Share

Bab 5

Author: Vivian Kusuma
Rosa mengerutkan bibir dan menggertakkan giginya, lalu berkata, "Pergi saja." Dia menghabiskan sepanjang malam di rumah sakit, merawat putra dan putrinya, tak pernah meninggalkan mereka.

Sedangkan Mario dan Angel yang telah berjanji untuk segera kembali, tak ada tanda-tanda kemunculannya.

Rosa merasakan sedikit kepahitan.

Dia teringat percakapan mereka di Whatsapp tadi... Rosa melihat foto-foto yang dikirim Mario, dia sedang berada di rumah, bertanya satu per satu apakah barang yang dia siapkan sudah benar.

Ini jelas bukan lagi caranya memperlakukan tamu, atau sekadar ibu dari anak-anaknya.

Apa mungkin dia masih mencintai Angel?

Awalnya, dia hanya berasumsi Mario sedang berusaha berbaikan dengan Angel. Gimanapun, Angel telah melahirkan putra dan putri untuknya. Mario sendiri juga pernah mengatakan hal itu.

Namun, sikapnya saat ini terhadap Angel, dan ucapannya pada Rosa bahwa ibu tiri tetaplah hanya ibu tiri, membuatnya merasa bahwa enam tahun ini hanya terasa seperti hubungan kerja.

Rasanya seluruh baik buruk dirinya bergantung pada anak-anak, dan satu-satunya tanggung jawab adalah merawat mereka.

Jika anak-anaknya baik-baik saja, dia adalah istri yang berbudi luhur. Jika mereka mendapat masalah, dia adalah ibu tiri yang sudah melalaikan tanggung jawab.

Tak peduli seberapa sempurna semua yang dia lakukan, tetap saja tak sebanding dengan peran Angel sebagai ibu kandung mereka.

Walaupun Angel jelas tidak melakukan apa pun...

Jam setengah sepuluh malam.

"Mama, aku sudah nggak apa-apa. Ayo kita pulang saja ya," kata Reyan, dia enggan tinggal di rumah sakit setelah infusnya habis.

Rosa berpikir sejenak, lalu berkata, "Ya sudah, Mama urus administrasinya dulu ya. Kalian berdua jangan ke mana-mana, nggak boleh keluar dari kamar ya, oke?"

"Iya!"

Rosa berjalan dengan terus menoleh ke belakang.

Dia tidak punya bantuan, Mario juga tidak mengirim pelayan. Dia khawatir terjadi sesuatu pada anak-anak di rumah sakit.

Jadi, saat meninggalkan kamar, dia minta tolong sama perawat untuk menjaga mereka sebentar.

Setelah semuanya beres, mereka pun keluar rumah sakit, pulang ke rumah dengan taksi.

...

Rumah mereka tampak terang benderang, dan beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah.

Rosa ingat bahwa Mario sedang menjamu beberapa teman, apa mereka kumpulnya di rumah?

"Ma, mobil ini mahal banget, ya?" Reyan menunjuk salah satu dari mobil itu.

Rosa meliriknya. "Biasa saja."

Di matanya, mobil itu memang biasa saja.

Dulu, satu mobil miliknya saja, harganya sepadan dengan semua mobil yang ada di sana.

Memasuki rumah bersama kedua anaknya, Rosa tercengang oleh pemandangan di depannya. Dada dan otaknya tiba-tiba berdebar kencang!

Bukan hanya ada banyak orang di rumah, tetapi mereka juga sedang menikmati pesta.

Pintunya kedap suara, jadi setelah masuk, dia baru bisa mendengar suara sorak-sorai itu.

"Cium! Cium!"

"Pak Mario, jangan malu-malu dong!"

"Bu Angel, anak-anak kalian sudah besar, masa masih malu?"

Semua orang begitu asyik bersenang-senang sehingga mereka tidak menyadari ada orang yang masuk.

