Kebangkitan Istri yang Kau Khianati

Kebangkitan Istri yang Kau Khianati

last updateLast Updated : 2025-03-24
By:  PoepoeOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
52Chapters
598views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Hanna dihadapkan pada kenyataan pahit kala menemukan suaminya berselingkuh dengan rekan kerjanya di kantor. Padahal, dialah yang selalu mendukung Putra, sampai rela melepas karirnya yang gemilang. Sayangnya, saat bukti sudah di tangan, Hanna justru terlibat kecelakaan fatal. Asuransi jiwanya langsung diklaim oleh kedua pengkhianat itu. Tapi, Hanna tak menyerah! Dia bahkan kembali dan siap membalaskan dendamnya dengan cara yang tak pernah mereka duga...

View More

Chapter 1

1 - Selingkuh

“Ugh, Mas…”

Marcella mendesah berat seraya tubuhnya yang setengah polos itu berguncang pelan di atas pangkuan Putra.

Suasana kabin mobil yang pengap tak menyurutkan kedua insan itu untuk tetap bercinta dengan panas.

Napas mereka menderu cepat saat kenikmatan datang, sampai-sampai mereka tak kuasa menjerit puas.

Masih dengan napas terengah, Putra memeluk erat tubuh Marcella, yang hanya dibalut pakaian dalam.

“Kamu benar-benar luar biasa,” puji Putra.

Marcella membalas dengan senyuman tipis karena wanita itu masih ingin menikmati ledakan-ledakan kecil yang mendera tubuhnya.

Rasanya sungguh menyenangkan, tapi sayangnya semua kenikmatan ini tak bertahan lama. 

Mereka harus segera berpisah.

“Mas, bisa enggak sih kita menghabiskan waktu bersama seharian?” Marcella pindah ke kursi samping lalu mengenakan kemeja kantornya kembali.

“Yah, aku juga pengennya begitu, Cella. Tapi, kamu tahu sendiri kan, pekerjaanku lagi banyak-banyaknya,” balas Putra.

Bibir merah Marcella mengerucut kecewa.

“Kalau ngambek gitu, kamu jadi tambah imut deh, Sayang,” goda Putra sambil kembali menyosor bibir ranum Marcella.

Namun kali ini Marcella mengelak.

“Udah deh Mas, jangan mulai lagi. Kita cuma punya waktu lima belas menit sebelum istirahat makan siang selesai,” tukas Marcella.

Kini giliran Putra yang nampak kecewa.

Tiba-tiba saja ponsel Putra berdering kencang.

Nama Hana muncul di layar. Putra pun menghela napas pelan.

“Dari istriku. Jangan bicara dulu ya,” pinta Putra pada wanita di sampingnya itu. 

Tak punya pilihan lain, Marcella hanya bisa bersedekap jengkel sambil memutar kedua bola matanya.

“Ya, Hanna. Kenapa kamu tiba-tiba nelpon?” Putra pun mengangkat teleponnya. 

“Ada masalah apa?” tanya Marcella setelah sambungan telepon itu berakhir.

“Dia minta aku menemaninya ke dokter kandungan besok,” jawab Putra.

“Jadi, kalian benar-benar akan menjalani semacam program bayi tabung?” Tanya Marcella.

Putra memang sudah menceritakan soal keadaan istrinya yang sulit hamil karena mengidap PCOS.

“Begitulah. Sudah tiga tahun kami menikah, jadi kurasa ini saat yang tepat. Lagi pula, ibuku sangat menginginkan seorang cucu,” balas Putra.

“Kurasa aku bisa memberikanmu seorang anak,” tandas Marcella tiba-tiba.

Bola mata Putra langsung melebar. “A-apa?”

Lantas, tawa Marcella berderai.

“Astaga, Mas. Wajahmu sampai kaget begitu. Memangnya kamu enggak mau anak dariku?” Marcella mengerlingkan matanya dengan menggoda.

“Ka-kamu enggak bercanda kan? Hubungan kita hanya sebatas–”

“Kamu bisa ceraikan istrimu itu, Mas. Beres,” sela Marcella cepat.

“Cerai? Oh, enggak mungkin, Cella. Hanna istri yang baik. Enggak ada alasan bagiku untuk menceraikannya,” Putra menggelengkan kepalanya.

Tak bisa dipungkiri, mendengar Putra memuji istrinya sendiri membuat hati Marcella panas.

Wanita itu mendengus.

“Sebaik apapun istrimu itu, tetap saja dia mandul,” ucap Marcella ketus.

“Dia enggak mandul, Cella. Hanya sulit hamil,” bela Putra.

