Share

3 - Membuntuti Putra

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2025-02-03 17:20:47

“Thanks ya, Mas!” 

Marcella tersenyum lebar setelah memeluk Putra erat-erat.

“Kamu suka tasnya?” Tanya Putra, melirik ke paper bag besar yang ditenteng wanita itu

“Suka banget! Ini tas impianku sejak lama,” balas Marcella dengan nada manja.

“Syukurlah kalau begitu.”

Lantas, mereka bergandengan tangan, menyusuri selasar mall yang tak terlalu ramai.

“Kita harus segera kembali ke kantor. Ada meeting mendadak,” Putra melirik pergelangan tangannya.

“Oh, tadi bosmu yang nelpon?”

“Iya, makan siangnya kita take away aja ya, Sayang?” Pinta Putra, melempar senyum tipis.

Mau tak mau, Marcella hanya bisa mengedikkan bahunya pasrah.

Sementara itu, dari kejauhan dada Hanna terasa begitu sesak. Sedari tadi, tubuhnya gemetar hebat.

Sebisa mungkin, dia mengendalikan emosinya agar tidak menghambur dan menjambak rambut panjang wanita itu. Namun, matanya terus saja menggenang.

Langkahnya melambat saat melihat suaminya dan wanita itu masuk ke dalam restoran.

Dari luar restoran, Hanna terus memata-matai mereka.

Kepalanya panas karena sedari tadi wanita itu terus memandang suaminya dengan mesra. Tangan mereka saling berkaitan seolah tidak ada yang bisa melepasnya.

Hanna berharap semua ini mimpi.

Namun, keriuhan di sekitarnya menyadarkan dirinya bahwa ini nyata.

Putra selingkuh.

“Ti-tidak…” Hanna menggigit bibirnya keras-keras. Pipinya seketika basah.

Sambil sedikit sesenggukan, Hanna yang malang menyingkir agar tidak terlihat suaminya. Dia membiarkan Putra dan wanita itu berlalu begitu saja.

Dia tidak mau membuat keributan yang memalukan, walau hatinya terasa begitu sakit.

***

“Sepertinya Hanna marah padaku,” Putra menukas saat dirinya dan Marcella bersantai sejenak di rooftop gedung.

Putra lalu menyesap sekaleng kopi hitam dingin.

“Yah, biarkan saja,” tandas Marcella acuh setelah mengembuskan asap rokok ke udara. “Malah bagus dong. Jadi kamu enggak usah meladeni istrimu itu.”

“Tapi, dia jarang marah, Cell. Seumur-umur, Hanna enggak pernah mendiamkan aku seperti ini.” Putra menggaruk-garuk kepalanya.

Marcella menatap pria itu. Raut wajah Putra nampak gelisah. Hal itu membuat Marcella cemburu.

“Apa jangan-jangan selama ini aku terlalu dingin sama dia ya?” Tanya Putra lagi. Entah pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya atau Marcella.

Marcella mendengus keras, mematikan rokoknya dengan kesal.

“Mana kutahu?” Balas Marcella ketus. “Sebenarnya, aku muak mendengarmu menyebut-nyebut nama Hanna. Bisa enggak sih Mas kita ngomongin hal lain?”

“Lho, kenapa kamu jadi sewot begitu?” Kening Putra mengernyit.

“Hah! Sudahlah. Lebih baik aku kembali ke ruanganku.”

“Cella, tunggu–”

Saat Putra hendak mengejar selingkuhannya itu, langkahnya langsung terhenti karena ada beberapa orang yang memperhatikannya.

Dia harus main cantik. Hubungannya dengan Marcella tidak boleh terkuak.

***

Hanna memandangi selembar kertas hasil tes kesuburan suaminya. Dahinya nampak mengerut karena dia tidak memahami tulisan-tulisan itu.

Sampai akhirnya dokter di hadapannya berdeham pelan.

“Jadi, bagaimana, Dok?” Tanya Hanna. “Kapan kami bisa memulai program bayi tabung itu?”

“Sebenarnya saya berharap Bu Hanna datang dengan suami Ibu.”

