Share

2 - Siapa Wanita itu?

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2025-02-03 17:20:02

“Kenapa murung, Mas?” Tanya Marcella pada Putra yang sedang memandangi langit malam dari jendela kamar apartemen Marcella.

Rambut wanita itu masih basah dan wangi sabun menyeruak begitu Marcella mendekati Putra.

Namun, Putra masih terdiam.

“Ada masalah apa sih? Kerjaan?” desak Marcella.

“Bukan, Cell. Tapi soal… Hanna.”

“Kenapa lagi dengan dia? Jangan-jangan dia mengetahui hubungan kita, Mas?” Tanya Marcella lagi.

Putra menggeleng. “Dia pengen kerja lagi. Katanya dia mau membiayai program bayi tabung itu dengan uangnya sendiri.”

Marcella menghempaskan tubuhnya yang hanya dibalut jubah mandi di samping Putra.

“Lho, bagus dong, Mas. Itu artinya dia tahu diri.”

“Aku enggak akan membiarkan dia kembali kerja, Cell.”

“Kenapa?”

“Enggak apa-apa. Sebagai suami, aku merasa bertanggung jawab penuh atas dirinya. Lagian, kata dokter dia juga enggak boleh capek.”

“Huh, aku beneran iri sama istrimu. Bisa punya suami yang bertanggung jawab kayak kamu, Mas. Kapan ya aku bisa ketemu laki-laki yang mau membiayaiku sepenuhnya? Sejujurnya, aku juga capek kerja.”

“Kupikir kamu tipe wanita mandiri, Cell, yang enggak bisa kalau enggak kerja.”

“Namanya juga wanita, Mas. Pada akhirnya mereka ingin dibiayai juga…”

Yang Marcella tidak tahu adalah, sebenarnya ada alasan khusus kenapa Putra tak mengizinkan istrinya kembali bekerja. Itu karena Putra takut karir Hanna akan melampaui karirnya.

Sebelum menikah dengan Putra, Hanna seorang wanita karir. Posisi terakhirnya adalah PR senior associate di sebuah media ternama.

Tapi karena Hanna begitu mencintai Putra, maka wanita itu rela melepas karirnya dan menjadi ibu rumah tangga sesuai keinginan Putra.

Putra lega dan berjanji akan selalu memenuhi kebutuhan Hanna. Walau pada kenyataannya, Hanna harus menurunkan standar hidupnya setelah menikah dengan Putra.

Walaupun gaji Putra sudah belasan juta, tapi pria itu masih harus memenuhi kebutuhan ibu dan adiknya.

Setiap bulan Hanna diberi uang lima juta untuk dikelola, nominal yang sedikit jika dibandingkan dengan gaji Hanna sebelumnya, yang hampir menyentuh dua puluh juta sebulannya.

Namun, Hanna ikhlas. Putra adalah segalanya bagi Hanna.

Putra mengisi kekosongan di hatinya. 

Setahun menikah, kehidupan mereka sangat bahagia. Hanna merasa keputusannya tepat memilih Putra sebagai pendamping hidupnya.

Tetapi lambat laun, semua berubah.

Ibu mertuanya, Nena, mulai merecoki kehidupan mereka. Setiap saat Nena mendesak Hanna untuk cepat hamil.

Sampai akhirnya, Hanna mengetahui kalau dirinya mengidap PCOS.

Hanna tahu, raut kekecewaan itu tergambar jelas di wajah Putra.

Mereka berdua pun berusaha tegar, mencoba hamil dengan cara alami.

Dan tiga tahun berlalu tanpa membuahkan hasil.

Putra kini sampai di rumahnya. Pria itu berharap Hanna sudah tidur.

Entah mengapa, dia begitu kesal dengan Hanna akhir-akhir ini. Di mata Putra, kecantikan istrinya itu memudar, tergantikan oleh Marcella yang luar biasa di atas ranjang.