Namun para pelayan sudah melihatnya. Pelayan ingin memperingatkan mereka, tetapi takut saat melihat ekspresi majikannya saat itu.

Di tengah kerumunan, Mario dan Angel saling berhadapan.

Angel tertawa dan menegur teman-temannya, "Jangan bercanda! Aku sama Mario dulu memang bertunangan, tapi sekarang sudah beda."

"Itu kan cuma nasib buruk. Kalau nggak, kalian pasti sudah bahagia sekarang. Anggap saja ini sebagai perayaan Sinatra Capital yang masuk di bursa saham, sekalian reuni kekasih masa kecil. Ayo cium dia!" kata teman dekat Mario, Ronald Sinaga.

Mengenang masa lalu, Mario menatap Angel yang selalu membelanya. Angel tampak selalu memikirkan kebaikannya.

Tetapi Mario tidak pernah memberinya apa pun.

Angel tersenyum tipis. "Jangan bicarakan masa lalu. Mario sudah sangat sukses sekarang, aku ikut senang."

Kata-katanya menghantam Mario dengan rasa bersalah, membuncah di dadanya, memaksanya untuk mencium pipi Angel.

"Cium! Cium!" Yang lain terus bersorak, Ronald yang paling antusias.

Namun, sahabatnya yang lain mengerutkan kening dan tetap diam sepanjang waktu.

Semua orang menunggu untuk melihat mereka berciuman, jadi pada saat itu, semua orang terdiam, tatapan mereka terpusat pada kedua orang itu.

Suasana begitu sunyi sehingga suara Rosa terdengar sangat jelas...

"Seru, ya?"

Kalimat singkat yang lembut dan tenang itu membuat semua orang terhenyak.

Mario tersadar kembali dan segera mundur dua langkah, menciptakan jarak. Ekspresi Angel juga tampak bingung.

Tidak ada yang menyangka kalau Rosa akan kembali tiba-tiba.

Hati Rosa berdarah-darah.

Jika dia tidak muncul, mereka mungkin sudah berciuman sekarang, kan?

Mario adalah tipe orang yang tidak bisa dipaksa.

Jadi, ketika dia mendekati Angel tadi, Mario memang sudah bersedia.

Ternyata dia benar-benar masih memiliki perasaan untuk Angel.

Kesadaran itu hampir membuat Rosa kesulitan bernapas.

Dia mengurus anak-anak sendirian, mereka bilang akan segera kembali ke rumah sakit, tetapi kenyataannya, mereka berpesta di sini, bermesraan dan menikmati makan malam yang meriah!

Teman-teman Mario memang pernah bertemu Rosa, tetapi hanya beberapa kali.

Kebanyakan orang mengira Rosa sedang memanfaatkannya, mendapatkan anak kembar, dan tanpa latar belakang resmi. Rosa memang berasal dari keluarga biasa, tidak bekerja, dan hanya seorang ibu rumah tangga, tapi penampilannya cantik dan memiliki kepribadian yang tenang.

Kalau tidak, bagaimana mungkin dia bisa menarik perhatian Mario, yang dulunya putra keluarga terpandang di Zaruna?

Tetapi bagaimanapun juga, dia sekarang adalah istrinya Mario Sinatra, jadi tindakan mereka tetap tidak dapat dibenarkan.

Ronald terkekeh, "Kakak ipar sudah pulang? Bukannya kamu di rumah sakit?"

Rosa tersenyum pelan, melirik Mario dan Angel. "Iya, aku di rumah sakit. Jadi, apa yang kalian lakukan di sini?"

Jawabannya membuat orang-orang itu semakin gelisah.

Kirana sedikit kesal. "Papa, bukannya Papa bilang cuma mau menjamu teman, terus langsung balik lagi ke rumah sakit?"

Reyan mendengus serupa. "Papa sudah nggak peduli padaku, ya? Aku hampir mati karena alergi, tapi Papa malah di sini main-main sama orang yang membuatku masuk ke rumah sakit. Aku benci sama Papa!"