“Saya juga berharap begitu, Dok. Tapi suami saya sibuk,” balas Hanna, meletakkan kertas hasil tes kesuburan Putra di atas meja.

Lantas, dokter itu menatap Hanna lekat sebelum akhirnya menghela napas panjang.

Saat dokter mulai menjelaskan, kedua mata Hanna melebar. 

“Ti-Tidak mungkin…” Hanna berujar lirih sambil terkulai di atas kursi.

***

Hanna hanya bisa memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong.

Penjelasan dokter tadi masih terus berputar-putar di kepalanya.

Namun, sesaat kemudian kejadian di mall dua hari lalu kembali menyalip pikirannya.

Bayangan Putra bersama wanita itu… pelukan mesra mereka, tatapan mereka… terus saja berkelebat di benak Hanna.

Hatinya hancur berkeping-keping. Kenapa Putra begitu tega mengkhianatinya?

Sudah berapa lama hubungan mereka berlangsung?

Siapa wanita itu?

Sudah seberapa jauh hubungan mereka? Apa mereka pernah…?

“Tidak, tidak…”

Hanna menggelengkan kepalanya. Dia tak ingin berburuk sangka seperti ini.

Namun, pertanyaan-pertanyaan itu seolah tak mau lepas dari kepalanya begitu saja.

Tiba-tiba, ponsel miliknya berdenting. Ada satu pesan masuk dari suaminya.

“Lagi-lagi lembur…” gumam Hanna setelah membaca pesan itu.

Tadinya, Hanna ingin memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Putra saat dia bertemu dengan dokter tadi, tapi Hanna mengurungkan niatnya.

Ada hal yang lebih penting, pikir Hanna sambil menyipit tajam.

“Sebaiknya aku bertindak dan mengumpulkan bukti,” Hanna menggeram pelan. 

Kemudian dia langsung menghubungi seseorang.

“Halo, Andin? Boleh aku pinjam motormu?”

***

Embusan angin malam menyapu wajah Hanna. 

Motor bebek milik sahabatnya, Andin, kini melaju di tengah jalanan malam yang padat.

Sedari tadi, jantung Hanna berdetak kencang.

Sejujurnya, dia tidak ingin mendapatkan bukti bahwa suaminya selingkuh.

Bisa saja wanita itu temannya kan?

Tapi semakin Hanna menyangkal, semakin tidak masuk akal kedekatan suaminya dengan wanita itu.

Sampai akhirnya Hanna pun sampai di depan gedung Beauty Inc., tempat Putra bekerja sebagai asisten manajer operasional di sana.

Berkali-kali Hanna melirik ponselnya. Sudah pukul tujuh malam. Maka, Hanna memutuskan untuk menepi dan menunggu di pinggir trotoar.

Mata Hanna terus memperhatikan deretan mobil yang keluar dari gedung itu, sampai akhirnya dia melihat mobil suaminya!

Kacanya yang gelap tidak memungkinkan Hanna untuk melihat ke dalam.

Bergegas, Hanna mengenakan maskernya kembali, mengencangkan kaitan helm dan membuntuti mobil Putra dari belakang.

Dalam hati, perempuan itu berharap agar suaminya langsung pulang ke rumah. Kalau hal itu yang terjadi, maka dia akan memaafkan Putra, mengakhiri perang dingin dengan suaminya itu dan melupakan kejadian di mall itu.

Namun, mobil sedan hitam itu malah memutar arah, melenceng dari arah pulang.

Dada Hanna berdentum tidak karuan, tapi dia tetap fokus menjaga jarak aman dari mobilnya Putra.

Sekitar dua puluh menit kemudian, mobil suaminya memasuki pelataran parkir sebuah apartemen.

“Apartemen?” Gumam Hanna.

“Maaf, ada keperluan apa?” Seorang petugas langsung mencegat motor Hanna saat hendak masuk ke pelataran parkir apartemen itu.

“I-Ini… saya… saya mau mengantarkan makanan,” balas Hanna.

“Oh, untuk ojek online silakan langsung ke depan lobi.”

“Tapi saya mau parkir di sana.”

“Tidak bisa. Itu khusus untuk penghuni.”

“Penghuni?” Alis Hanna sontak bertautan.