“Mas,” Hanna muncul dengan daster yang menerawang sambil menyunggingkan senyumnya.

“Astaga, kenapa kamu belum tidur sih?” Ucap Putra ketus.

Hanna merangkul mesra suaminya itu. Wangi parfum yang sensual pun tercium dari tubuh Hanna.

Tapi sungguh, Putra sudah lelah. Di apartemen Marcella, mereka sudah bercinta sebanyak dua ronde.

“Aku kangen sama, Mas…” ucap Hanna manja. “Kayaknya Mas capek banget? Mau aku pijitin dulu? Setelah itu kita bisa… bisa lanjut ke hal yang lebih intim,” ucap Hanna sedikit malu.

Kalau dipikir-pikir, mungkin sudah lebih dari enam bulan mereka tidak pernah lagi melakukan hubungan suami istri.

Putra melepas kancing kerah yang seakan mencekik lehernya.

“Maaf Hanna, aku lagi enggak mood. Sebaiknya kamu tidur saja. Aku mau berendam air hangat lalu istirahat. Besok, aku harus bangun pagi-pagi sekali. Ada meeting penting.”

“Mas–”

“Duh, apa lagi sih? Sudah kubilang aku capek, Hanna,” balas Putra jengkel.

“Lusa, kita harus ke dokter lagi. Mas, ingat kan? Hasil tes kesuburan Mas sudah keluar,” Hanna mengingatkan. 

Putra mendengus keras. “Kamu sajalah yang ke sana. Toh cuma ambil hasilnya aja kan? Aku enggak bisa izin terus. Banyak kerjaan.”

Hanna terdiam. Kekecewaan menguar di hatinya begitu suaminya melewatinya begitu saja.

Tiba-tiba saja Hanna mengendus sesuatu.

Wangi parfum yang manis.

Hanna sontak menoleh, memperhatikan punggung suaminya.

Namun kali ini, Hanna menatap Putra dengan curiga.

***

“Jadi Putra enggak mengizinkan kamu kerja lagi?” Tanya Andin yang duduk di hadapan Hanna saat mereka sedang makan siang di sebuah restoran yang ada di mall.

“Dia enggak ingin aku kecapekan. Tapi ibu mertuaku menganggap aku sebagai bebannya Mas Putra, Ndin…”

“Hah, lagi-lagi ibu mertuamu yang menyebalkan itu,” keluh Andin sambil mengaduk-aduk minuman dingin miliknya. “Enggak usah didengerin deh ucapannya. Lagian, selama ini Putra enggak keberatan kan membiayai kamu? Eh, tapi itu kan udah jadi kewajibannya.”

“Tapi ucapan mertuaku ada benarnya juga, Ndin. Biaya bayi tabung itu lumayan mahal. Kalau aku kerja lagi, anggaplah aku mulai dari staf biasa, seenggaknya aku bisa punya gaji di atas UMR dan bisa membiayai setengah dari program bayi tabung itu.”

Andin langsung menggelengkan kepalanya. “Kalau suamimu enggak keberatan, maka kamu enggak usah mikirin biaya itu. Lagian, gaji Putra juga lumayan kan? Jabatannya sekarang udah level asisten manajer kan?”

Kepala Hanna mengangguk pelan.

Setelah selesai makan siang, Andin harus kembali ke kantornya. Sementara Hanna menghabiskan waktu cuci mata di mall.

Sampai tiba-tiba Hanna menyipitkan matanya. Dari kejauhan dia menangkap sosok yang begitu dikenalnya.

“Mas Putra?” Gumam Hanna heran.

Punggung lebar nan tegap milik Putra berdiri di depan sebuah butik mahal.

Dada Hanna seketika berdebar kencang begitu seorang wanita cantik keluar dari butik itu sambil menenteng sebuah paper bag besar dan tersenyum lebar ke arah suaminya.

Pupil mata Hanna mendadak melebar begitu mereka berpelukan erat.

