Share

kebiasaan

Author: Maey Angel
last update Last Updated: 2022-06-14 14:39:00

"Dari mana, Bu?" tanya Agam selepas pulang sekolah. Agam memang selalu pergi ke sekolah bersama neneknya, ibu dari Bayu.

"Habis dari warung, nenek mana, Gam?" tanya Arin saat melihat Agam sendirian.

"Tadi katanya mau cara Ibu, tapi belum balik. Emang, nggak ketemu di jalan?" 

"Tidak, apa nenek sudah pulang?" tanya Arin mengingat rumah mertuanya yang hanya berjarak tiga rumah dari tempatnya tinggal.

"Nggak tahu, Bu. Bu, Agam tadi dikasih ini sama temen Agam." Agam menyodorkan kertas lipat sudah terpakai, penuh di tasnya.

"Banyak sekali? Buat apa?" tanya Arin kaget dengan semua sampah kertas ini.

"Agam tadi ambilin sisa yang nggak terpakai. Eh, sama temen-temen malah dikasih ini semua. Katanya buat Agam saja," ucap Agam dengan polosnya. Sebenarnya hatinya sedikit sedih, kemarin ia sudah membelikannya kertas lipat tapi ia tak habis pikir jika anaknya ini membutuhkan banyak kertas lipat.

"Memang punya Agam kurang yang kemarin Ibu belikan?"

"Enggak, tapi kan sayang kalau sisa hasil prakarya dibuang begitu saja. Ibu kan bilang, kalau sesuatu yang masih bisa dipakai jangan dibuang. Mubazir, iya 'kan?" ucap Agam membuat Arin takjub dengan kemampuan dan daya tangkap anaknya ini.

"Iya, tapi emang mau Agam bikin apa semua ini?" 

"Mau buat hiasan dinding kayak di sekolah tadi. Tasi Agam bikin burung, bunga, baju, pokoknya bagus deh, Bu. Ditempel dan digantung di kamar, nanti Agam mau coba bikin sendiri. Ibu bantuin ya?" 

Arin tersenyum dan mengangguk lalu mengambil alih tas yang digendong Agam untuk ia letakkan di tempat semula. Agam mengganti bajunya dan langsung duduk di depan televisi sambil rebahan memegang kertas lipat yang tadi ia bawa.

"Arin." Suara Bu Sari terdengar memanggil dengan keras. 

"Iya, sebentar." Arin yang sedang memasak segera menyudahi aktivitasnya setelah mendengar panggilan tetangganya.

"Eh, Bu Sari. Silahkan masuk, ada apa ya?"

"Ini, tadi mertua kamu pesen es sultan sama karedok. Katanya buat Agam," ucap Sari.

"Oh, iya. Terimakasih, sudah dibayar belum?"

"Belum, tadi pesen empat bungkus. Ini dua bungkus, yang dua katanya dibawa ke sini sekalian meminta bayarannya pada Mbak Arin." Arin kaget mendengar penuturan Sari, ternyata mertuanya sengaja langsung pergi dan memesan semua ini atas namanya.

"Eh, maaf, Bu Sari. Saya nggak tahu kalau mertua saya pesan ini, tapi uang untuk membayarnya nanti sore ya. Nunggu Mas Bayu pulang, boleh nggak?"

"Oh, iya. Nggak apa, kok bisa mertuamu pesan makanan kamu nggak tahu, Mbak?"

"Biasa itu, Bu. Beliau suka bikin surprise saya, tapi kebetulan hari ini gas dan keperluan lagi habis. Jadi uang saya nggak ada sisa. Kalau boleh tahu, semuanya berapa ya?"

"Semuanya tiga puluh ribu, besok saja saya ke sini lagi. Siapa tahu, Mbak Arin mau pesan lagi," ucap Sari sedikit bergurau.

"Ini saja masih ngutang, pokoknya secepatnya akan saya bayar. Jika nanti siang sudah ada, akan saya antar."

"Mbak Arin ini, takut banget kalau ditawari hutang," ucap Sari.

"Iya, soalnya takut besok sudah mati. Kalau mati meninggalkan hutang, takutnya ditagih di akhirat nanti," jawab Arin.

"Bagus itu, jadi nggak kayak tetangga lain yang punya prinsip 'nggak ngutang ya nggak punya' ya nggak?"

"Hehehe, kalau itu saya kurang tahu. Mbak Sari mau mampir ikut makan?" tanya Arin sengaja ingin menyudahi pembicaraan unfaedah ini.

"Enggak, aku mau ngider lagi. Ya sudah, Sari pemisi. Mari," pamit Sari meninggalkan rumah Arin dan bergegas menaiki sepeda motornya.

Arin menghembuskan nafasnya pelan, mertuanya memang selalu seperti itu. Membeli sesuatu atas namanya, dan membiarkan ia yang harus memberinya.

Arin membawa makanan dan minuman itu ke dalam, lalu menaruhnya di dalam piring besar.

"Gam, makan karedok mau? Ada es juga, tapi Agam harus makan sama nasi. Okey?" ajak Arin pada anak tirinya yang sedang sibuk memainkan kertas lipat.

"Iya, Bu. Apa tadi nenek yang beli?" 

"Iya," jawab Arin menutupi semuanya.

Arin memperhatikan anaknya yang sedang lahap memakan karedok, terlihat ia sedikit kepedesan.

"Bu, ini bukan buat Agam kayaknya. Pedes banget," ucap Agam mengipasi kepalanya dengan telapak tangannya.

"Masa sih?" Arin mencicipi karedok itu dan ternyata benar. Makanan ini sungguh sangat pedas.

"Sudah nggak usah dimakan, Ibu buatkan telor ceplok saja ya. Tadi Ibu habis beli di warung" ucap Arin.

"Iya, kayaknya ini buat Ayah. Soalnya Ibu juga tak suka pedas, bukan?"

"Mungkin nenek lupa," jawab Arin sambil menggoreng telur untuk Agam.

Makanan tersedia, Arin yang sedang sibuk membereskan rumah dikagetkan dengan suara knalpot motor yang sangat keras.

Lelaki berbadan jangkung masuk ke rumah Arin tanpa salam dan permisi.

"Mbak, Mas Bayu mana?" tanya Wisnu, adik dari Bayu.

"Jam segini cari Masmu, ya ndak di rumah, Nu." Arin melirik sebal lelaki yang berstatus adik iparnya ini. Belum juga menyuruhnya masuk, Wisnu sudah nyelonong ke dapur dan membuka tudung saji.

"Waw, ada karedok. Wisnu makan ya? Kebetulan Wisnu lapar, boleh ya Mbak?"

"Memang Ibu nggak masak?"

"Enggak, tadi saja ibu makan karedok juga. Tapi Wisnu tak dikasih," ucap Wisnu dengan tampang memelas. Mungkin itu rezeki Wisnu yang datang disaat ada karedok di sana, atau mungkin ibu sengaja melakukannya agar Arin kesal dan akhirnya membeli lagi.

Arin tak masalah tentang hal itu, tapi menjadi masalah jika nanti Bayu tak mau membayar ini semua. Jika begitu kasusnya, alamat ia harus mencari pekerjaan tambahan lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kaya Setelah Dibuang    pelajaran

    Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk

  • Kaya Setelah Dibuang    sakit

    “Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan

  • Kaya Setelah Dibuang    lagi lagi

    Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m

  • Kaya Setelah Dibuang    tak patut

    “Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum

  • Kaya Setelah Dibuang    kesombongan

    “Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka

  • Kaya Setelah Dibuang    Sarapan

    “Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status