“Iya, Bu. Hanya yang memiliki kartu akses saja yang bisa parkir di basement. Lagian, ibu ini kan hanya mengantar makanan saja. Jadi silakan parkir di depan lobi.”

‘Sejak kapan Mas Putra punya apartemen?’ Batin Hanna. ‘Kenapa dia menyembunyikannya dariku?’

Mata Hanna memicing, memperhatikan mobil suaminya yang menghilang dari pandangan.

Kini batin Hanna benar-benar berkecamuk. 

Sudah bisa dipastikan suaminya memiliki simpanan di apartemen itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   59 - Aku Hanna Julianto

    Di hari jadinya yang ke-30 tahun, suasana kantor Beauty Inc. memang terasa jauh berbeda dari biasanya.Balon-balon sudah menghiasi lobi utama, pita-pita emas menggantung di setiap sudut, ditambah banyaknya karangan bunga ucapan selamat yang berjejer menuju pintu masuk hall utama.Segala keriuhan ini menandakan pencapaian besar–tiga dekade perjalanan perusahaan kecantikan yang paling berpengaruh di negeri ini.Nena menggandeng tangan mungil Jordan, membuntuti Putra dan Marcella yang berjalan di depan mereka. Keadaan Nena sudah membaik dan bersikukuh ikut ke kantor Putra untuk melihat kesuksesan putra satu-satunya itu–sekalian menemani Jordan.“Wah, apa itu, Nek?” Jordan menunjuk ke sebuah sudut dengan antusias, sementara satu tangannya menggenggam mainan dinosaurus kesayangannya.“Itu playground baru, Sayang,” balas Marcella menatap kedua bola mata Jordan yang berbinar.Playground itu nampak menarik perhatian Jordan. Perosotan berwarna merah, ayunan kayu, hingga area mandi bola yang be

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   58 - Rumor

    Pagi itu matahari baru saja naik. Sinarnya memantul ke penjuru kaca-kaca gedung pencakar langit.Putra dan Marcella menikmati pagi mereka dengan duduk-duduk di rooftop kantor sebelum memulai aktivitas yang padat hari ini.Di tangan mereka ada secangkir kopi yang asapnya masih mengepul tipis.Dari ketinggian gedung, terdengar samar-samar keriuhan jalanan dari bawah sana.Marcella sibuk memeriksa e-mail melalui ponselnya, sementara Putra nampak menikmati aroma kopi hitam yang menyergap permukaan lidahnya.Namun tiba-tiba, suasana santai mereka terusik ketika dua orang dari divisi lain duduk di belakang mereka sambil membicarakan sesuatu.“Kamu tahu nggak? Minggu depan, pas ultah perusahaan ke-30, bakal ada pengumuman besar…” suara itu terdengar pelan tapi mampu ditangkap oleh telinga Putra dan Marcella.“Aku juga dengar soal itu. Komisaris baru mau diperkenalkan. Dan gosipnya…” suara orang itu kini setengah berbisik. “Orang itu adalah anak rahasia Abraham Julianto!”Perbincangan itu mem

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   57 - Kebenaran

    "Kamu seperti baru saja melihat hantu, Jordan..." Suara Hanna terdengar datar dan dingin.Namun, itu sudah cukup untuk membuat napas Jordan tercekat.Lampu jalanan yang redup dari ujung gang, memberi cukup cahaya untuk menyingkap sosok Hanna yang berdiri tegap di ambang pintu.Bayangan wajah Hanna bergoyang pelan karena cahaya lampu yang berkelap-kelip redup di kontrakan lusuh itu.“Ma-mau apa kamu ke sini, hah?” Jordan berusaha mengatur nada suaranya agar tak terdengar ketakutan. “Aku bisa saja mencelakaimu, Hanni.”Hanna mendengus sambil melempar senyum tipis. “Masih berani mencelakaiku?”“Aku bisa bertindak nekat,” sorot mata Jordan berubah nyalang.“Dan aku bisa langsung menghubungi polisi,” balas Hanna santai, memamerkan ponsel di tangannya.“Apa maumu? Kenapa kamu bisa menemukanku?” Suara Jordan nampak memelan.“Mudah bagiku untuk melacak keberadaanmu, Jordan. Aku tahu, kamu punya hubungan gelap dengan Marcella. Mengikuti Marcella sama juga mengikuti dirimu,” Hanna mengedikkan b

