Share

Bab 3 Kisah Antares dan Azalea

Terlihat siluet seorang gadis menatap bintang bintang dari jendela kamarnya di lantai 2. Bintangnya berpijar bergantian namun selaras, bisiknya pada dirinya sendiri. 

"Kasih mama buatin coklat panas nih." Yah gadis itu adalah Kasih.

"Iya mama makasih ya."

"Yaudah nanti jendelanya jangan lupa ditutup. Mama kebawah dulu."

"Iya mama."

Saat mamanya sudah pergi, Kasih pun melanjutkan kegiatannya melihat bintang malam dan menyesap coklat panasnya sedikit demi sedikit. Tiba tiba saja wajah kesal Abadi memenuhi pikirannya. Ia teringat kembali 2 hari terakhir yang ia habiskan bersama Abadi. Dari mulai menumpahkan kopi Abadi sampai mengejar ngejar Abadi untuk mengembalikan kopinya dalam bentuk uang.

"Ih kenapa gue jadi mikirin Abadi sih. Cowok ngeselin kayak gitu. Tapi keren juga sih dia, apalagi pas si Abadi mulai fokus sama dunianya. Ah pas basket juga, gila keren banget."

Kasih pun teringat saat ia menemani Sedia latihan dan tanpa disengaja ia juga melihat Abadi bermain basket. Meskipun Abadi bukan anggota klub basket namun ia sering latiha basket di lapangan dan kemampuan yang ia miliki pun setara bahkan lebih unggul dibandingkan anggota klub basket. Awalnya Abadi memang sering diusir karena dianggap menggangu latihan klub basket. Namun karena pelatih dan anggota klub sudah lelah menghadapi sikap Abadi yang keras kepala akhirnya mereka membiarkan Abadi bermain basket selagi tidak mengganggu kegiatan latiihan klub basket. Seketika itu juga Kasih mulai terpesona oleh aura Abadi.

"Bisa ketawa juga dia." Kata Kasih sambil memperhatikan Abadi bermain basket.

-Flashback off-

"Abadi memang beda, entah kenapa waktu gue tadi lihat dia main basket aura dia keluar. Abadi yang batu, ngeselin, dan nggakk peduli sama keadaan sekitar berubah drastis jadi Abadi yang ceria dan mudah tertawa." Kata Kasih dalam hati.

"Ini kenapa gue jadi mikirin Abadi sih. Kenal juga nggak. Mending gue tidur." Kasih pun segera menutup jendela kamarnya dan mencoba untuk tidur. Sudah 20 menit Kasih mencoba menutup matanya namun ia tetap tidak bisa tidur, bahkan bayangan Abadi yang tersenyum masih memenuhi pikirannya.

"Ini gue kenapa sih. Napa kepala gue isinya Abadi mulu." 

Karena hampir setengah jam tidak bisa tertidur Kasih pun memutuskan untuk turun kebawah dan menemui mamanya yang sedang menghadap laptop.

"Mamaaa." Kata Kasih sambil duduk disebelah mamanya dan memeluk erat mamanya.

"Ada apa Kasih? Manja banget sih." Tanya mama maya, mama Kasih sambil terkekeh pelan melihat anak semata wayangnya yang manja padanya.

"Mama sibuk nggakk?"

"Kalo buat Kasih mama pasti ada waktu sayang."

"Ma, Kasih mau curhat nih."

"Curhat? Masalah cowok?"

"Ih kok mama bisa tau?"

"Hahaha kamu itu mudah ditebak."

"Semudah itu ya ma, bahkan Sedia sama Senja juga bisa."

"Ih anak mama udah gede ya, udah mulai suka sama cowok."

"Ih mama kan Kasih nggak bilang kalau suka sama cowok. Kasih cuma mau curhat sama mama."

"Iya iya mau cerita apa kamu?"

Kasih pun menceritakan awal mulai ia bertemu dengan Abadi, mengejar ngejar Abadi untuk mengembalikan uang, dan melihat Abadi yang berbeda ketika bermain basket.

"Kasih merasa kalau Abadi yang batu itu bukan Abadi ma."

"Kalo bukan Abadi siapa Kasih? Hantu?"

"Ih bukan mama, aku kan belum selesai cerita."

Maya memang sengaja menggoda anaknya, ia masih tak menyangka anak yang ia besarkan sekarang diri kini sudah tumbuh menjadi remaja yang sedang menyukai seseorang.

"Yaudah lanjutin gih."

"Abadi yang biasa Kasih kenal itu kayak punya dinding pembatas antara dia sama orang lain sedangkan Abadi pas main basket itu beda. Kasih kayak lihat tanaman yang hampir mati trus hidup lagi."

