Share

8 - Kecelakaan

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2025-02-19 17:58:45

Hanna menyeringai penuh kemenangan saat menyadari bahwa raut wajah Putra dan selingkuhanya itu nampak menegang.

“Hanna, jangan bertindak bodoh,” pinta suaminya dengan nada memohon. “Dengan menyebarkan rekaman itu kamu sama saja menyebar aib suami sendiri.”

Rasanya Hanna ingin tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

“Menyebarkan aib? Aku bahkan bisa menyeret kalian berdua ke penjara dengan pasal perzinahan,” tandas Hanna. “Tapi kurasa aku hanya akan minta cerai darimu, Mas. Dan menyebarkan video ini supaya karir kalian berdua hancur!”

“Dasar wanita sialan…” geram Marcella. Wanita itu tertatih-tatih bergerak mendekat ke Putra.

“Wanita sialan?” Ulang Hanna. “Yang sialan itu dirimu, Marcella. Wanita perusak rumah tangga orang.”

Tiba-tiba saja, Putra menghambur ke arah Hanna, bersimpuh di kedua kaki istrinya.

Hanna agak terkesiap. Namun, genggaman tangan Putra yang begitu erat melingkar di sekitar kakinya, membuat Hanna kesulitan bergerak.

“Hanna… maafkan aku,” punggung Putra mulai berguncang. “Aku khilaf… aku… aku enggak bisa melepasmu. Aku mencintaimu, Hanna. Plis, jangan tinggalkan aku…”

Marcella geram mendengarnya. Bukan ini yang dia harapkan. Dia ingin Putra membelanya, melepas istrinya yang tak berguna begitu saja.

“Lepaskan aku, Mas. Berbahagialah dengan wanita itu,” Hanna melempar tatapan sinis pada Marcella yang kini juga menatapnya dengan tatapan yang sama. “Kurasa dia bisa membahagiakanmu, iya kan? Enggak seperti diriku yang hanya jadi beban bagimu.”

Tetapi Putra bergeming.

“Aku enggak akan melepasmu sampai kamu memaafkan aku, Hanna…” suara Putra terdengar parau.

Hanna menarik napasnya dalam-dalam. “Baiklah, aku maafkan semua ini.”

“Benarkah?” Putra menengadah tidak percaya.

Saat dekapan Putra melonggar, Hanna langsung bergerak menjauh.

“Tapi aku akan tetap menyerahkan rekaman ini ke pengadilan, Mas,” ucap Hanna tegas.

“Kamu hanya akan menghancurkanku, Hanna! Menghancurkan hidupku!” Tiba-tiba suara Putra meninggi. “Benar kata Marcella, kamu memang wanita sialan! Kamu wanita yang enggak berguna, yang bahkan enggak bisa melahirkan anak untukku!”

Dada Putra nampak naik turun.

“Seharusnya, aku menuruti kata-kata ibuku untuk menceraikanmu. Kamu memang beban! Parasit! Aku yakin enggak akan ada pria manapun yang rela jadi suamimu, Hanna. Kamu enggak berguna,” Putra melesatkan pandangan tajam ke arah Hanna.

Kedua rahang Hanna gemetar.

Hatinya seperti dihujam ribuan jarum yang tajam. Dia bahkan tak mampu membalas perkataan suaminya lagi. Lidahnya mendadak kelu.

Putra beringsut bangkit. Tubuhnya yang tegap itu kini menjulang di hadapan Hanna.

“Sebarkan saja video itu. Aku tidak peduli,” tandas Putra dingin. “Aku sudah enggak mencintaimu lagi. Aku akan hidup bahagia dengan Cella, wanita yang seribu kali jauh lebih baik darimu.”

Air mata kembali jatuh dari ekor mata Hanna.

Apakah dia masih mencintai Putra, sehingga omongan pria itu terdengar begitu menyakitkan di telinganya?

Apapun itu, pada akhirnya Hanna harus bersikap tegar, menegakkan punggungnya dan membalas tatapan suaminya.

