Share

4. Mas, Anakmu Demam

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-09-23 18:00:59

Sekarang, di tengah malam yang dingin, Faiq merindukan Kasih dan anak mereka, Umar. Ia membuka galeri di ponselnya, menelusuri foto-foto keluarga kecilnya. Ia mencari kedamaian di antara kegundahan hatinya.

Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Faiq menemukan pesan di aplikasi W******p yang menunjukkan bahwa nomor Kasih telah dikirim ke kontak Abahnya.

“Kok bisa?” Faiq merasa curiga.

Pertanyaan demi pertanyaan terus berkelindang dalam pikiran Faiq. Ia segera menelepon Mutia, adiknya, untuk mencari tahu. Diliriknya jarum jam di angka satu, panggilan berulang ia lakukan.

Panggilan keempat kalinya, baru dijawab Mutia. Faiq langsung melontarkan pertanyaan tajam, "Mutia, selama acara ponsel Mas Faiq kamu yang pegang. Apakah kamu yang kirim nomor Kasih ke Abah?" tanya Faiq penuh penekanan.

"Maaf, Mas ... Abah yang minta nomer Kasih," jawab Mutia dengan suara ragu.

"Untuk apa?" Faiq merasa cemas.

"A-Abah ...."

"Iya, Abah minta untuk apa, Mutia?" tanya Faiq gusar.

"Hmm ... aku lihat Abah mengirim foto pernikahan Mas Faiq dan Mbak Zahra ke Kasih," kata Mutia dengan nada terbata-bata.

Mutia enggan memanggil Kasih dengan sebutan 'Mbak' selain usianya lebih tua dari istri Faiq. Dari awal ia juga sependapat dengan Abahnya bahwa Masnya lebih cocok bersanding dengan Zahra. Karena memang setiap liburan Zahra lebih banyak menghabiskan waktu di Jombang daripada pulang ke Lampung.

Tubuh Faiq gemetar. Matanya membelalak, hatinya meresap ke dalam perih yang mendalam. "Abah… tega sekali mengirim foto-foto itu ke Kasih."

Faiq tak habis pikir, bagaimana bisa Abah melakukan ini pada istri pertamanya yang sudah bersedia menuruti permintaannya. Andai Kasih berkeras hati, kekeh tidak memberikan izinnya untuk poligami. Pernikahan Faiq dan Zahra tidak akan pernah terjadi.

Faiq jatuh terduduk di tepi ranjang, merasa dilema. Kasih pasti sudah melihat semuanya—pesta pernikahan yang meriah, kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya bersama Zahra. Faiq merasa tak berdaya. Ingin rasanya ia berlari pulang untuk menenangkan ibu dari putranya itu.

Namun, di hadapannya ada Zahra yang sekarang juga adalah tanggung jawabnya. Dilema itu menghimpit hati Faiq di tengah keheningan malam.

🍁🍁🍁

[Mas, anakmu demam]

Ketikan yang tertera di ponsel Kasih Lembayung, siap dikirim, tapi hatinya bimbang.

"Bagaimana kalau menganggu Mas Faiq dengan istrinya di sana."

Sudah empat hari sejak pesta pernikahan Faiq, Kasih tak berani menghubungi suaminya itu. Baik lewat telepon maupun pesan. Begitu juga sebaliknya, tak ada kabar dari Ayah putranya tersebut.

“Mungkin Mas Faiq sedang menikmati hari bahagianya,” gumamnya. Dengan perasaan ragu, pesan yang sudah ia tulis dihapus begitu saja.

Kasih lalu merengkuh Umar, merãba keningnya, memastikan apakah panasnya sudah turun. Sayangnya, suhu tubuh Umar masih hangat, dan napasnya juga terasa panas. Semalam ia terjaga untuk mengompres Umar.

Siang ini, Kasih ingin pergi ke apotek untuk membeli obat penurun panas. Mau ditinggal, takut anaknya terbangun. Mau membawa anaknya serta, ia ingat pesan Faiq yang melarangnya keluar berkendaraan dengan Umar.

