Sebelum masuk ke ruangan Davin, Alex menyempatkan menelpon Bryan. Ia mengaturkan keinginannya.
“Bryan…” panggilan pembuka Alex.
“Bagaimana Tuan muda?” tanya balik Bryan.
“Orbit Company, apakah itu milik keluargaku? Jika benar, aku ingin menjadi karyawan tetap di sana. Bisa kamu kabulkan permintaanku?” minta Alex menelpon di tempat sepi, tepatnya di gudang.
“Benar Tuan muda, bahkan saya bisa menjadikan Tuan muda sebagai komisaris sekaligus,” jelas Bryan, tidak lama kemudian sambungan diputuskan oleh Alex. Artinya dia akan dimenangkan di Orbit Company.
Berjalan tegap penuh percaya diri, untaian-untaian menjengkelkan berhasil dilaluinya. Berdirilah di depan pintu ruangan Davin. Merapikan kemeja dan tatanan rambut belah samping lalu masuk.
“Setelah saya kembalikan sahamnya, bolehkan saya menjadi karyawan tetap di Orbit Company Pak?” tanya Alex penuh harap.
Brangkas uang dibuka Davin. Mundur satu langkah, mengigit bibir bawah, dan mengangguk, “Karyawan tetap? Namamu saja sudah jelek di mata karyawan lain! Ambil gajimu, sekarang pergi dari kantorku!”
Rekan kerja Alex yang seruang saja membujuk Davin untuk memecatnya. Banyak dari mereka tidak setuju Alex di jadikan karyawan tetap. Ia sempat di lirik pemilik Orbit Company karena kinerjanya bagus. Dan dia pantas dijadikan komisaris.
“Di mana karyawan magang yang membuat saham kita lenyap?” Laki-laki paruh baya ini bernama Bayu Guntur.
“Baru saja pergi,” jawab Davin menunjuk pintu ruangannya.
“Panggil!” perintah Bayu merobohkan tubuhnya di sofa.
Alex mengikuti lengkah Davin. Ia sangat menghargai kehadirannya Bayu. Bahkan Bayu membolehkan Alex duduk di sebelahnya. Sedangkan, Davin dibiarkan berdiri bagaikan satpam. Mimik wajah yang tadinya lesu. Sekarang kembali sumringah.
Bayu menepuk pundak Alex, “Kinerjamu cukup bagus, jadi kamu saya angkat jadi karyawan tetap. Bagaimana kamu senang?”
“Terima kasih Pak Bayu,” balas Alex sumringah.
“Tapi, dia sudah mencoreng nama perusahaan kita Pak?” tolak Davin, ia sepakat dengan karyawan lain supaya menyingkirkan Alex dari kantornya.
“Kamu benar, kita tidak bisa merekrut penghianat, hah…” keluh Bayu menatap sepasang sepatunya.
“Tolong pertimbangkan lagi Pak. Saya tidak ada pekerjaan lagi selain di kantor ini.” Wajah Alex kembali kusut. Namun, ia harus terima keputusan dari Bayu selaku atasannya langsung.
Bayu bergeming cukup lama. Mempertimbangkan ucapannya tadi. Bayu dan Davin bicara empat mata. Davin membujuk supaya tidak menambah karyawan tetap lagi dengan alasan Tuan Besar akan marah.
“Alex, terpaksa kami harus pecat kamu. Silakan tinggalkan kantor kami.” Keputusan Bayu tidak bisa diterima.
“Setelah memujiku kalian menjatuhkanku? Begitu cara main kalian!” Kepalan tangan Alex semakin erat. Bugh… Alex memukul pipi Davin, “Kamu pantas menerima ini!”
Alex geram dan ingin berseru, aku putra keluarga Madagaskar pemilik Orbit Company. Ia tahan kata-kata itu, ini belum saatnya semua orang tahu. Ia juga rela hidup dikecam dan direndahkan oleh semua orang.