“Baiklah, semoga kalian bahagia,” tandas Hanna dengan suara yang gemetar.

Hanna memutar tubuhnya, berlari keluar dari rumah yang menyesakkan ini.

***

“Kamu gila, Mas!” Marcella terheran. “Kamu membiarkan wanita itu menyebarkan video kita?!”

“Mau bagaimana lagi?” Putra mengedikkan bahunya pasrah.

“Karir kita bakalan hancur! Kamu tahu kan kalau pemilik Beauty Inc. itu enggak akan mentolerir hal yang seperti ini? Moral di atas segalanya. Itu salah satu semboyan perusahaan mereka,” Marcella mengingatkan sambil membenarkan posisi kaosnya.

“Kita bisa mencari pekerjaan baru,” balas Putra.

“Tidak semudah itu! Video kita akan beredar, Mas! Video mesum kita!”

“Marcella, tenang, Sayang…” Putra merengkuh kedua bahu wanita kesayangannya. “Aku akan mencari jalan keluarnya.”

“Apa?” Desak Marcella. “Dia itu gila, Mas! Gila!”

Putra hanya menghela napas pelan. Sebenarnya, dia juga tak bisa membayangkan kalau sampai video itu tersebar ke publik. Bisa-bisa ibunya kena serangan jantung.

“Kita susul dia,” Marcella mendahului Putra yang mematung di ruang tengah.

“Apa?”

“Kita susul istrimu yang gila dan enggak berguna itu!”

“Untuk apa, Cella?”

“Untuk apa kek?! Buat kesepakatan? Entahlah! Yang penting kita harus mencegahnya! Cepat, Mas. Mana kunci mobilmu?!”

“Tapi, Cella–”

“Mas!” Mata Marcella melotot sambil meminta kunci mobil Putra.

“Baiklah, kita susul dia,” balas Putra pada akhirnya.

***

Hanna masih sesenggukan saat melajukan motor bebek milik Andin di jalanan yang sepi.

Bayangan suaminya bercinta dengan wanita sialan itu masih saja menggantung di benaknya. Ucapan Putra yang menyakitkan semakin menambah rasa sakit hatinya.

Dia menyesal mencintai pria itu sepenuh hatinya, sampai harus mengorbankan karirnya. Namun, Hanna masih saja menyalahkan dirinya.

Apa mungkin dia memang tak berguna karena sulit hamil?

Apa benar tak akan ada pria manapun yang mau dengannya kalau tahu kondisi dirinya yang sebenarnya?

Kenapa? Kenapa semua terjadi padanya?

Embusan angin malam tak membuat air matanya mengering. Dadanya semakin sesak dan berat.

Rasanya dia ingin mati saja. Dia tak berguna, tak menarik, bahkan Putra sampai tidur dengan wanita lain.

Tanpa Hanna sadari, laju motornya semakin kencang menembus malam.

“Tidak, aku enggak boleh mati. Aku harus balas dendam dan menghancurkan hidup mereka!” Jeritannya seolah membelah malam yang pekat.

Tapi suara Hanna tertelan udara malam yang dingin.

Lambat laun, kesedihan itu segera tergantikan dengan dendam.

Rekaman ini adalah kartu AS-nya. Hanna tak akan membiarkan Putra dan selingkuhannya bersenang-senang di atas rasa sakit hatinya.

Saat dia sedang menyusun rencana di kepalanya, tiba-tiba saja bagian belakang motor yang dikendarainya seperti dihantam benda yang begitu keras.

BRAK!

Motor Hanna oleng dan tubuh wanita itu pun terlempar beberapa meter sampai akhirnya mendarat di aspal yang keras.

BRUK!

Pandangan Hanna berkunang-kunang. Dia meringis, meminta pertolongan namun suaranya seperti tertahan di kerongkongan.

Kini tubuhnya dilingkupi rasa sakit yang luar biasa.

