Short
Kata Mereka, Aku Suka Cari Perhatian

Kata Mereka, Aku Suka Cari Perhatian

By:  SeliKumpleto
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
9Mga Kabanata
4.3Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Aku meninggal di hari aku memenangkan Penghargaan Doktor Medis Global. Tiga jam setelah kematianku, orang tua, kakak laki-laki, dan tunanganku baru saja pulang dari pesta ulang tahun ke-16 adik perempuanku. Ketika adikku mengunggah foto keluarga kami saat merayakan ulang tahunnya di media sosial, aku sedang terbaring di ruang bawah tanah yang tertutup rapat dan berlumuran darah. Aku mencoba menggunakan lidahku untuk menggeser layar ponsel dan meminta bantuan. Di antara kontak darurat, hanya tunanganku yang menjawab panggilanku. Artinya orang tua dan kakakku telah memblokir nomorku. Begitu telepon diangkat, tunanganku hanya mengucapkan satu kalimat, “Karin, pesta ulang tahun Lina yang ke-16 itu sangat penting. Jangan pakai alasan nggak masuk akal untuk cari perhatian kami dan bersikap manja lagi!” Dia menutup telepon dan memutus harapan terakhirku untuk bertahan hidup. Jantungku berhenti berdetak karena nada sibuk telepon. Ini adalah ke-100 kalinya mereka memilih adikku, ke-100 kalinya mereka mengabaikanku, mengecewakanku, dan ini juga yang terakhir. Aku terbaring di dalam genangan darahku sendiri, merasakan napasku perlahan berhenti. Mereka mengira aku kabur dari rumah lagi sebagai alasan untuk melampiaskan ketidakpuasanku. Mereka pikir bahwa selama mereka memberiku pelajaran, aku akan kembali dengan patuh seperti 99 kali sebelumnya. Sayangnya, itu tidak akan terjadi kali ini. Karena aku tidak pernah meninggalkan rumah, aku terus terbaring di ruang bawah tanah rumahku.

view more

Kabanata 1

Bab 1

Tengah malam, jiwaku melayang keluar dari lantai dingin di ruang bawah tanah.

Pintu kamar tidurku tiba-tiba terbuka dengan keras. Kakakku, Dani Martha, menerobos masuk. Dia menatap sekeliling kamar yang kosong, lalu mencibir.

“Karin, apa kamu nggak bosan bermain petak umpet? Kamu sudah besar, berhenti bermain-main!”

Biasanya, aku tidak akan tinggal diam jika mendengarnya.

Namun kali ini, aku hanya bisa melayang di sampingnya, diam tak bersuara.

Dani mengambil ponsel dan mencoba meneleponku. Namun, tidak ada yang mengangkat. Dia mengacak rambutnya dengan kesal, lalu tanpa sengaja membuka buku harian di atas meja.

Di halaman itu hanya tertulis satu angka, 99.

Itu adalah jumlah berapa kali mereka membuatku kecewa selama ini.

Dani tidak mengerti apa maksud angka itu. Dia mengerutkan kening, melemparkan buku harian itu ke lantai, lalu mengirim pesan suara lewat WhatsApp.

"Jangan merajuk terus. Lina masih menunggu kue bluberi cheesecake buatanmu. Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke-16. Kalau kamu nggak pulang dalam satu jam, aku akan menganggapmu nggak tahu diri!"

Setelah itu, Dani menyimpan ponselnya dan pergi ke ruang tamu.

“Karin nggak ada di kamarnya, dia juga nggak mengangkat telepon,” katanya ke orang tua kami. “Dia memang selalu begitu. Ngambek sedikit langsung kabur, lalu kita harus membujuknya dulu.”

Ayahku, Toni Martha, hanya menghela napas. “Kita terlalu memanjakannya. Kali ini, biarkan saja, supaya bisa jadi pelajaran untuknya. Besok juga dia akan balik sendiri.”

Sementara itu, Lina Martha, adik perempuanku yang lembut dan manis, memegang tangan Ayah sambil berkata dengan tatapan penuh kekhawatiran, “Ayah, bagaimana kalau benar-benar terjadi sesuatu pada Kakak? Mungkin aku harus mengiriminya pesan. Kalian tahu, ‘kan, dia paling menyayangiku.”