“Di mana kamu Bryan…?” Alex mendatangi kediaman Bryan, gedung lama jalan Rantih. Di sana hanya ada satu gedung itu dan tidak ada rumah warga.
“Apakah berhasil Tuan muda?” tanya Bryan muncul di belakang Alex.
“Mereka tetap tidak menerimaku,” adu Alex menundukan kepala dalam-dalam.
“Bagaimana bisa Tuan muda, saya sudah bicara dengan Pak Bayu.” Bryan tetap mencari cara supaya keinginan Tuan mudanya tercapai. “Pasti gara-gara si biang kerok itu! Tuan muda, apakah saya perlu pecat direktur itu?”
“Davin? Tidak perlu, biar aku yang pecat sendiri,” balas Alex rahangnya mengeras.
Pengawal keluarga Madagaskar berhasil melacak riwayat kesehatan Alex dan masa lalunya. Lima tahun lalu Alex mengalami pencangkokan jantung akibat dikejar masa karena mencuri roti dari pedagang kaki lima, alhasil dia ditembak dan dihukum.
“Tuan muda, boleh saya bertanya?” Bryan minta izin kepada Tuannya itu.
“Ya.” Alex meratapi kesedihannya.
Meyakini dari keluarga super kaya saja tidak membuatnya puas. Ada penghianatan yang harus ia bayar lunas.
“Lima tahun lalu-“ Belum selesai bicara, Alex membalas, “Bryan, aku tidak ingat masa itu.”
“Baik Tuan muda.” Bryan menyudahi pertanyaannya. “Tuan muda tenang saja, masalah di Orbit Company segera saya bereskan.”
Bryan menghubungi Bayu di depan Alex. Bryan berusaha menyembunyikan identitas asli Tuan muda. Alex merapikan berkas lamaran pekerjaannya. Beberapa perusahaan ternama menjadi incarannya, terutama Venmo Group.
“Tuan muda…” Bryan mencari ke dalam kamarnya. “Tuan muda…”
Terlalu asyik marah sampai Tuan muda diabaikan. Mencari Tuan muda dengan mobil karatan kesayangannya.
Grekkk…
“Tuan muda,” panggil Bryan berhasil menemukan Alex. Ia berjalan menyusuri trotoar mencari tumpangan. Alex membuka pintu mobil. Mereka berdua cukup menikmati perjalanan sampai ke Venmo Group.
“Saya bisa jual jam tangan ini demi keperluan Tuan muda.” Bryan mengeluarkan surat pembelian jam tangan itu dengan harga 12 milyar rupiah.
“Aku tidak butuh uang sebanyak itu,” tolak Alex turun dari mobil. Mereka telah sampai di parkiran Venmo Group.
Para karyawan lama saling bisik mencaci kendaraan Alex. Bryan menggunakan baju compang-camping dan wajahnya dibuat kusam. Alex menemui satpam di pos depan. Berkas lamaran ia berikan kepada Sang Satpam.
“Alex sandi Madagaskar.” Sang Satpam membaca nama Alex penuh serius. Ia juga menatap pakaian Alex dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pandangan matanya tidak luput dari lelaki bertubuh tegap, “Dia orang tua mu?”
“Ya, saya butuh pekerjaan ini Pak. Tolong bantu saya,” mohon Alex matanya berkaca-kaca.
“Sayang sekali, tidak ada lowongan.” Membuka berkas menatap nilai Alex yang begitu menakjubkan. Deretan A+ menghiasai lembaran nilainya. “Nilaimu cukup bagus, biar Bu Bos saja yang menentukan.”
Tidak lama kemudian Sang Satpam kembali menemui Alex. Ia disuruh menemui manajernya langsung.
“Tuan muda ini kesempatan yang bagus,” kata Bryan lirih, hanya mereka berdua yang dengar.
Alex mulai mendorong pintu ruangan manajer yang bernama Vania Pramesti Andara. Nama yang enak di dengar. Tubuh langsing wanita muda seumuran Alex membalikkan badannya dengan anggun.