Bau amis pun tercium, dan sayup-sayup dia mendengar suara deru kendaraan yang melewatinya.

Sekelebat cahaya putih menyergap, membuat Hanna kehilangan kesadarannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   59 - Aku Hanna Julianto

    Di hari jadinya yang ke-30 tahun, suasana kantor Beauty Inc. memang terasa jauh berbeda dari biasanya.Balon-balon sudah menghiasi lobi utama, pita-pita emas menggantung di setiap sudut, ditambah banyaknya karangan bunga ucapan selamat yang berjejer menuju pintu masuk hall utama.Segala keriuhan ini menandakan pencapaian besar–tiga dekade perjalanan perusahaan kecantikan yang paling berpengaruh di negeri ini.Nena menggandeng tangan mungil Jordan, membuntuti Putra dan Marcella yang berjalan di depan mereka. Keadaan Nena sudah membaik dan bersikukuh ikut ke kantor Putra untuk melihat kesuksesan putra satu-satunya itu–sekalian menemani Jordan.“Wah, apa itu, Nek?” Jordan menunjuk ke sebuah sudut dengan antusias, sementara satu tangannya menggenggam mainan dinosaurus kesayangannya.“Itu playground baru, Sayang,” balas Marcella menatap kedua bola mata Jordan yang berbinar.Playground itu nampak menarik perhatian Jordan. Perosotan berwarna merah, ayunan kayu, hingga area mandi bola yang be

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   58 - Rumor

    Pagi itu matahari baru saja naik. Sinarnya memantul ke penjuru kaca-kaca gedung pencakar langit.Putra dan Marcella menikmati pagi mereka dengan duduk-duduk di rooftop kantor sebelum memulai aktivitas yang padat hari ini.Di tangan mereka ada secangkir kopi yang asapnya masih mengepul tipis.Dari ketinggian gedung, terdengar samar-samar keriuhan jalanan dari bawah sana.Marcella sibuk memeriksa e-mail melalui ponselnya, sementara Putra nampak menikmati aroma kopi hitam yang menyergap permukaan lidahnya.Namun tiba-tiba, suasana santai mereka terusik ketika dua orang dari divisi lain duduk di belakang mereka sambil membicarakan sesuatu.“Kamu tahu nggak? Minggu depan, pas ultah perusahaan ke-30, bakal ada pengumuman besar…” suara itu terdengar pelan tapi mampu ditangkap oleh telinga Putra dan Marcella.“Aku juga dengar soal itu. Komisaris baru mau diperkenalkan. Dan gosipnya…” suara orang itu kini setengah berbisik. “Orang itu adalah anak rahasia Abraham Julianto!”Perbincangan itu mem

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   57 - Kebenaran

    "Kamu seperti baru saja melihat hantu, Jordan..." Suara Hanna terdengar datar dan dingin.Namun, itu sudah cukup untuk membuat napas Jordan tercekat.Lampu jalanan yang redup dari ujung gang, memberi cukup cahaya untuk menyingkap sosok Hanna yang berdiri tegap di ambang pintu.Bayangan wajah Hanna bergoyang pelan karena cahaya lampu yang berkelap-kelip redup di kontrakan lusuh itu.“Ma-mau apa kamu ke sini, hah?” Jordan berusaha mengatur nada suaranya agar tak terdengar ketakutan. “Aku bisa saja mencelakaimu, Hanni.”Hanna mendengus sambil melempar senyum tipis. “Masih berani mencelakaiku?”“Aku bisa bertindak nekat,” sorot mata Jordan berubah nyalang.“Dan aku bisa langsung menghubungi polisi,” balas Hanna santai, memamerkan ponsel di tangannya.“Apa maumu? Kenapa kamu bisa menemukanku?” Suara Jordan nampak memelan.“Mudah bagiku untuk melacak keberadaanmu, Jordan. Aku tahu, kamu punya hubungan gelap dengan Marcella. Mengikuti Marcella sama juga mengikuti dirimu,” Hanna mengedikkan b