Teman-teman di sekitarnya saling berpandangan.

Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Perkataan anak-anak itu bagaikan tamparan di wajah, yang menusuk hati Mario.

Awalnya dia memang ingin kembali ke rumah sakit, tetapi dia mengubah rencana untuk makan malam di rumah agar nanti bisa kembali ke rumah sakit, sekalian membawa pakaian anak-anak.

Namun teman-temannya mulai mendesaknya untuk tetap tinggal, Ronald bahkan memanggil Angel kembali, membuatnya menunda kepergiannya.

Rosa memandang orang-orang di ruang tamu. "Kalian itu teman-temannya Mario, aku menyambut kalian di rumahku. Tapi aku juga minta kalian bisa jaga sopan santun. Angel itu tamuku dan Mario, aku harap kalian memperlakukannya dengan baik."

Kata-katanya jelas tersirat menyindir mereka kurang sopan dan berintegritas.

Semua orang bisa mengerti.

Tetapi mereka tidak berani bicara, hanya marah dalam hati!

Rosa tiba-tiba menatap Angel. "Angel, apa kamu sudah lupa kalau Mario sudah menikah?"

Tidak ada yang menyangka Rosa yang selalu baik hati dan tersenyum dalam segala situasi, akan bersikap begitu agresif di depan umum.

Iya, agresif.

Terutama bagi Ronald yang tumbuh bersama Mario dan Angel. Angel adalah gadis lemah yang membutuhkan perlindungan dan perhatian.

Sementara Rosa adalah si pembuli!

Dia sudah memanfaatkan kesempatan, tetapi masih bertingkah suci!

Angel sedikit bingung. "Maaf, aku nggak..."

Mario berkata, "Rosa, jangan keterlaluan."

"Aku keterlaluan?"

Mata Rosa berkaca-kaca. Dia berkata, "Aku di rumah sakit, mengurus dua anak, kalian di sini malah bebas berciuman. Apa kalian nggak punya norma dan rasa malu?"

Mario berteriak, "Cukup!"

Keheningan langsung menyelimuti mereka.

Rosa tertegun oleh teriakannya.

Di depan matanya terpampang wajah Mario yang murka, dari sudut matanya tampak kerumunan penonton. Di telinganya, dia bisa mendengar dua anak memanggilnya, "Mama."

Namun pikirannya kembali ke hari pernikahan mereka, ketika Mario memegang tangannya dan berkata, "Aku bersedia."

Apa yang dia dapatkan dari enam tahun kerja kerasnya?

Dia hanya mendapat julukan ibu tiri dari Mario, dan julukan kakak ipar sebagai ejekan dari temannya.

Dia telah mencoba berbagai identitas, tetapi lupa melihat perasaan Mario untuknya sebagai Rosa.

Sesuatu seolah diam-diam hancur di dalam dirinya.

Enam tahun...

Mungkin sudah waktunya untuk melepaskan diri dari peran sebagai ibu tiri dan istri Mario, lalu kembali menjadi dirinya sendiri, Rosa.

Air mata wanita itu begitu tajam, dia tersenyum lalu mengangguk. "Oke, silakan kalian lanjutkan."

Mario merasa hatinya seperti disergap. Dia refleks meraih Rosa, tetapi Rosa menghindar.

Tangannya membeku di udara.

Kirana dengan cemas menghentikannya, "Ma, Mama mau ke mana? Bawa aku dan adik ya."

Mario yang kembali tenang, juga menjadi emosional.

Dia berjalan mendekat, menggendong Reyan, dan memeluk Kirana erat-erat. "Sama Papa ya."

Angel mencondongkan tubuh lebih dekat ke anak-anaknya, menenangkan mereka dengan lembut, "Mama juga ada di sini."

Suara mereka membuat Rosa menyadari dengan jelas bahwa keluarga ini tidak akan hancur tanpanya.