Tubuh Kasih letih, andai tidak ingat Umar membutuhkan ASInya. Rasanya malas ke dapur membuat lauk makan. Matahari sudah tinggi, belum masuk sesuap nasi pun ke perutnya. Hanya minum segelas susu di pagi tadi.

"Bismillah," Kasih mulai menyuap sarapan berlauk telor cepok, sambel kecap yang dibuatnya.

Selesai Subuhan tadi Kasih sempatkan membuat nasi tim untuk Umar, masih utuh. Putranya hanya mau ASI. Ia pun mau memakan kurang selera, akhirnya berlauk telor ceplok saja. Yang cepat dan praktis.

Sudah dua hari Umar rewel, terutama malam hari, hanya mau digendong sepanjang malam.

Rasa lelah dan kesedihan bergumul di dadanya, sering kali menimbulkan isak di malam hari. Ia merasa sendirian, tersisih, dan diabaikan. Di kota ini, tak ada sanak saudara yang bisa membantunya.

🍁🍁🍁

“Ibu ....” lirih Kasih, meratap teringat ibunya. Dia bahkan belum berani mengabarkan tentang nasib pernikahannya pada wanita terkasihnya tersebut.

"Ibu bukannya melarang, Nduk. Memang benar yang menjalani rumah tangga itu, kalian berdua. Tapi, langkahmu semakin ringan saat direstui juga oleh Abahnya Nak Faiq."

Nasehat dari ibunya dahulu, kenapa ia abaikan. Andai Kasih dengarkan, mungkin hatinya tidak sesakit sekarang ini.

Berbagi suami dengan wanita lain. Bila mengingat akan hal itu, hati Kasih teriris. Meskipun Faiq memintanya untuk percaya hanya ia pemilik hati suaminya itu. Nyatanya di tempat berbeda Faiq sedang bersama Zahra.

Membayangkan suaminya memperlakukan Zahra, selembut pria itu memujanya membuat Kasih kian merana. Perasaan cemburu dan terluka selalu berpadu menjadi satu, seperti duri yang menancap di hatinya. Setiap kali ia berusaha mencabut duri itu, rasanya malah semakin sakit.

Seolah rohnya kembali ke raga. Kasih terjingkat ketika mendengar suara benda jatuh dari kamarnya.

"Umar!" Kasih bergegas berlari. Anaknya sudah tergeletak di lantai, menangis keras. Panik, Kasih segera membawanya ke dukun pijat bayi terdekat. Ia tak peduli jaraknya cukup jauh, yang penting Umar segera mendapatkan pertolongan.

Setelah mendapatkan perawatan, Kasih merasa sedikit lega. Mbah Mi, dukun pijat bayi mengatakan, demamnya Umar karena owah. Hal biasa yang terjadi pada anak-anak yang mulai aktif bergerak.

Mumpung keluar rumah Kasih sempatkan mampir di toko buah yang tak jauh dari gapura jalan masuk kontrakannya.

"Darimana Mbak Kasih kok jalan kaki?" tanya penjaga warung.

"Dari tempat Mbah Mi, Bu ... Umar terjatuh dari ranjang tadi."

"Bagusnya kalau bocah umur segini, tidurnya jangan di ranjang Mbak Kasih."

"Nggih, Bu ...." angguk Kasih sembari menyerahkan buah pear, apel yang dipilih untuk ditimbang Mirah.

"Oiya, beberapa hari enggak lihat Ustad Faiq imam di masjid. Dan kemarin malam Kamis enggak ngisi kajian. Memangnya Ayahnya Umar kemana, Mbak Kasih?"

"Kebetulan ada urusan dengan keluarga di Lampung, Bu," jawab Kasih serenyah mungkin untuk menutupi ketidaknyamanan menjawab pertanyaan Mirah.

"Oh, berarti sekarang ada di Lampung ...."

Kasih mengangguk, kemudian menyerahkan uang seratus ribu untuk membayar buah yang dipilihnya tadi. Setelah menerima kembalian, Kasih bergegas pamit.