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   56 - Malam Terakhir

    Brak!Marcella membanting pintu mobilnya dengan kencang. Dia melangkah tergesa dan langsung menarik lengan Jordan ke dalam mobilnya.“Brengsek!” Marcella memekik tertahan. “Ngapain kamu di sini, hah? Seharusnya kamu sembunyi! Polisi masih memburumu! Dasar bodoh!”Deru mesin mobil Marcella terdengar. Dengan cepat, dia melajukan mobilnya menjauh dari rumah.“Hei, kita mau kemana?” Jordan terdengar bingung. “Jauh-jauh aku datang ke rumahmu, Cella.”“Itu tindakan bodoh! Untung aku pulang sendirian. Gimana kalau sampai Putra tahu?! Dia bahkan mengingat wajahmu, Jordan!” Marcella menggenggam erat setir mobilnya. “Kamu bisa ditangkap polisi!”Jordan menghela napas pelan. “Tadinya aku malah ingin menyerahkan diri ke polisi.”“Apa?! Jangan bertindak bodoh!” Pekik Marcella lagi. Astaga, rasanya kepalanya mau pecah dengan masalah yang datang bertubi-tubi seperti ini. “Kamu harus segera pergi dari sini! Aku akan mengurusnya.”“Kamu nggak usah memikirkan hal itu,” lanjut Jordan sambil bersedekap.

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   55 - Hampir Saja

    Embusan angin malam langsung menyambut Marcella ketika wanita itu keluar dari ruang rawat inap ibu mertuanya, membiarkan Putra menemani ibunya.Saat berjalan menyusuri lorong, kepala Marcella terasa begitu berat.Hanna, Hanna, Hanna. Nama dan sosok wanita itu terus saja berkelebat di benaknya.“Sialan,” desis Marcella pelan. Seharusnya dia membunuh wanita itu sejak awal, melindasnya sekali lagi agar wanita itu benar-benar mati.Kini pikiran Marcella melanglang buana ke kejadian malam itu, di saat dia sengaja menabrak Hanna demi menghilangkan barang bukti.Andai saja Putra tak mencegahnya malam itu, pasti kesialan tak menimpa mereka sekarang ini.Sambil mengembuskan napas berat, Marcella memasuki kafetaria rumah sakit. Secangkir teh hangat setidaknya bisa menenangkan kegelisahannya untuk sementara.Saat Marcella menatap kosong ke luar jendela kafetaria, tiba-tiba saja dia menangkap sosok yang mencurigakan, yang sedang berjalan tergesa di lorong rumah sakit.Jaket abu-abu gelap itu memb

  • Kebangkitan Istri yang Kau Khianati   54 - Bukan Mimpi Buruk

    Kedua mata Nena membuka perlahan. Cahaya lampu menyorot, menusuk pandangannya yang membuatnya harus berkedip berkali-kali.Suara detak jantung dari monitor di sampingnya terdengar. Lantas Nena juga menyadari selang infus yang menggantung di pinggir ranjangnya.“Akhirnya, Ibu sadar juga…” suara Sarah langsung menyambut wanita tua itu. Sarah pun meletakkan ponselnya dan mendekat.“Astaga…” Nena berucap lirih. Kepalanya masih sedikit pening. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi. “Jordan… di mana dia?”“Tenang, Bu,” sahut Sarah. “Sebaiknya, Ibu istirahat dulu. Jangan banyak gerak.”Namun Nena tak menghiraukan saran anaknya. Kedua bola matanya bergerak liar mencari keberadaan cucu kesayangannya.“Di mana Jordan?!” Suara Nena sedikit meninggi. Dia bakal menyalahkan dirinya seumur hidup kalau terjadi hal buruk pada Jordan.“Dia baik-baik saja, Bu. Aku menitipkannya ke tetangga sebelah. Hanya ada luka kecil di sekitar kakinya,” terang Sarah. “Mas Putra dan Mbak Marcella akan pulang malam i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status