Mereka adalah keluarga beranggotakan empat orang, keluarga sempurna.

Sementara dia adalah orang tambahan... yang tidak dibutuhkan.

Di ruang tamu, Vicky Rusadi sebagai satu-satunya teman yang tidak ikut dalam keributan itu, segera berdiri. "Maaf, Kak. Ronald mabuk, jadi ngomong sembarangan. Jangan marah."

Ronald hendak membalas, tetapi Vicky sudah memelototinya.

Bukankah dia sudah cukup membuat keributan?

"Kami pergi dulu." Vicky menyeret Ronald keluar, dan yang lainnya segera mengikuti.

Begitu berada di dalam mobil, Ronald tak tahan untuk bertanya, "Kau kenapa sih? Bukannya belain Angel? Kau malah ngaku salah sama orang itu? Dia itu cuma manfaatin kesempatan, mana pantas dihormatin?"

Vicky menyuruh sopir untuk mulai jalan. "Kalau kau terus begini, kita nggak bisa jadi teman lagi."

Ronald bingung. "Kau mau apa..."

Vicky menyela, "Nggak peduli Rosa gimana, terserah kau suka dia atau nggak, dia itu tetap istrinya Mario, sah secara hukum! Mana boleh Angel tinggal bareng sama mereka begitu? Tapi, kau malah nyuruh Mario mencium Angel. Apa kau gila?"

Ronald tidak merasa dirinya salah, dia berkata, "Orang biasa kayak dia bisa menikah sama Mario itu sudah beruntung! Dapat dua anak yang cakep-cakep lagi. Merawat mereka itu memang sudah kewajibannya dia lah. Kenapa malah marah dan ngambek begitu?"

"Dia membesarkan dua anak sendirian, memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri! Kalau itu adikmu, apa dia sanggup?"

Ronald berkata, "Kalau adikku sampai berani jadi ibu tiri, aku akan pukulin dia..."

Ronald tiba-tiba terdiam di tengah kalimatnya.

...

Di depan pintu rumah Keluarga Sinatra.

Rosa hendak pergi, sesampainya di pintu masuk, dia menemukan sebuah ponsel yang ketinggalan di rak sepatu.

Ada foto Mario muncul di layar ponsel itu. Dalam foto itu, Mario tampak seperti masih SMA.

Yang paling mencolok adalah kemeja yang dikenakannya di foto itu, sama persis seperti yang dikenakan Angel. Mereka tampak seperti sepasang kekasih.

Mario masih menyimpan kemeja itu. Meskipun tidak bisa dipakai lagi, dia selalu menyetrika dan menggantungnya dengan hati-hati di lemari, melarang pelayan menyentuhnya.

Dia tahu kemeja itu penting bagi Mario dan selama ini menduga kalau itu hadiah dari ibunya. Namun ternyata...

Ternyata itu adalah kemeja pasangan dengan Angel.

Kenyataan tak terduga itu sangat memukulnya!

Air mata Rosa meluap, hatinya terluka parah. Rasa sakit membuatnya terdiam, dia langsung keluar rumah.

Melihat kepergiannya, Mario berkata kepada Angel, "Kamu istirahat saja dulu."

"Mama!" Kirana dan Reyan berlari mengejar Rosa.

Rosa baru berjalan beberapa langkah ketika Kirana menangkapnya. Dia menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Mama mau pergi ke rumah teman hari ini. Kalian berdua harus bersikap baik di rumah ya."

"Nggak mau!" Reyan segera menghentikannya.

Kirana membela Rosa dengan keras, "Orang itu yang harus pergi. Kenapa harus Mama? Mama adalah Mama kami, pemilik rumah ini!"

Rosa tertegun.

Memang benar, dialah pemilik tempat ini.

Namun Mario malah berulang kali membuatnya malu.

Mario menyusul anak-anaknya, mendengar perkataan anak-anak itu yang sangat menentang Angel dan betapa mereka mencintai Rosa.