“Kamu…? Kita pernah bertemu bukan?” Vania mulai membuka lembaran nilai Alex.
“Maaf membuatmu tidak nyaman,” tunduk Alex memandang manajer muda tanpa kedip selama 15 detik. Ia tersipu dengan pesona manajer muda itu.
“Kamu saya terima, ada yang ingin ditanyakan lagi?” Mendengar kamu diterima saja Alex langsung ingin lompat setinggi mungkin.
Wajahnya kembali bersinar. Sudut bibirnya dapat tersenyum lebar. Alex tidak ada habisnya mengucapkan kata terima kasih. Yang mengejutkan lagi, pintu terbuka dan muncul sosok wanita yang pernah menghinanya.
“Kenapa bocah sialan itu ada di sini?” tanya Tasha, ia sebagai direktur di Venmo Group.
“Dia bekerja mulai besok pagi Bu,” balas Vania terpaku dan pandangannya menatap ke arah pintu. Bayangan Alex masih menghiasi pandangan matanya.
“Kerja! Di sini?!” Tasha langsung syok lalu menuduh Vania, “di bayar berapa kamu? Sampai bisa menerima bocah seperti dia kerja di tempat keren seperti ini.”
Vania hanya tunduk dan diam seribu bahasa. Ia menelan mentah-mentah ocehan bos galaknya itu. Pada akhirnya, Alex dicegat satpam. Ia diminta menemui direktur di ruang manajer. Dengan senang hati Alex menghadap direktur.
“Kamu pikir bisa kerja enak di sini, hah!” geram Tasha mengeratkan giginya sambil menunggu Alex.
Alex sempat melempar pertanyaan kepada Bryan. Dan benar, Venmo Group anak perusahan ke 115 dari Zamadeus Enterprise. Jantung Alex berdegup lebih cepat. Ia mengatur napas sebelum menemui direktur Venmo Group. “Permsiii…” ucap Alex sambil mendorong pintu. Diam sejenak di sebelah pintu sambil menatap Vania dan Tasha. “Masuk, jangan diam saja,” perintah Tasha, “aku direktur di sini. Keahlianmu bagus juga.” “Tentang malam itu. Aku! Tidak bisa memaafkanmu sampai kapanpun!” decak Tasha persis di depan wajah Alex dengan tatapan sinis.Alex hanya bergidik merinding, dahinya berkerut, mencoba menarik kepalanya ke belakang. Jari-jari Tasha meraih rambut Alex, lalu menjambak tanpa ampun. Begitu geramnya Tasha kepada Alex. “Statusmu di sini, hanya karyawan magang!” bisik Tasha di telinga kanan Alex dengan penuh rasa jengkel.Tiba-tiba saja Yuda datang menjemput Tasha. Mereka akan menikmati malam minggu yang penuh makna ini. “Kamu magang j
Bryan segera menunjukan kamar Alex. Membuka pintu lalu menjulurkan tangan mempersilakan Tuan Mada masuk. “Alex putraku, sungguh putraku. Ini bukan mimpi, dia sangat mirip denganku,” kata Tuan Mada ingin sekali menyentuh pipi putranya itu. “Nahas sekali nasibmu Tuan muda.” “Benar Tuan Mada, Tuan Alex sangat mirip denganmu.” Bryan mulai kagum dengan pahatan wajah Alex yang hampir sempurna. “Bryan, atasi semua masalah di Venmo Group.” Tuan besar menuju ke sofa. Matanya tidak lepas dari sosok lelaki bertubuh tinggi agak kurus itu, Alex.Bryan dan Zaen komunikasi lewat tatapan mata. Ia sepakat tidak akan menganggu Tuan besar yang masih ingin memandang Tuan muda. Bryan merancang kata-kata sedetail mungkin, mulai dari menemukan Tuan muda sampai Tuan muda pingsan. “Aku harus membawa putraku kembali ke keluarga Madagaskar.” Tuan Mada melihat putranya lebih dekat lagi. “Tuan Mada, sebaiknya biarkan Tuan muda bersemayam di rumah ini,” b