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   56 - Malam Terakhir

    Brak!Marcella membanting pintu mobilnya dengan kencang. Dia melangkah tergesa dan langsung menarik lengan Jordan ke dalam mobilnya.“Brengsek!” Marcella memekik tertahan. “Ngapain kamu di sini, hah? Seharusnya kamu sembunyi! Polisi masih memburumu! Dasar bodoh!”Deru mesin mobil Marcella terdengar. Dengan cepat, dia melajukan mobilnya menjauh dari rumah.“Hei, kita mau kemana?” Jordan terdengar bingung. “Jauh-jauh aku datang ke rumahmu, Cella.”“Itu tindakan bodoh! Untung aku pulang sendirian. Gimana kalau sampai Putra tahu?! Dia bahkan mengingat wajahmu, Jordan!” Marcella menggenggam erat setir mobilnya. “Kamu bisa ditangkap polisi!”Jordan menghela napas pelan. “Tadinya aku malah ingin menyerahkan diri ke polisi.”“Apa?! Jangan bertindak bodoh!” Pekik Marcella lagi. Astaga, rasanya kepalanya mau pecah dengan masalah yang datang bertubi-tubi seperti ini. “Kamu harus segera pergi dari sini! Aku akan mengurusnya.”“Kamu nggak usah memikirkan hal itu,” lanjut Jordan sambil bersedekap.

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   55 - Hampir Saja

    Embusan angin malam langsung menyambut Marcella ketika wanita itu keluar dari ruang rawat inap ibu mertuanya, membiarkan Putra menemani ibunya.Saat berjalan menyusuri lorong, kepala Marcella terasa begitu berat.Hanna, Hanna, Hanna. Nama dan sosok wanita itu terus saja berkelebat di benaknya.“Sialan,” desis Marcella pelan. Seharusnya dia membunuh wanita itu sejak awal, melindasnya sekali lagi agar wanita itu benar-benar mati.Kini pikiran Marcella melanglang buana ke kejadian malam itu, di saat dia sengaja menabrak Hanna demi menghilangkan barang bukti.Andai saja Putra tak mencegahnya malam itu, pasti kesialan tak menimpa mereka sekarang ini.Sambil mengembuskan napas berat, Marcella memasuki kafetaria rumah sakit. Secangkir teh hangat setidaknya bisa menenangkan kegelisahannya untuk sementara.Saat Marcella menatap kosong ke luar jendela kafetaria, tiba-tiba saja dia menangkap sosok yang mencurigakan, yang sedang berjalan tergesa di lorong rumah sakit.Jaket abu-abu gelap itu memb

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   54 - Bukan Mimpi Buruk

    Kedua mata Nena membuka perlahan. Cahaya lampu menyorot, menusuk pandangannya yang membuatnya harus berkedip berkali-kali.Suara detak jantung dari monitor di sampingnya terdengar. Lantas Nena juga menyadari selang infus yang menggantung di pinggir ranjangnya.“Akhirnya, Ibu sadar juga…” suara Sarah langsung menyambut wanita tua itu. Sarah pun meletakkan ponselnya dan mendekat.“Astaga…” Nena berucap lirih. Kepalanya masih sedikit pening. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi. “Jordan… di mana dia?”“Tenang, Bu,” sahut Sarah. “Sebaiknya, Ibu istirahat dulu. Jangan banyak gerak.”Namun Nena tak menghiraukan saran anaknya. Kedua bola matanya bergerak liar mencari keberadaan cucu kesayangannya.“Di mana Jordan?!” Suara Nena sedikit meninggi. Dia bakal menyalahkan dirinya seumur hidup kalau terjadi hal buruk pada Jordan.“Dia baik-baik saja, Bu. Aku menitipkannya ke tetangga sebelah. Hanya ada luka kecil di sekitar kakinya,” terang Sarah. “Mas Putra dan Mbak Marcella akan pulang malam i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status