Share

Pembelaan Pengawal Sejati

Bryan segera menunjukan kamar Alex. Membuka pintu lalu menjulurkan tangan mempersilakan Tuan Mada masuk.

            “Alex putraku, sungguh putraku. Ini bukan mimpi, dia sangat mirip denganku,” kata Tuan Mada ingin sekali menyentuh pipi putranya itu. “Nahas sekali nasibmu Tuan muda.”

            “Benar Tuan Mada, Tuan Alex sangat mirip denganmu.” Bryan mulai kagum dengan pahatan wajah Alex yang hampir sempurna.

            “Bryan, atasi semua masalah di Venmo Group.” Tuan besar menuju ke sofa. Matanya tidak lepas dari sosok lelaki bertubuh tinggi agak kurus itu, Alex.

Bryan dan Zaen komunikasi lewat tatapan mata. Ia sepakat tidak akan menganggu Tuan besar yang masih ingin memandang Tuan muda. Bryan merancang kata-kata sedetail mungkin, mulai dari menemukan Tuan muda sampai Tuan muda pingsan.

            “Aku harus membawa putraku kembali ke keluarga Madagaskar.” Tuan Mada melihat putranya lebih dekat lagi.

            “Tuan Mada, sebaiknya biarkan Tuan muda bersemayam di rumah ini,” balas Bryan.

            “Aku akan membawa putraku saat pembacaan wasiat dan pembagian warisan nanti.” Tanpa Bryan usir, Tuan Mada tidak ingin berlama-lama di negara ini. Mobil karatan itu sebagai transportasi ke bandara.

Sang pilot sudah menyiapkan diri. Pesawat itu melintasi atas rumah pemberian Bryan. Tidak lama kemudian Tuan muda mulai terbangun. Memegangi tengkuknya, mencium bau sangat wangi. Bryan segera meniliki Tuan muda.

            “Tuan muda…” Bryan mempercepat jalannya, tangannya melingkari pinggang Alex dan membantunya duduk.

            “Rumah siapa ini?” Pandangan mata Alex menatap rak buku dan berbagai benda-benda yang belum pernah ia lihat. “Di mana jam tanganmu?”

            “Masalah jam tangan,” balas Bryan tersenyum sambil memegangi lengan kirinya. “Itu saya simpan, toh itu barang mahal.”

Alex manggut-manggut percaya. Keselamatan Tuan muda baginya sangat penting.

            “Rumah ini resmi milik Tuan muda.” Alex menunjuk langit-langit kamar.

            “Aku tidak butuh rumah semewah ini.” Alex melangkahkan kakinya pelan-pelan.

Punggung dan kepalanya terasa amat sakit. Ia teringat dengan kewajibannya pagi ini, magang di Vanmo Group. Sebelum Tuan muda turun untuk sarapan. Bryan menghubungi Abiyaksa, komisaris Venmo Group.

            “Selamat pagi Pak Abiyaksa. Pagi ini saya ingin bicara dengan bapak. Bisakah Pak Abiyaksa meluangkan waktunya sebentar?” Tiap detik Bryan memandang anak tangga. Siapa tahu Tuan muda sedang menguping.

            “Bisa.” Orang yang ditunjuk langsung oleh Tuan besar ini selalu melakukan tugasnya dengan baik. Ia tidak pernah membangkang dengan perintah.

Derap langkah Alex mulai terdengar. Bryan menutup gawainya dan menyiapkan sepiring sarapan dan segelas susu untuk Tuan mudanya itu.

            “Minum susu ini supaya Tuan muda terasa lebih sehat.” Bryan menghidangkan di hadapan Alex.

            “Tuan muda, masih ingat. Kemarin Tuan memanggilku Ayah…” Topik pembicaraan Bryan membuat Alex tidak nafsu makan.

            “Ayah! Tidak mungkin, kamu pikir ingatanku bisa kembali normal. Tiba-tiba perutku tidak lapar.” Alex mengeser sepiring makanannya.

Bryan terdiam sambil memahami perkataan Alex. Ingatan, kembali normal? Kata-kata itu membuat Bryan berpikir keras. Alex menenteng tas kerja dan pergi mencari ojek di sekitar jalan Rantih.

            “Mungkinkah Tuan muda mengalami amnesia pasca hilang ditelan ombak.” Bryan menghentikan kunyahannya. Di teguknya air putih sampai tandas. Ia segera menyalakan mobil rongsoknya dan mencari Tuan muda.

Bryan melihat punggung Alex menghilang di tikungan. Berhentilah ia di samping Alex.

            “Tuan muda…” panggil Bryan turun dari mobil. “Biar saya antar.”

            “Semalam orang tuaku datang lewat mimpi,” kata Alex memangku tas kerjanya.

            “Bagaimana dengan wajahnya?” Bryan belum bisa menjelaskan yang sebenarnya. Ia menunggu waktu yang tepat.

            “Wajah dan bajunya sangat kotor macam gelandangan. Benarkan dia orang tuaku, benarkah dia Madagaskar?” Setelah itu tidak ada percakapan lagi.

Bryan membiarkan Alex jalan lebih dulu. Ia akan masuk menemui Abiyaksa di ruangannya. Baju compang-camping, berjalan tunduk melewati beberapa karyawan yang baru saja berangkat. Seperti hari kemarin, Bryan mendapat cacian.

            “Ada yang perlu di bantu Pak?” tawar Vania beramah tamah kepada Bryan.