“Astaga, Mas Putra…”

Tubuh Hanna pun gemetar hebat. Rasanya dia tidak ingin mempercayai apa yang sedang dilihatnya sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   59 - Aku Hanna Julianto

    Di hari jadinya yang ke-30 tahun, suasana kantor Beauty Inc. memang terasa jauh berbeda dari biasanya.Balon-balon sudah menghiasi lobi utama, pita-pita emas menggantung di setiap sudut, ditambah banyaknya karangan bunga ucapan selamat yang berjejer menuju pintu masuk hall utama.Segala keriuhan ini menandakan pencapaian besar–tiga dekade perjalanan perusahaan kecantikan yang paling berpengaruh di negeri ini.Nena menggandeng tangan mungil Jordan, membuntuti Putra dan Marcella yang berjalan di depan mereka. Keadaan Nena sudah membaik dan bersikukuh ikut ke kantor Putra untuk melihat kesuksesan putra satu-satunya itu–sekalian menemani Jordan.“Wah, apa itu, Nek?” Jordan menunjuk ke sebuah sudut dengan antusias, sementara satu tangannya menggenggam mainan dinosaurus kesayangannya.“Itu playground baru, Sayang,” balas Marcella menatap kedua bola mata Jordan yang berbinar.Playground itu nampak menarik perhatian Jordan. Perosotan berwarna merah, ayunan kayu, hingga area mandi bola yang be

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   58 - Rumor

    Pagi itu matahari baru saja naik. Sinarnya memantul ke penjuru kaca-kaca gedung pencakar langit.Putra dan Marcella menikmati pagi mereka dengan duduk-duduk di rooftop kantor sebelum memulai aktivitas yang padat hari ini.Di tangan mereka ada secangkir kopi yang asapnya masih mengepul tipis.Dari ketinggian gedung, terdengar samar-samar keriuhan jalanan dari bawah sana.Marcella sibuk memeriksa e-mail melalui ponselnya, sementara Putra nampak menikmati aroma kopi hitam yang menyergap permukaan lidahnya.Namun tiba-tiba, suasana santai mereka terusik ketika dua orang dari divisi lain duduk di belakang mereka sambil membicarakan sesuatu.“Kamu tahu nggak? Minggu depan, pas ultah perusahaan ke-30, bakal ada pengumuman besar…” suara itu terdengar pelan tapi mampu ditangkap oleh telinga Putra dan Marcella.“Aku juga dengar soal itu. Komisaris baru mau diperkenalkan. Dan gosipnya…” suara orang itu kini setengah berbisik. “Orang itu adalah anak rahasia Abraham Julianto!”Perbincangan itu mem

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   57 - Kebenaran

    "Kamu seperti baru saja melihat hantu, Jordan..." Suara Hanna terdengar datar dan dingin.Namun, itu sudah cukup untuk membuat napas Jordan tercekat.Lampu jalanan yang redup dari ujung gang, memberi cukup cahaya untuk menyingkap sosok Hanna yang berdiri tegap di ambang pintu.Bayangan wajah Hanna bergoyang pelan karena cahaya lampu yang berkelap-kelip redup di kontrakan lusuh itu.“Ma-mau apa kamu ke sini, hah?” Jordan berusaha mengatur nada suaranya agar tak terdengar ketakutan. “Aku bisa saja mencelakaimu, Hanni.”Hanna mendengus sambil melempar senyum tipis. “Masih berani mencelakaiku?”“Aku bisa bertindak nekat,” sorot mata Jordan berubah nyalang.“Dan aku bisa langsung menghubungi polisi,” balas Hanna santai, memamerkan ponsel di tangannya.“Apa maumu? Kenapa kamu bisa menemukanku?” Suara Jordan nampak memelan.“Mudah bagiku untuk melacak keberadaanmu, Jordan. Aku tahu, kamu punya hubungan gelap dengan Marcella. Mengikuti Marcella sama juga mengikuti dirimu,” Hanna mengedikkan b