Namun, hatinya kembali gelisah. Begitu tiba di kontrakan ia mendapati mobil yang dipakai suaminya sebelum pergi akad nikah terparkir di depan. Apa yang terjadi?

.

.

Next

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kasih Lembayung (Aku Akan Bertahan Semampuku)   56. Cinta (Ending)

    Tak pernah ada dalam benaknya Kasih jika hidupnya akan sempurna. Kebahagiaan terus beruntun ia terima sejak terkuak jatidirinya sebagai putri dari Ilyas Nurrohman. Dan, lewat selembar kertas persetujuan poligami yang dibawa mertuanya kala itu, yang membuka tabir siapa bapak kandungnya.Awal terasa pahit, sakit yang dirasanya saat itu. Yah, walaupun ada kelegaan di hatinya ketika suaminya berkata tidak ada keinginan menyentuh Zahra, karena cinta Faiq hanya untuk Kasih seorang.Terdengar dzolim untuk Zahra. Namun, namanya keinginan berdasarkan pada hati nurani, yang memang tidak bisa dipaksakan. Hikmahnya, saat fakta itu terungkap, pernikahan Faiq dan Zahra bisa dibatalkan.Kini, Kasih hidup berbahagia dengan Faiq demikian juga Zahra juga sudah berbahagia dengan Syauqi sebagai pasangannya.Kebahagiaan Kasih makin lengkap dengan hadirnya dua bocah yang dilahirkan tiga tahun lalu. Bahkan sekarang, ia tengah mengandung lagi, nampak perutnya sudah besar

  • Kasih Lembayung (Aku Akan Bertahan Semampuku)   55. Permintaan Aini

    Fauzan mendorong motornya yang kehabisan bahan bakar, di sampingnya ikut berjalan Mufidah sambil bersenandung. "Yang, harus digenapi sampai seratus kali, gitu ... dirimu manggil aku gegara kehabisan minyak, gini.""Gosah, lebay deh, suami orang! Salah sendiri, naruh motor di rumah enggak diisi full. Dah, tahu kita tipe gadis yang enggak mau ribet.""Sabaaaarrr, kalau gini terus mending kita tinggal serumah saja, Yang.""Enggak mau ... entar nyetrum. Perjanjian kita nganu, kan kalau aku selesai sidang skripsi.""Perasaan enggak kelar-kelar itu, skripsimu, Yang."Mufidah mengedikkan bahunya, jangankan Fauzan suaminya, dirinya sendiri juga heran. Kenapa, ada saja yang diminta revisi sama dosen pembimbingnya. "Semoga yang kemarin itu, revisi terakhir, Mas."Akhirnya bertemu penjual BBM setelah menuntun motor sepanjang tiga kilometer. Fauzan segera melajukan motor menuju rumah Mufidah."Kehabisan minyak lagi, Zan?" tanya Seka

  • Kasih Lembayung (Aku Akan Bertahan Semampuku)   54. Ada Dua

    Dua bulan kemudian...Selepas keluar dari bangunan bertingkat rumah sakit Muslimat Kasih terdiam. Wajahnya tanpa ekspresi dan terus membisu meski sudah di dalam mobil. Faiq menghentikan gerakannya saat akan melajukan kendaraan ketika mendapati telaga bening jatuh di kedua pipi istrinya."Kenapa?" tanya Faiq seraya melepas seatbelt yang mengikat tubuhnya. Merangkum pipi Kasih yang mulai terasa lebih berisi pengaruh dari usia kehamilan yang memasuki bulan keempat."Aku masih nggak nyangka," ucap Kasih sesenggukan."Bayi kita?""Iya, Mas. Ada dua di sini." Kasih menunjuk perutnya lantas membelainya."Alhamdulillah, kerja kerasku nggak sia-sia," sahut Faiq mengerling.Kasih mencebik memukul pelan bahu Faiq yang pura-pura mengaduh."Loh, kenapa masih nangis aja?""Ini tangis bahagia, Mas. Aku enggak pernah nyangka Allah memberikan adik Umar dua sekaligus," isak Kasih mengusap perutnya yang mulai menonjol.