Pikirannya kembali ke saat Rosa begadang semalaman merawat kedua anak itu.

Dedikasi Rosa selama bertahun-tahun terlihat jelas oleh semua orang.

"Rosa."

Wanita itu tidak mengangkat wajahnya.

Panggilan Mario tiba-tiba mengingatkannya pada pagi hari saat mereka bertemu di kamp pelatihan.

Air mata Rosa tak terbendung. Dia bertanya, "Apa kamu masih mencintainya?"

Mario terdiam.

Rosa tersenyum kecut.

Mario berkata, "Mencintainya atau nggak, kamu istriku sekarang. Kita ini suami istri."

Mata Rosa tiba-tiba bergetar. "Jadi, kamu cuma berpura-pura menjadi suamiku? Kamu..."

Rosa yang tumbuh sebagai putri yang selalu dimanja, hampir hancur oleh kenyataan ini.

Ternyata ketika orang benar-benar tak berdaya, mereka akan menjadi tak bisa bersuara.

Saat itu, Rosa ingin bertanya lagi, ‘Jadi, kamu menikahiku cuma untuk membantumu mengurus kedua anakmu?’

Tapi dia tiba-tiba sadar, seolah terbangun dari mimpi, bahwa dia salah.

Dia salah karena tidak mendengarkan nasihat orang tua dan kakaknya.

Dia salah karena hanya fokus pada suami dan kedua anaknya setelah menikah.

Dia salah karena melepaskan karir dan nilai-nilai pribadinya, hanya menganggap bahwa tugasnya adalah mengurus anak-anak!

Selangkah demi selangkah, semuanya adalah kesalahan.

Dia pernah menganggap orang tuanya sebagai belenggu, jadi demi Mario, dia melepaskan mereka.

Namun kenyataan malah dengan gamblang menampar dirinya, bahwa mereka sedang melindungi hidupnya, harga dirinya.

Air mata mengalir deras seperti tali putus, tak bisa dihentikan.

Alis Mario berkerut. "Rosa, kamu..."

Rosa belum pernah menangis seperti itu sebelumnya, bahkan tidak pernah sekali pun dalam enam tahun pernikahan mereka.

Jantung Mario tiba-tiba berdebar kencang, dia ingin sekali memeluk wanita itu.

Pada saat itu, suara Angel tiba-tiba terdengar, "Rosa, biar aku jelasin dulu. Jangan pergi..."

"Aah..."

Angel yang telah naik ke kamar untuk beristirahat, tiba-tiba keluar lagi. Dia dengan cemas menuruni tangga, lalu jatuh hingga pergelangan kakinya terkilir.

Mendengar teriakan itu, Mario menoleh tajam, "Angel?"

Angel tampak kesakitan, dan keringat langsung mengucur di dahinya. "Nggak bisa digerakin, sakit..."

Mario segera menggendong Angel dan membawanya ke rumah sakit.

Deru mesin mobil terdengar begitu dekat.

Sementara Rosa yang berdiri di sana, merasakan sakit yang menusuk di dadanya.

Semua harapan dan kenyamanan dirinya hancur berantakan.

...

Sudah larut malam.

Karena hanya ada pelayan di rumah, Rosa tidak bisa pergi begitu saja dan hanya bisa membantu kedua anaknya yang sudah mengantuk untuk tidur.

Di samping tempat tidur, Rosa menyentuh tangan kecil Kirana. Setiap kali putrinya membela dirinya, dia merasa pengorbanannya selama bertahun-tahun tidak sia-sia.

Namun dia juga merasakan beban diikat oleh anak-anak.

Saat ini, pintu tiba-tiba terbuka.

Mario telah kembali.

Rosa meliriknya, tetapi tidak berkata apa-apa.

"Apa anak-anak sudah tidur?"

"Iya." Rosa berdiri dan berjalan keluar dari kamar anak-anak.

