Share

Bab 2 Abadi Si Batu

Ini si Abadi kemana sih? Ditungguin dari tadi belum dateng dateng. Mana udah mau bel lagi. Berasa nggak guna banget gue diparkiran. Tu anak telat apa nggak masuk sih? Perasaan kemarin berangkat pagi banget eh ini giliran ditungguin nggak muncul muncul. Itulah berontak Kasih dalam hati bagaimana tidak ia nekat berangkat pagi dan menunggu Abadi dari pukul 06.00 sampai sekarang pukul 06.50 sedangkan 10 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Tanpa diduga kasih pun melihat Abadi memarkirkan motor disamping ia berdiri. Ia pun mengambil napas berat.

"Nih gue balikin duit lu 10 ribu."

Abadi pun hanya melirik Kasih sekilas dan beranjak pergi. Tentu saja kasih tak menyerah begitu saja.

"Woi ini gue balikin duit lu. Gue nggak mau ya mati bawa hutang. Mana cuma 10 ribu lagi."

"Gue nggak pernah ngutangin lu duit."Jawab Abadi dan pergi meninggaklkan kasih.

Sedangkan Kasih masih terdiam membisu, ia bingung harus dengan cara apa ia mengembalikan uang milik Abadi. Sedetik kemudian sudut bibir Kasih pun terangkat.

"Menarik." Kata Kasih

Dilain sisi setelah Abadi duduk dibangkunya. Abadi pun teringat pada gadis yang mengejarnya tadi dan memberikannya uang 10 ribu.

"Freak." Gumam Abadi.

***

"Ikut gue yuk?" Ajak Magenta pada Abadi.

"Kemana?"

"Perpus."

"Ogah. Anti gue sama tempat kayak gitu."

"Ada tugas, dikumpulin entar habis istirahat."

"Serius? Kok gue nggak tau."

"Makanya jangan molor doang lu. Heran deh modelan kayak gini bisa peringkat 2 paralel lu."

"Dih cerdas sama pinter gegara belajar beda bro." Kata Abadi sambil melangkah pergi.

"Anjir, ngatain gue lu?" Kata Genta sambil mengejar Abadi.

Keadaan berbeda terjadi di kelas XI IPS 2. Kasih yang baru saja mendengar bel sekolah berbunyi segera berlari keluar kelas.

"Tu anak kenapa dah?" Tanya senja.

"Mules kali." Jawab sedia.

"Ngaco lu."

Diluar kelas, terlihat Kala yang sedang menunggu seseorang. Saat senja dan Sedia ingin pergi ke kantin mereka pun tanpa sengaja melihat kala di depan kelas mereka.

"Ngapain lu disini?" Tanya Sedia

"Yang jelas nggak nyariin lu." Jawab Kala.

"Gue juga nggak berharap lu cariin bocah."

"Udah napa pada berantem sih? Lu ngapain di sini Kala?"

"Gue nyariin Kasih ada nggak?"

"Kak Kasih ya. Lu bocah nggak ada sopan santunnya ya." Serobot Sedia.

"Dih suka suka. Orang kasihnya mau gue panggil gitu. Kenapa lu yang nyolot." Jawab Kala.

"Woi bisa pada diem kagak sih? Pusing pala gue denger kalian berantem mulu." Kata Senja untuk menengahi pertengkaran tersebut.

"Lu pada ke kantin nggak? Laper perut gue." Kata Senja sambil melangkah pergi dan diikut oleh Sedia dan Kala.

***

"Ini si Abadi kemana sih? Capek gue keliling kantin nyari tu orang." Gumam kasih sambil meneguk air mineral digenggamannya.

"Woi parah lu ya main lari gitu aja. Nggak ngajak ngajak ke kantin lagi." Bentak senja kepada kasih.

"Senja, makan teriak aja. Untung gue nggak keselek." Jawab kasih.

"Ya elu main pergi aja nggak ngomong ngomong. Noh tadi si kala tadi..."

Belum sempat senja menyelesaikan ucapannya, mulutnya telah dibekap oleh kala.

"Tadi nggak sengaja ketemu di jalan. Yaudah sekalian gabung deh." Kata Kala melanjutkan perkataan Senja.

"Duit kali ah ketemu dijalan." Kata Sedia menyindir Kala namun Kala tak menghiraukan ucapannya.

"Oh sering sering aja gabung kal. Bosen gue lihat 2 bocah ini terus." Kata Kasih sambil tertawa puas yang dibalas jitakan oleh kedua temannya.

"Eh udah mau masuk aja. Gue pergi dulu ya." Lanjut Kasih

"Mau kemana lu?" Tanya Sedia.

"Ada urusan bentar." Jawab Kasih sambil berteriak memecah keramaian kantin.