            “Di mana ruangan Pak Abiyaksa.” Baru saja dibicarakan, Abiyaksa muncul dari belakang Bryan.

Vania mengantar Bryan sampai depan ruangannya. Sedangkan, Abiyaksa menemui karyawan magang yang baru.

            “Ada perlu apa Pak Bryan?” Abiyaksa mempersilakan Bryan duduk kembali.

            “Sudah lihat kelakukan bawahanmu kepada karyawan magang baru itu,” tunjuk Bryan ke sembarang arah. “Saya ingin anda adil atau saya bisa pecat anda sekarang!”

Tujuan Bryan ingin memuliakan Tuan mudanya. Mendengar bisa pecat anda sekarang, Abiyaksa mulai murka. Ia meminta Bryan mengulangi perkataannya. Alex menyusup masuk dan menarik mundur Bryan.

            “Lepaskan Tuan muda,” lirih Bryan tidak ingin menyakiti hati Alex.

            “Jangan memperkeruh suasana Bryan.” Alex menyeret Bryan keluar. Namun, ia ngotot dan kembali menantang Abiyaksa.

Alex mendapat ancaman dari Tasha, kalau tidak membawa pergi orang tuamu. Alex bakal dipecat dan Tasha akan mengumumkan di seluruh perusahaan di negara Granada supaya tidak menerima Alex sebegai karyawan.

            Brak…

            “Jadi kamu orang tuanya, pantas! Tidak ada bedanya!” Abiyaksa mengira Bryan terlalu berani. Ia membalas dengan lebih berani lagi, “Kamu tahu, aku ditunjuk langsung oleh Bos besar. Hanya Bos besar yang bisa menghentikanku, bukan kamu. Dasar manusia tidak tahu tatanan!”

            “Aku atau bawahanmu yang tidak tahu tatanan?” Bryan melangkah lebih dekat. “Orang-orang mu terlalu munafik dimataku!”

            “Bryan, sudahlah. Ini bukan tempat yang bagus untuk berkelahi.” Alex mendorong Bryan mundur. Bryan menampel tangan Tuan mudanya itu.

Abiyaksa memanggil tiga satpamnya. Mereka masih trauma dengan pukulan Bryan kemarin. Ketiga satpam itu hanya diam di belakang Bryan. Tidak ada satupun yang berani menyentuh pengawal sejati keluarga Madagaskar.

            “Kalian bertiga, keluar!” usir Bryan keras. Wajahnya merah padam. “Masih berani melawanku! Berani!”

            “Siapa kamu sebenarnya? Penguasa di kantor ini! Kamu hanya orang gila yang butuh tambahan uang!” sentak Abiyaksa suaranya menembus beberapa ruangan.

            “Aku terlalu marah pada kalian!” Bryan sudah tidak bisa mengendalikan emosinya. Ia juga tidak bisa mendengar Tuan muda selalu dicaci-maki, selalu diremehkan. “Asal kamu tahu, dia putra pertama keluarga Madagaskar.”

Gerakan tangan Abiyaksa mengusir ketiga satpamnya. Setelah saling bentak kini diam bagaikan orong-orong terpijak. Bryan membuat kesepakatan supaya menyembunyikan identitas Tuan muda setelah tahu kebenarannya.

            “Sayangnya, karyawanmu sudah melampaui batas. Orang-orangmu berani memukul Tuan muda sampai pingsan. Sekarang, kamu hanya nunggu panggilan dari Tuan besar Madagaskar.” Bryan melenggang pergi.

Kebetulan Bryan ketemu dengan Tasha. Perempuan itu hendak menemui Abiyaksa. Abiyaksa mengumpulkan para manajer dan direktur di ruangannya. Bryan mengamati Tuan muda dari kejauhan. Ia juga tidak mengungkap identitas aslinya.

            “Kamu, Tasha! Kamu pikir setelah jadi direktur terus bertindak seenaknya kepada karyawan magang di sini!” Abiyaksa bersungut-sungut, ia takut dipenggal kepalanya oleh Tuan besar.

            “Gara-gara orang tua bedebah itu, aku jadi kena marah.” Tasha terdiam namun hatinya berapi-api menahan letupan amarah.

            “Kalau begini semuanya jadi kacau!” Abiyaksa merasa dirinya ada di titik tersulit. Di mana ia harus menanggung ulah bawahannya.

Tasha keliling kantor sampai menemukan keberadaan Alex. Ia ada di lantai dua. Tasha merencanakan acara dengan Yuda. Mereka mengajak Alex datang ke acara makan malam bersama atasan yang lain.

            “Aku mengajakmu makan malam bersama para komisaris dan direktur perusahaan di negara ini nanti malam,” ajak Tasha dengan manis.

Berhubung sifat Alex yang berubah drastis, ia tidak berani membangkang. Akhirnya ia mengangguk dan mengatakan bisa. Sesampainya di rumah Alex menjelaskan kepada Bryan kalau dirinya di ajak makan malam.

            “Tuan muda akan berangkat?” tanya Bryan memilah-milah baju kerja Alex besok pagi.

Alex mengangguk tanpa bersuara.

            “Kenapa tidak Tuan muda tolak, Tasha bakal meremehkan Tuan muda di depan para komisaris dan direktur.” Alex bersikukuh akan berangkat.

Tiba-tiba Bryan menemukan gulungan kertas di bawah sofa. Ia tidak berani membuka sebelum ada perintah dari Tuan besar. Ada satu kalimat yang dibaca Bryan yaitu, Andara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status