Dia pun menoleh ke arah Mario. "Ayo kita bicara."

Mario mengerucutkan bibirnya, namun tetap diam.

...

Di kamar tidur utama.

Rosa duduk dan berkata singkat, "Ayo kita cerai."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 50

    Angel terdiam, mengambil sampul buku itu, lalu berkata, "Ini... bersih. Jadi, kelihatan sangat rapi."Pengasuh menjawab, "Anak-anak punya desain favorit mereka sendiri." Angel melirik pengasuh yang telah menyela dengan tajam.Pengasuh ini sama seperti kepala pelayan itu, benar-benar tidak tahu sopan santun. Bibir Angel pun melengkung menjadi senyuman. Dia berkata, "Aku tahu kamu sudah merawat anak-anak tanpa lelah. Tapi sebagai pengasuh, sebaiknya kamu mundur saat keluarga berbicara. Kalau nggak, anak-anak juga jadi terbiasa menyela seenaknya."Kirana segera membelanya, "Bibi sangat baik pada kami." "Mama bilang pengasuh dan pelayan juga bagian dari keluarga, dan kita harus menghormati mereka." Reyan mengulang kata-kata yang pernah diucapkan Rosa.Meskipun mereka tidak lagi menunjukkan perlawanan terbuka terhadap Angel, tatapan mata mereka semakin jauh dan asing.Bagi mereka, Angel adalah orang luar yang bersama-sama ayahnya, telah membuat ibu mereka pergi dari rumah. Dalam hati, ke

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 49

    Yaitu kesabaran dan lapang dada!Hal kecil seperti ini, seharusnya Rosa mengerti dan percaya padanya.Namun, bukan hanya berulang kali meminta cerai, Rosa kini pergi meninggalkan rumah.Dia ingin melihat seberapa lama Rosa bisa bertahan di luar sana, sendirian dan tidak berdaya.Pak Suradi langsung terdiam, berbalik pergi tanpa berkata apa-apa....Mulai hari berikutnya...Mario sama sekali tidak menyebut sedikit pun tentang Rosa.Di meja sarapan, Kirana tidak melihat ibunya, jadi bertanya, "Papa, Mama mana?""Dia sudah pergi."Mario meletakkan sendoknya, wajahnya serius saat menatap anak-anaknya. "Sudah waktunya Papa beri tahu kalian ini. Mama Angel dan Papa itu orang tua kandung kalian, sedangkan Mama Rosa itu cuma ibu tiri kalian. Dia nggak mau tinggal di sini lagi, jadi kalian nggak boleh mencarinya terus. Kalian sekarang sudah masuk SD, sudah harus mengerti." Angel buru-buru menambahkan, "Benar, Kirana. Mama ngerti kalau kalian nggak suka Mama, itu karena kita belum dekat saja. T

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 48

    Angel seakan teringat sesuatu, lalu berkata, "Mario, aku tahu orang tuaku dulu mungkin pernah menyinggung beberapa rekan kerja, jadi mereka sekarang mau ambil kesempatan menjelek-jelekkan namaku. Keluarga Andara contohnya, dan orang-orang yang tiba-tiba muncul belakangan ini, mereka semua berniat memfitnah masa laluku. Aku beneran..."Angel sengaja mengungkit hal itu untuk memperingatkan Mario, supaya jika nanti dia dengar sesuatu, tidak langsung percaya. Mario bertanya, "Maksudmu orang-orang dari Kuil Awan Suci?""Dan orang yang baru saja memberikan hadiah kepada Rosa, dia juga bilang aku kenal seorang pengusaha kaya atau semacamnya."Angel menunduk dan berkata, "Sekarang aku nggak punya keluarga, nggak bisa membela diri. Tapi aku paham, mereka semua hanya peduli pada Rosa. Kamu jangan marah ya." "Iya, Kak."Laras berlari turun ke bawah dan membela Angel, "Orang yang tadi bawa hadiah untuk Rosa bilang Kak Angel dulu kenal seorang pengusaha kaya. Kalau dia beneran mengenal seorang pe