Kasih pun terus menceritakan Abadi dan Abadi juga yang membuatnya sulit tidur. Genap satu jam penuh Kasih bercerita tentang Abadi kepada mamanya.

“Oke kesimpulan mama apa?"

"Kamu suka sama Abadi."

"Nggak mungkin mama, masak Kasih suka sama cowok kayak Abadi."

"Kenapa nggak? Buktinya udah satu jam penuh kamu cerita tentang Abadi sama mama. Mama nggakk pernah lihat kamu cerita tentang cowok sampai se excited ini"

Kasih pun terdiam dan melihat jam dinding. Benar juga saat ini jam sjdah menunjukkan pukul 22.00 sedangkan Kasih ingat betul ia menemui mamanya pukul 20.55 dan tidak butuh waktu lebih dari 5 menit untuk menuruni tanggakk dan menemui mamanya.

"Tapi ma masak Kasih suka sih sama Abadi, Kasih aja baru ketemu kemarin. Kasih itu cuma kepo aja Ma. Baru kali ini Kasih ketemu orang kayak Abadi."

"Kasih, kamu itu nggakk bisa mengendalikan perasaan. Kamu nggakk akan tahu siapa, kapan dan dimana yang akan membuat hati kamu tertarik. Bahkan logika pun nggakk bisa memilih pada siapa hatimu akan menuju."

"Iih mama sekarang Kasih tau kenapa Kasih bisa part time an di cafe semesta."

"Lho kok kamu jadi mengalihkan pembicaraan sih. Mama serius loh ini."

"Kasih juga serius ma, ternyata bakat yang Kasih punya untuk menulis kata kata puitis itu menurun dari mama."

Kasih pun menghembuskan napas lega dan melanjutkan perkataannya.

"Akhirnya terjawab sudah teka teki terbesar dihidup Kasih." Maya yang mendengarkan celotehan anaknya hanya bisa tersenyum dan memeluk erat Kasih.

"Jadi intinya Kasih suka sama Abadi ya ma."

"Kalo dari yang mama lihat sih iya. Kamu konfirmasi sendiri sama hati kamu deh."

"Ih mama lucu deh. Gimana coba caranya konfirmasi hati." Kata Kasih sambil menguap pelan.

"Tidur gih kamu. Udah jam 11 lho, besok kan sekolah."

"Ya ampun ma, jadi Kasih udah 2 jam curhat ke mama?"

"Iya udah gih tidur."

"Mama juga tidurnya jangan malem malem, besok kan kerja."

"Iya sayang."

Kasih pun menyelesaikan sesi curhat dengan mamanya dengan mencium pipi kanan mamanya dan mengucapkan selamat malam kepada mamanya.

"Selamat malam mama, Kasih berharap mama tidur nyenyak dan nggakk mimpi apapun. Kasih nggakk akan biarin mimpi membuat mama berpikir lebih keras lagi bahkan saat mama tidur."

"Makasih sayang, mama juga berharap semoga hubungan kamu sama Abadi lancar ya."

"Iiih mamaa." Teriak Kasih sambil berlari menuju kamarnya.

***

"Guys gue punya berita bagus banget." Teriak Kasih pada Sedia dan Senja saat memasuki kelas.

"Itu mulut mercon banget sih Kas, rame bener." Kata Sedia menanggapi teriakan Kasih.

"Masih pagi kas, jangan bikin ulah deh." Lanjut Senja.

"Justru karena masih pagi Senja, gue masih semangat semangatnya nih."

"Oke. Sekarang berita baik apa yang lu bawa?" Tanya Sedia pada Kasih.

"Kalian tebak dong."

"Eem, lu menang lomba puisi? Puisi lu bakal diterbitin?" Tebak Senja.

"No."

"Jabatan lu makin tinggi di cafe? Lu naik gaji? Atau nyokap lu yang naik gaji? Dibeliin mobil?" Tebak Sedia

"Tetoot. Salah semua."

"Terus apa Kasih?"

"Sini deh gue bisikin."

Secara otomatis Senja dan Sedia pun merapatkan diri pada Kasih agar dapat mendengar ucapan Kasih.

"Gue suka sama Abadi." Kata Kasih pelan dan jelas.

"Apa?" Teriak Sedia pada Kasih.

"Sedia lu jangan teriak di kuping gue dong."

"Berita gini doang lu bilang penting?"

"Ini soal hati gue Senja. Penting dong buat gue."

"Gila Kasih lu masih waras kan? Nggak sakit kan lu? Lu tadi berangkat lewat kuburan mana? Kesambet ya lu?" Kata Sedia tanpa jeda.

"Di lu bisa biasa aja nggak sih. Wajar kali gue suka sama cowok."

"Ya masalahnya yang lu suka itu Abadi Kas. Abadi."

