Keesokan harinya...Alea terbangun dengan kepala yang masih berat. Cahaya matahari menyelinap dari sela tirai jendela, menyinari tempat tidur yang kini terasa begitu luas dan dingin. Tangan kirinya meraba sisi ranjang yang kosong. Tidak ada siapa-siapa. Hanya aroma samar parfum Juno yang masih tertinggal di bantal.Dengan enggan, ia bangkit dan menemukan secarik kertas di atas nakas.Sayangku sweetie girl,Maaf karena harus pergi sebelum kamu bangun. Aku tidak ingin melihatmu sedih saat aku pamit. Tolong jaga dirimu baik-baik, dan jangan pernah lepas dari pengawalku, Rama dan Hans. Mereka bisa kamu percaya.Aku mungkin tidak bisa langsung membalas pesanmu, tapi aku akan membaca semuanya. Jangan berhenti mengabariku, ya.Tunggu aku pulang. Aku cinta kamu.- JunoAlea memeluk kertas itu erat-erat. Air matanya jatuh, tanpa bisa dicegah. Meski hanya semalam mereka kembali bersama, kehangatan itu masih terasa nyata. Tapi kini, lagi-lagi ia harus menjalani hari tanpa Juno. Ia merasa hampa,
"Tolong jelaskan. Apa yang Anda maksud dengan kekerasan?" Juno bertanya dengan tegas seraya menatap Arkan dengan tajam.Arkan lalu menjelaskan secara singkat, tentang diagnosa dokter, mengenai kondisi Ghea. Tentang adanya jejak kekerasan di tubuh wanita yang sedang hamil muda itu. Rosaline dan Juno tercengang mendengar penjelasan Arkan. Hingga mereka berdua pun meminta Tina dan Arkan untuk keluar dari ruang rawat tersebut, karena mereka akan berbicara secara pribadi dengan Ghea. Tentunya, pembicaraan keluarga.Setelah Arkan dan Tina pergi, barulah Juno, Rosaline dan Ghea bisa berbicara. Ghea tampak ketakutan, ia melipat bibirnya."Ghea. Benar apa yang dikatakan dosen kamu barusan?" tanya Rosaline seraya memegang kedua bahu Ghea."I-itu ... O-Oma. Tidak seperti itu." Ghea tidak bisa menahan rasa gugupnya."Martin pelakunya, kan?" tanya Juno yang tidak mendapatkan jawaban dari Ghea. "Kamu diam, berarti itu benar," katanya lagi."Ti-tidak Om. Martin nggak pernah nyakitin saya. Sekarang M
Dosen muda bersama pak Arkan itu membawa Ghea ke rumah sakit, karena Ghea tak kunjung sadarkan diri setelah diperiksa di UKS. Pria cuek yang juga merupakan dosen muda itu, curigai melihat luka di pergelangan tangan Ghea dan di leher Ghea. Seperti luka kekerasan.Tina, teman baik Ghea di kampus juga ikut ke rumah sakit untuk menemani Ghea."Tina, apa kamu tahu nomor kontak keluarganya?" tanya Arkan.Gadis berambut pendek itu langsung menjawab dengan cepat. "Saya ada nomor kakaknya, Pak. Saya akan hubungi kakaknya."Arkan tidak bicara, dia hanya menganggukkan kepalanya sambil melihat ke arah ruang UGD, di mana Ghea berada.Sedangkan Tina, dia berusaha menghubungi Alea. Tapi belum diangkat juga. Sesekali dia memperhatikan Arkan yang tampak berbeda pada Ghea. 'Aneh banget si pak Arkan, dia biasanya dingin sama orang-orang. Tapi sama Ghea ... kok beda' Gadis itu heran dengan sikap Arkan yang killer untuk orang lain, tapi pria ini malah terpengaruh oleh Ghea.Tak lama kemudian, dokter pun
Sesampainya di rumah sakit, Alea langsung dilarikan ke ruang UGD. Denyut nadinya lemah dan wajahnya sangat pucat seperti kehabisan darah. Disisi lain, Juno meninggalkan semua pekerjaannya untuk menemani Alea di sana. Adrian yang menghandel pekerjaannya sementara waktu. "Maaf Pak, anda tidak boleh masuk!" ujar seorang perawat yang menghadang Juno dan memintanya tidak masuk ke ruang UGD. "Tapi—""Kami akan menangani pasien. Bapak tenang saja dan tunggu di sini," ucap perawat itu dengan sabar.Namun, Juno menatapnya tajam dan membantah perkataannya. "Aku harus masuk ke dalam dan kamu tidak bisa melarangku!"Juno menerobos masuk ke dalam ruang UGD. Ia melihat Alea sedang diperiksa dokter dan dipasangi selang oksigen di mulut dan hidungnya. Pernapasan Alea terganggu setelah hampir satu jam berada di dalam koper. Melihat Alea tak sadarkan diri seperti itu, hati Juno teras nyeri. Namun, hatinya merasa marah karena ada yang berani berbuat seperti ini pada kekasihnya. "Denyut nadinya lemah
Setelah menikmati waktu libur yang kurang dari sehari itu. Juno dan Alea kembali bekerja seperti biasanya. Tentu saja dalam hal pekerjaan, mereka sangat profesional. Tidak mencampurkan antara urusan pribadi dan pekerjaan.Sebagai ketua tim yang kompeten, Alea juga menunjukkan kemampuannya. Bukan hanya sekedar nama 'calon istri Juno'. Tapi Alea benar-benar memiliki kemampuan itu.Hari ini Alea ada rapat bersama dengan anggota timnya. Mereka rapat diluar kantor, karena salah satu anggota yang mengusulkannya. Alea setuju-setuju saja, sekalian mencari suasana baru."Sayang. Kamu makan siang di mana? Aku ke ruanganmu, kamu nggak ada?" Itulah isi pesan dari Juno yang baru saja dibaca oleh Alea.Baru saja Alea akan mengetikkan pesan balasan, tapi seseorang sudah membekapnya dari belakang. Alea pun kehilangan kesadarannya. Orang misterius itu memasukkan Alea ke dalam koper."Bu Alea kemana ya? Kenapa dia lama sekali di toilet?" tanya Shana bingung. Dia belum melihat Alea dari tadi."Iya juga
Martin menghampiri istrinya yang sedang duduk di atas ranjang dan memeluknya, seolah lelaki itu memang peduli dan menyayanginya. Begitu membaca pesan dari Ghea, ia langsung pergi ke kapal pesiar ini."Maaf aku baru datang, Sayang."Nada bicara Martin begitu lembut pada istrinya, tidak seperti biasanya yang selalu ketus dan sinis. Bahkan Ghea bisa merasakan kebencian lelaki itu karena pernikahan mereka yang terpaksa ini."Dari mana saja kamu, Martin? Kenapa kamu baru datang?" Rosaline menatap cucu laki-lakinya dengan tajam dan nada bicaranya juga terdengar tegas. Cucu laki-lakinya ini memang selalu membuat ulah, bahkan sampai membuat murka Juno."Aku ada urusan pekerjaan, Oma.""Jangan bohong. Urusan pekerjaan apa yang membuatmu sampai menghilang semalaman? Perasaan ... Wakil manager keuangan tidak sesibuk itu?" sindir Rosaline pada cucunya itu. Kedua tangannya menyilang di dada."Aku benar-benar sibuk, Oma." "Kalaupun benar kamu sibuk. Kamu jangan sampai mengabaikan istrimu, dong. Di