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 47

    Angel tampaknya sangat khawatir pada Mario, dia menggunakan tongkat dan turun perlahan. "Mario, sudah jangan marah lagi. Semua keributan ini, sampai ulang tahun Rosa pun terganggu, semua karena aku yang ceroboh." Rosa meliriknya sebentar sebelum berpaling ke Mario dengan senyum, dan berkata, "Menurutmu aku punya hubungan apa dengan mereka?" "Seharusnya kamu yang jawab," balas Mario, tidak menghiraukan Angel.Rosa menatap Mario yang wajahnya penuh keraguan. "Kalau aku bilang sudah kenal mereka sejak kecil, kamu percaya?" Mata Mario melebar tanpa sadar.Teman masa kecil?Angel ikut menyela, "Kenal siapa sejak kecil?" Keduanya pun terdiam.Angel mendekat ke Mario. "Mario? Apa yang kalian bicarakan?"Angel sepertinya tidak mau ada hal yang tidak diketahuinya di antara mereka. Angel sangat khawatir bahwa pria dengan jas itu mungkin telah mengatakan sesuatu yang memicu kecurigaan Mario, jadi dia ingin mengawasi pembicaraan mereka.Pak Suradi untuk pertama kalinya menunjukkan ketidaksuk

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 46

    "Nggak perlu," jawab Vincent ke Mario.Vincent menoleh ke Rosa, dan berkata, "Selamat ulang tahun. Jaga dirimu baik-baik, karena banyak orang yang peduli padamu."Kata-kata itu terdengar mengganggu telinga Mario.Banyak orang yang peduli pada Rosa?Siapa saja?Apakah termasuk dia, Vincent?Setelah berkata demikian, Vincent melirik Mario sebelum masuk ke mobil dengan santai.Pintu mobil tertutup. Para pengawal Keluarga Sinatra pun mulai keluar satu per satu saat lampu mobil menyala, begitu terang hingga menyilaukan....Di dalam Kediaman Sinatra.Pandangan Arga melayang santai ke arah Angel sebelum dia berkomentar, "Bu Angel memang suka jadi pusat perhatian, bukan? Selalu suka di tempat yang ramai."Ronald langsung membalas, "Jangan tindas perempuan!"Senyum Angel sedikit goyah. "Apa maksudmu?"Arga mengangkat alisnya, dan berkata, "Saya ingat Bu Angel dulu tinggal di luar negeri, kenal banyak para konglomerat, bukan?"Wajah Angel memucat sejenak.Apa maksud mereka?Bagaimana mereka bis

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 45

    Mario merasa dia bisa saja memaklumi jika Rosa sedang emosional. Untuk kejadian hari ini, selama dia mau mengalah dan minta maaf, tamparan itu tidak akan Mario permasalahkan. Namun, Rosa justru menatap dengan sinis wajah-wajah mereka yang penuh sikap penjilat. Penghinaan di matanya sama sekali tidak disembunyikan. Laras menyadarinya. "Apa maksudmu dengan menatap begitu? Apa kamu meremehkan Keluarga Sinatra?" Tepat saat itu, Pak Suradi memandang ke arah luar pintu dan bertanya, "Maaf, kalian siapa...?" Di tengah keributan, tidak ada yang menyadari deretan mobil mewah yang kini parkir di luar kediaman Sinatra.Lampu dari tiap mobil menyala terang, menerangi hampir seluruh sisi rumah. Sekelompok pria dengan seragam berjalan menuju pintu, masing-masing membawa kotak kado mewah dalam tangan mereka. Mereka berdiri rapi di depan pintu. Serempak berseru, "Bu Rosa, selamat ulang tahun." Rosa terpaku. Pandangan matanya jatuh ke salah satu mobil di depan. Rosa mengenali mobil itu. Mob

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status