"Emang urusan apa?" Tanya Kala.

"Kepo lu." Jawab Senja.

"Anak kecil nggak boleh tau." Ejek Sedia sambil mengelus pelan kepala Kala.

"Gue bukan anak kecil ya."

"Tapi kan lu sama gue tuaan gue."

"Dih tua kok bangga."

"Permisi ni ya. Gue mau pesen makan perut gue butuh amunisi buat bertahan. Lu lanjutin dah berantemnya." Senja kembali lagi menjadi penengah diantara pertengkaran mereka.

"Senja, nitip dong." Kata sedia.

"Ogah beli sendiri sana."

Senja pun segera melangkah pergi.

"Lu mau beli apaan?" Tanya Kala.

"Lah mau beliin gue?" Kata Sedia bertanya kembali pada Kala.

"Pake duit gue dulu, nanti balikin."

"Dih perhitungan banget jadi cowok. Gue beli sendiri deh."

"Gue nitip kalo gitu?"

"Lah kok gitu?"

"Ya kalo kita beli sendiri sendiri ni meja siapa yang jaga?"

"Hello meja nggak bakal kabur kali."

"Emang nggak bakal kabur, diserobot orang iya. Tu lu lihat banyak yang nggak dapet tempat buat makan."

"Yaudah nih gue nitip aja." Kata Sedia sambil memberikan uang 10 ribuan pada Kala. Pertengkaran mereka tidak sampai disitu, mereka terus saja bertengkar sampai bel masuk berbunyi.

***

15 menit sebelum bel berbunyi kasih memutuskan untuk memasuki perpustakaan untuk mencari Abadi.

"Ini si Abadi kemana sih, udah gue cari keliling sekolah tapi nggak ada. Dipikir sekolah ini kecil gitu." Gumam Kasih karena kelelahan mencari Abadi dipenjuru sekolah. Tanpa sengaja mata kasih bertemu lagi dengan tatapan dingin Abadi. Kasih pun tanpa membuang waktu segera menghampiri Abadi.

"Akhirnya ketemu juga. Lu kemana aja sih?" Tanya Kasih dengan lantangnya hingga membuat sedikit keributan di perpustakaan

Abadi pun hanya merespon dengan tatapan dinginnya hinggak keadaan perpustakaan kembali kondusif. 

"Lu apa apaan sih?" Bisik Kasih. Kasih tak mau lagi menjadi pusat perhatian di perpustakaan.

"Lu siapa?" Tanya Abadi.

"Gue kasih." Jawab kasih sambil mengulurkan tangannya. Abadi pun hanya terdiam dan tidak membalas uluran tangan kasih. Abadi hanya menjawab lewat tatapan risihnya pada kasih.

"Oke. Gue kesini cuma mau balikin duit lu. Nih 10 ribu."

"Gue nggakk kenal lu dan gue nggak pernah ngasih duit ke elu."

"Nih ya gue jelas gue itu kemarin..." Belum selesai Kasih menjelaskan pada Abadi, Abadi pun melangkah pergi setelah mendengar bel masuk berbunyi.

"Iih tu bocah ngeselin banget sih." Kata Kasih sambil menghentakkan kakinya karena kesal dan melangkah pergi.

Kasih pun segera bergegas menuju kelas. Sesampainya di kelas Kasih duduk disebelah Sedia.

"Lu habis ngapain? Lari keliling lapangan?" Tanya Sedia.

"Keliling sekolah, iya." Jawab Kasih.

"Woi Kasih kalo lu nggak ada kerjaan ke rumah gue sono, bersih bersih, nyuci baju, masak."

"Lu pikir gue pembantu."

"Cocok sih hehe. Lagian ngapain sih lu lari keliling sekolah?"

"Palingan juga nyari Abadi." Sela senja.

"Lah kok lu bisa tau? Sejak kapan lu bisa baca pikiran gue?"

"Semua orang juga bisa kali Kas. Ibarat kata nih di dahi lu udah ketulis apa yang udah lu lakuin dan apa yang bakal lu lakuin." Kata Sedia.

"Wah semudah itu ya otak gue dibaca."

"Makanya jangan sesimpel itu jadi orang." Jawab Senja.

"Btw bu nita kemana? Kirain gue bakal telat."

"Nggak masuk. Anaknya sakit katanya." Kata Senja.

"Wah tau gitu gue ke kantin aja. Masih laper perut gue."

"Itu perut apa baskom sih kas, laper mulu bawaannya."

"Gini ya senja diperut gue itu udah ada bagiannya masing masing. Sebelah kanan minum, sebelah kiri camilan, nah yang bagian tengah makanan berat."

"Heran gue, makan banyak tapi nggak gemuk gemuk." Kata Senja mengakhir obrolannya dengan Kasih.