“Hah, terserahlah.” Kali ini suara Marcella terdengar kesal.

Dia segera turun dari mobil Putra dan membanting pintunya keras-keras.

“Cella, tunggu. Jangan ngambek begini dong, Sayang…”

Marcella menghempaskan tangan Putra yang hendak meraih lengannya. Wanita itu pun bergerak cepat memasuki area lobby basement, meninggalkan Putra yang hanya bisa garuk-garuk kepala dengan pasrah.

***

“Lho, Hanna? Kamu belum tidur?” Kening Putra sontak mengernyit begitu mendapati istrinya yang masih duduk di ruang tengah.

“Aku nungguin kamu, Mas.”

Jam dinding di ruangan itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

“Seharusnya kamu enggak usah nungguin aku. Aku sudah bilang bakalan lembur kan?”

Hanna bangkit. “Aku panasin makan malamnya ya? Kita makan sama-sama.”

“Jadi, kamu belum makan malam?”

Hanna menggeleng. “Sudah kubilang aku nungguin Mas.”

“Astaga, buat apa sih, Han? Kalau maag-mu kambuh gimana? Nanti aku lagi yang repot,” Putra terdengar sedikit marah.

“Sudah lama kita enggak pernah ngobrol, Mas.”

“Sudah, sudah, enggak usah dipanasin makanannya. Aku enggak laper.”

“Tapi, Mas–”

“Aku capek, Hanna. Lembur sampai malam begini. Aku lebih milih tidur daripada harus ngobrol sama kamu.”

Putra lantas berlalu begitu saja.

Tanpa Hanna sadari air matanya jatuh. Entah kenapa, omongan suaminya tadi terdengar sangat menyakitkan di kuping Hanna.

Tiga tahun pernikahan mereka kini semua terasa begitu dingin.

Apa mungkin karena dirinya belum bisa memberikan Putra seorang anak? Ya, mungkin saja.

Tapi besok mereka akan konsultasi bayi tabung untuk yang pertama kalinya. Dan Hanna berharap semua akan berjalan lancar.

***

“Delapan puluh juta?” Kedua mata Nena membulat tidak percaya. “Kamu harus mengeluarkan uang sebanyak itu untuk punya anak?”

“Iya, Bu. Itu masih kisaran awalnya dan belum tentu juga langsung berhasil,” balas Putra saat dia dan Hanna berkunjung ke rumah ibunya di akhir pekan.

Nena menatap sekilas ke arah menantunya yang tertunduk lesu.

Hanna pun merasa bersalah. Dirinya tidak bisa dengan mudah memberi keturunan bagi Putra.

Begitu Putra keluar, Nena langsung mendekati menantunya itu.

“Delapan puluh juta itu angka yang besar lho,” ucap Nena. “Kalau kalian mulai program itu, maka Putra harus memangkas uang bulanan untuk Ibu. Kamu tahu sendiri kan, Sarah masih kuliah?”

Hanna mengangguk pelan. “Maafkan aku, Bu. Tapi itu sudah jadi kesepakatan kami. Bayi tabung ini salah satu usaha kami untuk punya anak.”

Nena berdecak pelan. 

“Gini aja. Gimana kalau kamu kerja lagi, Han? Yah, hitung-hitung bantu suami kamu. Jangan terus-terusan jadi bebannya Putra,” terang Nena.

“Be-bebannya Mas Putra?” Hanna heran mendengarnya.

“Putra masih harus membiayai adiknya, Han. Kamu harus paham itu. Lagi pula, kamu ini kan lulusan sarjana. Sayang kalau gelarnya enggak dipakai. Nanti, kalau kamu punya gaji sendiri, kamu bisa membiayai program bayi tabung itu tanpa harus membebani suamimu.”

Kening Hanna mengernyit semakin dalam.

“Sejak awal menikah, Mas Putra enggak memperbolehkanku kerja. Dan Ibu tahu itu,” balas Hanna lagi.

“Yah, itu kan dulu. Ternyata sekarang kondisinya berbeda. Kamu sulit hamil, Hanna. Kalau saja dirimu baik-baik saja, Ibu enggak akan menyarankan ini.”

Hanna menelan ludahnya dalam-dalam.

Ucapan ibu mertuanya itu memang selalu menusuk hatinya.

“Jadi, pertimbangkan saran Ibu, ya? Kerja lagi sana dan jangan cuma jadi beban buat suamimu.”

Kedua bibir Hanna hanya mengatup rapat. Jujur, dia tidak tahu harus membalas apa ucapan ibu mertuanya yang tajam itu.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
52 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status