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   56 - Malam Terakhir

    Brak!Marcella membanting pintu mobilnya dengan kencang. Dia melangkah tergesa dan langsung menarik lengan Jordan ke dalam mobilnya.“Brengsek!” Marcella memekik tertahan. “Ngapain kamu di sini, hah? Seharusnya kamu sembunyi! Polisi masih memburumu! Dasar bodoh!”Deru mesin mobil Marcella terdengar. Dengan cepat, dia melajukan mobilnya menjauh dari rumah.“Hei, kita mau kemana?” Jordan terdengar bingung. “Jauh-jauh aku datang ke rumahmu, Cella.”“Itu tindakan bodoh! Untung aku pulang sendirian. Gimana kalau sampai Putra tahu?! Dia bahkan mengingat wajahmu, Jordan!” Marcella menggenggam erat setir mobilnya. “Kamu bisa ditangkap polisi!”Jordan menghela napas pelan. “Tadinya aku malah ingin menyerahkan diri ke polisi.”“Apa?! Jangan bertindak bodoh!” Pekik Marcella lagi. Astaga, rasanya kepalanya mau pecah dengan masalah yang datang bertubi-tubi seperti ini. “Kamu harus segera pergi dari sini! Aku akan mengurusnya.”“Kamu nggak usah memikirkan hal itu,” lanjut Jordan sambil bersedekap.

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   55 - Hampir Saja

    Embusan angin malam langsung menyambut Marcella ketika wanita itu keluar dari ruang rawat inap ibu mertuanya, membiarkan Putra menemani ibunya.Saat berjalan menyusuri lorong, kepala Marcella terasa begitu berat.Hanna, Hanna, Hanna. Nama dan sosok wanita itu terus saja berkelebat di benaknya.“Sialan,” desis Marcella pelan. Seharusnya dia membunuh wanita itu sejak awal, melindasnya sekali lagi agar wanita itu benar-benar mati.Kini pikiran Marcella melanglang buana ke kejadian malam itu, di saat dia sengaja menabrak Hanna demi menghilangkan barang bukti.Andai saja Putra tak mencegahnya malam itu, pasti kesialan tak menimpa mereka sekarang ini.Sambil mengembuskan napas berat, Marcella memasuki kafetaria rumah sakit. Secangkir teh hangat setidaknya bisa menenangkan kegelisahannya untuk sementara.Saat Marcella menatap kosong ke luar jendela kafetaria, tiba-tiba saja dia menangkap sosok yang mencurigakan, yang sedang berjalan tergesa di lorong rumah sakit.Jaket abu-abu gelap itu memb

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   54 - Bukan Mimpi Buruk

    Kedua mata Nena membuka perlahan. Cahaya lampu menyorot, menusuk pandangannya yang membuatnya harus berkedip berkali-kali.Suara detak jantung dari monitor di sampingnya terdengar. Lantas Nena juga menyadari selang infus yang menggantung di pinggir ranjangnya.“Akhirnya, Ibu sadar juga…” suara Sarah langsung menyambut wanita tua itu. Sarah pun meletakkan ponselnya dan mendekat.“Astaga…” Nena berucap lirih. Kepalanya masih sedikit pening. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi. “Jordan… di mana dia?”“Tenang, Bu,” sahut Sarah. “Sebaiknya, Ibu istirahat dulu. Jangan banyak gerak.”Namun Nena tak menghiraukan saran anaknya. Kedua bola matanya bergerak liar mencari keberadaan cucu kesayangannya.“Di mana Jordan?!” Suara Nena sedikit meninggi. Dia bakal menyalahkan dirinya seumur hidup kalau terjadi hal buruk pada Jordan.“Dia baik-baik saja, Bu. Aku menitipkannya ke tetangga sebelah. Hanya ada luka kecil di sekitar kakinya,” terang Sarah. “Mas Putra dan Mbak Marcella akan pulang malam i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status