"Btw kas, lu ngapain nyari si Abadi? Lu suka ya?"

"Dih ogah, cowok batu kayak gitu siapa yang suka. Benci, iya."

"Wah jangan salah lu kas, si Abadi itu salah satu most wanted di sekolah kita. Yang suka banyak sih, ya karena dia freak aja jadi nggak ada yang mau deket."

"Ha? Cowok kayak dia most wanted. Dih kok bisa sih? Nyebelin kayak gitu. Itu anak kayak batu kali tau nggak, kerjaannya diem doang senggol dikit paling juga kejebur."

Perkataan Kasih pun disambut dengan tawa oleh kedua temannya.

"Hahaha gila lu kas. Dapet perumpamaan dimana tuh?" Tanya senja.

"Orang yang puitis mah beda nja." Ledek Sedia.

"Btw guys gue tadi kan nyari si Abadi tuh, niatnya mau balikin duitnya. Eh dia nya ngeyel kalo nggak pernah ngasih gue duit."

"Lu balikin pake duit?" Tanya Sedia.

"Iya." Jawab Kasih singkat.

"Kasih lu oon jangan dipelihara napa? Ya kali lu ganti duit 10ribu perak."

"Ya mau gue ganti pake apaan diaa." 

"Lu usaha kek beliin kopi."

"Mana ada kedai kopi buka pagi dia."

"Lu usaha ke kasih, bikin bisa kan."

"Enak banget tu anak, pake acara dibikinin kopi segala."

"Ya kalo lu mau urusan lu sama dia selesai sih."

Kasih pun hanya menghembuskan napas berat. Ia masih tak habis pikir bagaimana bisa ia berurusan dengan cowok batu seperti Abadi. Untuk kedua kalinya kasih menghembuskan napas beratnya lagi, ya bagaimana tidak saat ini otaknya tengah dipenuhi dengan Abadi ditambah lagi hampir setiap hari ia selalu melihat senja belajar dengan buku buku tebalnya. Senja memang anak yang paling landai diantara sedia dan kasih. Bukan hanya diantara mereka ia juga menjadi juara satu paralel di kelas 2 jurusan IPS. Beruntung sekali Kasih dan Sedia mendapatkan teman seperti senja. Senja juga buka tipe anak pinter yang sombong.

"Senja lu bisa nggak sih sehari aja nggak megang tu buku. Risih gue lihatnya." Kata Kasih yang tak dijawab oleh. Senja. Yah begitulah senja kalau sudah membaur dengan dunianya sendiri.

"Senjaaa." Teriak Kasih hingga menjadi pusat perhatian di kelas.

"Apa?"

"Wah emang kudu sabar ngehadepin temen kayak elu ya."

"Senja, nanti balik pake apa lu?" Tanya sedia.

"Nggak tau nyokap nggak bisa jemput." Jawab senja.

"Kenapa dia? Lu mau ngasih tumpangan ke Senja."

"Kagaklah, gue aja nebeng Bang Magen."

"PHP lu."

"Napa jadi elu yang ribet sih Kas?"

Kasih pun membalas Sedia dengan menjulurkan lidahnya dan mengejek Sedia. Yah memang diantara pertemanan mereka hanya Senja yang pendiam dan selalu menjadi penengah. Sedangkan Kasih dan Sedia, tidak ada hari tanpa pertengkaran. Setelah lelah bertengkar sedia menyadari bahwa saat ini senja kembali tenggelam pada buku-bukunya.

"Senja, kalo lu nggak berhenti belajar gue nggak bakal bantuin lu deket sama abang gue."

Senja yang mendengar perkataan Sedia segera menutup buku yang dibacanya. Sedangkan Kasih masih kaget dengan pernyataan Sedia barusan. Ia masih tak habis pikir seorang kutu buku seperti Senja pun bisa menyukai seseorang. Yang kembali membuatnya kaget adalah seseorang tersebut Magenta kakak dari Sedia. Jika mereka benar benar dekat atau bahkan jadian pasti semua siswa di sekolah akan gempar. Juara satu paralel kelas 2 IPS dan kelas 3 IPA bersatu. Berkurang sudah most wanted sekolah yang berstatus jomblo.

"Woi Kas, kesambet lu?" Tanya Sedia.

"Ha? Eh sejak kapan lu suka sama abangnya Sedia? Kok nggak cerita ke gue? Ih nggak asik lu." Tanya Kasih pada Senja.

"Yaelah lu pikir Senja cerita sama gue? Kagaklah."

"Terus lu tau dari mana coba?"

"Lah udah jelas kali dari pertama kali dia lihat abang gue sampe tiap hari nunggu gue di parkiran cuma buat lihat abang gue."

"Ih kok gue nggak tau?."