Bryan tidak bisa pergi menemani Alex ke acara makan malam Tasha. Ia terbang menemui Tuan besar dan mengembalikan gulungan kertas yang ia temukan di bawah sofa. Bryan melenggang pergi tanpa pamit. “Bryan… boleh aku pinjam mobilmu?” Alex mencari pengawalnya itu dari satu ruang ke ruang lainnya. “Di mana kamu Bryan?”Alex memutuskan naik ojek sampai ke hotel Andalusia. Tak ada satu pun yang menyambut dan mengajak bicara Alex. Mereka sibuk membahas pekerjaan dan jabatannya. “Kita apakan karyawan magang itu?” tanya Tasha kepada Yuda.“Aku ada cara.” Yuda menemukan ide brilian. Lalu ia berseru memanggil Alex. “Alex…” panggilnya. Tasha mengambil bubuk obat dari tasnya. Ia tuangkan ke minuman bersoda milik Alex. Yuda membawa Alex bergabung dengannya. Yang benar saja di acara makan malam ini ada Davin dan Lydia. “Kamu di undang jadi tamu atau tukang bersih-bersih?” lontar Davin dari meja sebelah. Beberapa tamu yang mendengar cacian Davin palah tertawa. Yuda mengangkat telapak tangan
Ingin sekali rasanya mencibir Tasha sampai habis-habisan. Tapi mungkinkah Alex bisa melakukan itu. “Ciih!” Hanya ini yang keluar dari mulut Alex, itupun lirih. Vania memberi beberapa tugas kepada Alex dan harus selesai hari ini. Alex diam-diam menghubungi Bryan. Satu permintaan lagi, cari tahu siapa sebenarnya Vania ini. Kenapa dia selalu diam saat orang lain tertawa menghina. “Baik Tuan muda,” balas Bryan selalu siap siaga. “Alex,” panggil Abiyaksa komisaris Venmo Group. Mengiring Alex ke ruangannya. “Beritahu saya tentang latar belakangmu.” Abiyaksa memastikan Alex benar dari keluarga Madagaskar. Sebelum Alex bertemu dengan keluarga aslinya. Ia akan tetap mengaku sebagai gelandangan yang dipungut oleh nenek tua dan ditelantarkan oleh anak-anaknya. Masalah biaya pendidikan Alex tidak pernah tahu. “Saya diasuh oleh nenek tua dan ditelantarkan begitu saja.” Alex menyingkat ceritanya. “Orang tuamu?” tanya Abiyaksa menaikkan alis.“Belum pernah bertemu setelah kejadian nge
Rumah mewah yang dirahasiakan dan sengaja dijauhkan dari kerumunan warga ini mulai terbongkar. Kedatangan Sanjaya membuat Bryan was-was. “Dari mana mereka tahu alamat ini?” tanya Bryan pada dirinya sendiri saat menutup pintu. “Mereka bicara apa Bryan?” tanya Alex membawa segelas air putih yang diambilnya dari kulkas. “Mereka hanya minta jangan hentikan suntikan dana ke Golden Key, itu saja.” Bryan menepuk pundak Alex sambil berkata, “jangan takut.” Alex menjawab dengan senyuman. Sanjaya dan putranya itu memiliki watak yang hampir sama. Serakah, sombong, dua itu sangat melekat pada diri mereka. Pagi-pagi sekali Bryan membuat sarapan, menyiapkan baju, sampai memanasi mobil untuk berangkat Tuan mudanya. “Tuan muda bangun, sudah jam setengah lima.” Bryan membangunkan Tuan muda layaknya membangunkan anaknya. Ia usap rambutnya, menepuk-nepuk pipinya pelan, mengoyang-goyangkan kakinya sampai bangun. “Tuan muda…” bisik Bryan ditelinga Alex. “Ayah…” jawab Alex membuka matanya pel
