Di mana ada satu kesalahan ancamannya pecat. “Silakan Tuan, ini pesanannya.” Alex menyajikan dua botol anggur bersama gelasnya. “Ambilkan aku es batu,” perintah Tasha menyibakkan rambut lalu melipat tangannya di depan perut. “Tunggu sebentar.” Alex segera membalikkan tubuhnya. “Tunanganku sebentar lagi punya jabatan di Golden Key. Tidak kayak kamu, dimana-mana hanya jadi karyawan magang.” Dahinya berkerut, matanya bergerak menuju ke gelas anggur. “Tuangkan untukku.”Genggaman tangan Alex segera membuka tutup botol, segera ia tuangkan. Ia melayani semua pelanggan tanpa membeda-bedakan. Mendengar ocehan Tasha, Alex hanya diam dan tersenyum. Tasha matanya merem saat menengak minuman yang terasa agak pahit ini, “Pastinya kamu tidak bisa seperti tunanganku.”“Bagaimana dengan ganti rugi mobilku, masih sanggup bayar?” tambah Yuda, dari ta
“Saya tidak tahu Tuan muda, Papa hanya ingin bicara dengan Tuan muda?” Zaen segera membeli tiket VIP ke negara Arbania. Kedua kalinya Alex menikmati fasilitas pesawat VIP tanpa mengeluarkan uang sepersen pun. Satu permintaan Tuan muda yang sangat ingin dikabulkan oleh dua pengawalnya ini. Yaitu, sangkut pautkan Vanka dalam masalah Tasha kepadanya. “Kenapa aku tidak percaya penuh kalau dia papaku?” lontar Alex menundukkan kepala. Bryan segera mencari beberapa foto 15 tahun lalu. “Ini foto Tuan muda bersama keluarga Madagaskar.” Di foto itu ada Bryan dan tujuh pengawal yang hanyut di lautan. “Tujuh orang ini siapa Bryan, dia pengawal Madagaskar?” Bryan memperbesar tubuhnya yang mungil di layar ipad. “Kenapa mereka tidak bersamamu?” Bryan hanya menggelengkan kepala lalu menjawab dengan terbata-bata, “Mereka tenggelam bersama Tuan muda.” Alex mendekatkan wajahnya. Ia kira Bryan sedang mengarang cerita. Alex mengeser foto berikutnya, foto tujuh pengawal bersama Tuan muda. “Teng