"Ya apa salahnya sih suka sama Abadi. Abadi ganteng kok, pinter, jago main basket pula." Tanggapan Senja tentang Kasih yang suka pada Abadi.

"Ganteng iya, pinter iya, jago main basket juga iya. Tapi dia itu aneh tau nggak? Kasih lu lihat sendiri kan kemarin gimana ekspresi Abadi pas main basket. Beda banget sama dia yang biasanya. Kayak ada dua orang didalam satu tubuh."

"Dan itu yang bikin gue tertarik sama dia."

"Wah, gila selera lu aneh banget tau nggak. Lu juga Senja."

"Dan secara nggak langsung lu mengakui kalo abang lu aneh. Tapi tenang aja gue tetep suka kok." Kata Senja.

Belum sempat Sedia membalas perkataan Senja, guru untuk pelajaran pertama memasuki kelasnya dan membuat Sedia mau tak mau harus meredam kembali emosinya.

***

Disaat jam istirahat seperti biasa Kasih, Senja dan Sedia pergi ke kantin untuk makan siang. Kali ini Kasih membawa bekal yg sudah disiapkan mamanya.

"Tumben lu bawa bekal Kas." Tanya Senja.

"Iya nyokap yang masak tadi pagi."

"Napa gue makin sayang sama nyokap lu ya." Kata Sedia yang dihadiahi Kasih dengan jitakan di kepala.

"Nyokap gue Sedia. Kok lu yang baper."

"Ya gue kan udah menganggap Tante Maya kayak nyokap gue sendiri. Tau sendiri kan nyokap bokap gue sibuknya minta ampun. Weekand aja belum tentu di rumah."

"Yaelah Di udah ah napa jadi menye menye gini. Makan yuk laper gue."

"Perut mulu yang lu pikirin Kas." Jawab Sedia ketus.

"Yee masalah perut mah nomor satu."

"Abadi lu kemanain?" Tanya Sedia.

"Kalo perut gue kosong gue nggak bisa ngejar Abadi dong. Makanya perut itu nomor satu."

"Serah lu Kas. Lu pada pesen apa? Biar gue yang pesenin." Kata Senja.

Kasih dan Sedia pun memesan hal yang sama dengan Senja.

"Di, lu kalo sepi di rumah ke rumah gue aja. Udah lama juga kan lu sama Senja nggak main ke rumah."

"Uuu baik banget sih." Kata Sedia sambil memeluk Kasih.

Senja pun datang membawa makanan pesanan mereka dibantu oleh mamang yang jualan. Saat ditengah tengah kegiatan makan mereka Kasih teringat bahwa kemarin Senja dan Magenta pulang bersama. Ia pun mulai bertanya pada Senja bagaimana perkembangan hubungannya dengan Magenta.

"Senja lu kemarin gimana sama Bang Magen." Kata Kasih.

"Seneng banget gue, dag dig dug mulu pas dibonceng. Rasanya rumah gue sama sekolah deket  banget, masak baru dibonceng udah diturunin aja. Pas dibonceng juga dia nyuruh gue meluk pinggangnya. Oiya pas Kak Magenta mau balik dia bilang ke gue jangan lupa makan gitu. Huaa seneng banget, gue yakin pasti hubungan gue sama dia sekarang bakal makin deket."

"Lu jangan berharap terlalu tinggi Nja, ni ya kalo gue sakit juga abang nyuruh gue meluk dia biar gue nggak jatuh dari motor. Pas abang mau balik itu dia marahin lu bukan perhatian sama lu. Dia cuma nggak mau lu nyusahin dia lagi." Jelas Sedia.

"Lu kok gitu sih di, lu nggak mau gue jadian sama abang lu?"

"Yee sensi banget sih lu. Gue itu cuma nggak mau lu berharap terlalu tinggi, jatuhnya sakit nja."

"Setuju gue sama dia. Lu baper boleh bego jangan." Lanjut Kasih.

Mereka pun melanjutkan mengobrol hingga bel masuk berbunyi.

***

Sore ini, kusampaikan sebuah kisah resah dari Azalea salah satu flos yang mampu menarik perhatian Antares si penduduk angkasa.

"Azalea, aku berada di bagian selatan langit bumi. Semua orang melihatku, namun tidak denganmu."

"Aku hanya penikmat langit, yang mengagumimu tanpa harus bertemu denganmu."

"Aku merah bukan berarti aku marah, aku sadar aku jauh hingga tak tersentuh. Kita berjarak bahkan tak ada yang mulai bergerak."

"Jauh itu tidak dekat, rinduku makin pekat sedangkan rasi bintangmu makin tak terlihat. Bahkan sekedar menyapa pun tak sempat."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status