"Makanya peka napa Kas? Lu jadi orang kok nggak ada peka pekanya sama sekali."

"Itu kelebihan gue. Terlalu peka juga bisa bikin sakit hati kali."

Kasih mulai menyadari Senja yang mengantuk karena mendengar pertengkarannya dengan Sedia.

"Senja, sekarang lu cerita sejak kapan lu suka sama bang genta?"

"Sejak hari pertama kita MOS. Cuma Kak Magenta yang beda dari yang lain pendiam dan selalu baca buku. Dia punya dunianya sendiri yang bahkan orang lain pun nggak bakal bisa mengusiknya. Apalagi pas minggu kemarin kita kerja kelompok di rumah sedia, baru pertama kalinya gue lihat kak genta pake baju biasa. Dan dia ganteng banget."

"Astaga kalo beneran lu jadian sama Bang Magenta bakal jadi hot topic sih."

"Jadi dia, gimana caranya gue deket sama Kak Magenta?"

"Senjaa lu nggak dengerin omongan gue ya?"

"Untuk saat ini omongan lu nggak penting Kasih, yang penting itu tips dan trik buat deketin Kak Magenta."

"Sialan." Umpat kasih.

"Udah lu tenang aja, biar gue yang urus." Kata Sedia.

"Jangan yang aneh aneh ya. Awas lu."

"Beres, percaya aja sama gue."

Waktu pun berjalan begitu cepat, saat ini kasih, sedia dan senja sedang menunggu genta di samping gerbang sekolah. Senja terlihat gugup, ia bingung dengan apa yang akan diperbuat sedia untuk misi mendekatkannya pada genta. Setelah menungg 10 menit Magenta pun berhenti tepat didepan mereka dengan motor sport warna merahnya.

"Yuk balik." Kata Magenta pada Sedia.

"Gue kan ada latihan basket bang."

"Sejak kapan lu ikut basket?"

"Udah lama lah lu nya aja yang nggak tau."

"Makanya bang punya adek diperhatiin, belajar mulu yang diurusin." Kata Kasih pada Magenta.

"Berisik lu." Jawab Magenta yang dibalas dengan tatapan sengit Kasih.

"Yaudah kalau gitu gue balik dulu."

"Ih bentar bang." Tahan sedia.

"Apa lagi sih di?"

"Hehe boleh minta tolong anterin Senja pulang? Maagnya lagi kambuh bang tadi siang Senja nggak makan gara gara gue. Lagian searah juga kan."

Senja pun kaget dengan pernyataan sedia. Saat ini ia sedang bingung bagaimana menanggapi tatapan Magenta yang seakan menusuk matanya. Magenta pun segera melemparkan helm yang biasa dipakai Sedia kearah Senja. Jantung Senja pun semakin berdegup kencang, ia memang ingin dekat dengan Magenta namun tidak secepat ini. Ia masih tak habis pikir bagaimana bisa ia akan diantar pulang bahkan dibonceng oleh Magenta. Yah memang tak bisa dipungkiri meskipun Magenta tipe orang yang sangat cuek dan tidak mau ribet namun ia tetap akan mendengarkan ucapan adiknya. Sejak SMP Sedia dan Magenta memang sudah biasa hidup bersama karena kedua orang tuanya yang terlalu disibukkan oleh urusan pelerjaan mereka hinggak kadang lupa untuk mengurus kedua anaknya.

"Naik." Kata Magenta pada Senja dengan tegas.

Senja pun hanya bisa memenuhi perintah Magenta.

"Wah bisa gitu ya abang lu. Nurut banget sama adiknya." Kagum Kasih.

"Ya mah se freak dan se cuek apapun abang gue, kalo sama gue sayangnya minta ampun."

"Percaya gue."

Saat diperjalanan, Magenta tanpa ragu memegang tangan senja dan melingkarkan tangan Senja diperutnya.

"Biar nggak jatuh. Lemes kan?"

Senja pun hanya menjawab dengan anggukan. Sebodoh itulah Senja ketika berhadapan dengan Magenta. Bagaimana mungkin ia membalas perkataan Magenta dengan anggukan sedangkan Magenta bahkan tak bisa melihatnya. Yang Senja tahu saat ini dadanya terasa sesak karena jantungnya yang terus saja berdetak cepat sedari tadi. Magenta pun sampai di depan rumah Senja.

"Makasih kak." Kata Senja sambil mengembalikan helm yang ia pakai.

"Makan itu kebutuhan lu, jangan ngerepotin orang lain." Kata Magenta yang kemudian melesat pergi dari rumah Senja.

"Itu tadi Kak Maenta marahin gue? Tapi kenapa gue malah seneng. Udah gesrek ni otak gue." Kata senja pada dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status