Aku melihatnya menunduk, jari-jarinya yang ramping mengetik cepat di layar ponsel.

Pesan pertama yang dia kirim adalah ....

[Semoga kamu menikmati menjadi wanita incaran para pria brengsek itu. Kamu sekarang sedang ada di pelukan pria yang mana? Aku ikut senang. Kalau kamu mati, semua orang pasti lebih senang.]

Begitu dikirim, dia langsung menghapusnya. Lalu menulis ulang dengan pesan yang berbeda.

[Kak, apa kamu baik-baik saja? Kita semua sangat khawatir. Kalau kamu marah, kamu boleh marah padaku, pukul aku atau lakukan apa pun. Tapi tolong segera pulang. Ayah dan Ibu juga sangat mencemaskanmu.]

Dia lalu menunjukkan pesan itu ke semua orang, tampak seperti adik yang sangat pengertian.

Ibuku, Berta Safna, langsung memeluk Lina erat-erat. “Lina, kamu baru berumur enam belas tahun, tapi sudah sebijak ini. Sementara Karin, sudah berumur dua puluh empat tahun dan bekerja bertahun-tahun, masih saja kekanak-kanakan. Kamu nggak perlu menyalahkan diri sendiri.”

Kekanak-kanakan? Merajuk?

Aku tertawa pahit di udara. Namun, tidak ada yang bisa mendengarku.

Mereka bahkan lupa, hari ini seharusnya adalah hari aku menerima Penghargaan Doktor Medis Global. Penghargaan ini hanya diadakan dua tahun sekali dan sangat bergengsi. Namun, karena ulang tahun Lina, aku memilih diam dan membiarkan mereka merayakannya.

Aku tidak pernah berniat merebut kasih sayang mereka dari Lina.

Namun, saat aku melangkah keluar rumah untuk berangkat ke acara penghargaan itu, beberapa pria asing menerobos masuk ke rumah dan menyeretku ke ruang bawah tanah.

Aku ketakutan dan meronta. “Kalian … bagaimana bisa punya kunci rumah kami?”

Salah satu dari mereka mengayunkan gantungan kunci di depan wajahku, itu adalah kunci milik Lina.

“Percuma kamu teriak,” katanya sambil tertawa dingin.

Aku memohon sambil menangis, “Aku nggak akan bilang siapa-siapa, tolong lepaskan aku .…”

Namun, mereka tidak menghiraukanku. Mereka menyiksaku, memperkosaku, dan bahkan memotret kejadian itu dengan keji.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk melawan. Namun, di tengah kekacauan itu, kepalaku terbentur keras ke ujung meja. Darah langsung mengucur deras.

Mereka panik dan kabur, meninggalkanku sendirian di lantai dan bermandikan darah.

Aku merangkak, jariku berlumuran darah saat menyalakan ponsel dan menelepon untuk minta tolong.

Namun, orang tuaku menolak menjawab. Mereka malah membalas dengan pesan dingin.

[Pura-pura sakit lagi? Kami nggak ada waktu untuk meladeni permainanmu!]

Satu-satunya yang mengangkat panggilanku adalah Samuel Yardi, kekasihku, orang yang paling kupercaya.

“Tolong … tolong aku, Samuel. Aku sekarat .…”

Namun, suaranya terdengar sangat dingin.

“Karin, jangan pura-pura. Hari ini adalah ulang tahun Lina, itu cuma sekali seumur hidup. Apa kamu sengaja ingin merusak suasana? Aku sudah berjanji akan memberimu hadiah kelulusan sebagai gantinya.”

Aku hanya bisa tertawa getir. 'Hadiah? Samuel, kamu tidak akan pernah sempat menepati janji itu.'

Dua puluh empat jam dari sekarang, ruang bawah tanah ini akan berbau busuk karena mayatku.

Lina pernah berdoa, agar aku mati, sehingga dia bisa menjadi pusat perhatian. Kini, doanya akhirnya terkabul.
Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
9 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status