Pagi itu tiga pengawal keluarga Madagaskar saling membantu menyiapkan keperluan Tuan mudanya. Tiga pengawal itu sudah rapi dengan jas hitam dan kemeja putih. “Selamat pagi Tuan muda,” sapa Zaen menarik kursi untuk Alex. “Aku bukan Tuan mudamu? Kenapa kamu ada di sini? Dan kamu siapa lagi?” Alex binggung setelah bangun pagi sudah ada dua orang asing. Semalam Alex pulang hanya dengan Bryan. Zaen dan Irawan datang sekitar jam dua pagi. Kedatangan Zaen dan Irawan sudah diatur Bryan. Bryan sengaja mencarikan jalan yang sepi supaya tidak banyak orang yang tahu. “Dia Zaen, yang menemani Tuan muda kemarin. Dia Irawan, yang menemukan identitas Vania. Keduanya pengawal sejati keluarga Tuan muda,” jelas Bryan mengambil beberapa piring. “Ada keperluan apa kalian ke sini?” tanya Alex balik, “bagaimana dengan rumah ini Bryan?”“Selain mengawal Tuan muda, kami ada keperluan sendiri,” balas Zaen tidak ingin Alex tahu masalah mereka. Zaen dan Irawan pergi ke Orbit Company setelah Tuan muda
Alex kembali dengan wajah masam dan kecewa. Bryan menyapa dan mencoba menghiburnya. “Bryan, bagaimana dengan masa depanku?” tanya Alex dari balik selimut tebal. “Tuan muda tidak perlu khawatir.” Bryan memancarkan senyum kepada Alex sambil membawa nampan berisi makanan dan susu. Bryan diskusi bersama Irawan dan Zaen di lantai satu. Mereka membicarakan nenek Rida. Alex sedih karena tidak bisa membawa nenek Rida. Bryan membeberkan cerita masa kecil Alex bersama nenek Rida. “Kenapa baru sekarang kamu mengakuinya?” lontar Zaen, pertanyaan ini memang pantas ditanyakan. “Butuh waktu untuk mengakuinya,” jawab Bryan selanjutnya, “semua harus diperhitungkan dengan teliti.” Setianya Bryan kepada keluarga Madagaskar sudah tidak perlu di uji lagi. Sudah terbukti, buktinya Bryan rela bertahun-tahun menyamar demi Tuan mudanya. “Tuan muda ingin kita bagaimana?” tanya balik Irawan. “Tidak tahu, Tuan muda cenderung diam dan ingin menyelesaikan sendiri,” jawab Bryan menggelengkan kepala.
Entah kebetulan atau apa. Alex harus melayani Yuda dan Tasha. Bartender di bar serdadu tidak ada yang berani melayaninya karena mereka tamu VIP. Di mana ada satu kesalahan ancamannya pecat. “Silakan Tuan, ini pesanannya.” Alex menyajikan dua botol anggur bersama gelasnya. “Ambilkan aku es batu,” perintah Tasha menyibakkan rambut lalu melipat tangannya di depan perut. “Tunggu sebentar.” Alex segera membalikkan tubuhnya. “Tunanganku sebentar lagi punya jabatan di Golden Key. Tidak kayak kamu, dimana-mana hanya jadi karyawan magang.” Dahinya berkerut, matanya bergerak menuju ke gelas anggur. “Tuangkan untukku.”Genggaman tangan Alex segera membuka tutup botol, segera ia tuangkan. Ia melayani semua pelanggan tanpa membeda-bedakan. Mendengar ocehan Tasha, Alex hanya diam dan tersenyum. Tasha matanya merem saat menengak minuman yang terasa agak pahit ini, “Pastinya kamu tidak bisa seperti tunanganku.”“Bagaimana dengan ganti rugi mobilku, masih sanggup bayar?” tambah Yuda, dari ta