  • Kasih Lembayung (Aku Akan Bertahan Semampuku)   53. Sensitif

    Keesokan harinya, suasana di rumah kontrakan yang biasa ditempati Faiq dan Kasih saat suaminya itu berkunjung, nampak Faiq sedang membaca buku tebal, bersandar di kepala sofa, sementara Kasih berbaring di atas pahanya, menikmati momen tenang berdua. Tangan Faiq memainkan rambut istrinya sesekali, membelai lembut kepala wanita terkasihnya itu."Mas boleh aku tanya sesuatu?""Memang selama ini, Mas pernah melarangmu bertanya, Sayang." Semenjak LDR, Faiq jarang memanggil Kasih dengan 'Dek' mungkin sebagai wujud rindu karena pertemuan yang dibatasi oleh keadaan hingga panggilan 'Sayang' dirasakan lebih pass di hati Ayah Umar itu."Bagaimana perasaan Mas melihat Mbak Zahra menikah kemarin?” tanya Kasih. Nadanya terdengar polos, namun terselip sedikit rasa penasaran yang terbesit dalam hatinya.Faiq meletakkan buku yang dibacanya ke meja, lalu menegakkan bahu istrinya yang berbaring di pahanya agar duduk berhadapan dengannya. Ia menatap mata Kasih, menc

  • Kasih Lembayung (Aku Akan Bertahan Semampuku)   52. Cawan Cinta

    Jam sembilan malam, setelah acara makan malam keluarga besar Shauqy dan Zahra selesai. Shauqy meminta izin untuk membawa istrinya undur diri terlebih dahulu. Zahra menautkan alis saat Shauqy menggandeng tangannya menuju halaman dimana mobil suaminya terparkir."Kita mau kemana, Mas? Bukannya tadi pamit mau istirahat. Kok, malah keluar?" Tanya Zahra dengan mimik heran, karena kamarnya pun sudah didekorasi sedemikian indah untuk malam pertama mereka malam ini."Kita nginep di hotel saja ya, Dik ...""Lha, ngapain ke hotel? Kalau hanya sekedar istirahat di sini, saja, Mas. Sudah disiapkan kamarku untuk istirahat kita selama tinggal di sini.""Mas ingin kita berdua saja, tanpa ada rasa segan dan sungkan dengan keluarga di sini." Shauqy mengedipkan sebelah mata saat menoleh pada Zahra. Lelaki itu tertawa melihat istrinya membelalakkan mata lebar-lebar."Tapi, masak aku tanpa persiapan seperti ini?" "Sudah disiapkan sama Zahira dan Mu

  • Kasih Lembayung (Aku Akan Bertahan Semampuku)   51. Pernikahan

    Jam sepuluh pagi penghulu datang di tempat resepsi acara di gelar. Resepsi akan langsung dilaksanakan usai ijab qabul. Suasana mendadak hening saat penghulu memberi aba-aba untuk Shauqy dan Ilyas berjabat tangan. Zahra, calon mempelai wanitanya duduk tenang didampingi Zahira dan Mufidah. Aini, uminya Zahra duduk berjejer bersama keluarga besar Shauqy dan Faiq."Allah sungguh indah sekali skenario-Mu hingga Engkau kirimkan jodoh sebaik Mas Shauqy untukku." Zahra mengucap syukur berkali-kali dengan mata yang berkaca.Shauqy menarik napas panjang, mengucap bismillah berkali-kali, menatap ayah-ibunya yang duduk di belakang kursi calon mertuanya.Setelah ia mengangguk tanda siap pada penghulu, suasana di ruangan menjadi hening. Semua mata langsung tertuju pada dua laki-laki yang kini tengah kecepatan tangan."Aku nikahkan dan kawinkan engkau ... Shauqy Ardiansyah. Dengan putri kandungku, yang bernama Zahratun Nahdah binti Ilyas Nurrohman den

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status