Home / Urban / Kebangkitan Sang Raja Teknologi / Bab 7. Sistem, Penilaian, dan Pertukaran

Share

Bab 7. Sistem, Penilaian, dan Pertukaran

Author: KiraYume
last update Last Updated: 2025-07-31 11:00:58

Raven duduk dengan punggung tegak di dalam sebuah jazz club, telapak tangan bertaut di atas meja, menunggu seseorang. Kali ini bukan pertemuan untuk membangun kembali persahabatan. Ini adalah diplomasi, dengan musuh yang masih membawa bendera lawan.

Clara datang dengan anggun. Penampilannya memang selalu sempurna. Gaun hitamnya sederhana namun mengiris pandangan, rambutnya terikat rapi. Tidak ada tanda bahwa ia baru saja keluar dari kubangan krisis. Tidak satu kerut pun di wajahnya. Dia kemudian duduk tanpa basa-basi, meletakkan clutch-nya di samping dan memanggil pelayan. “Teh hijau, tidak terlalu panas.”

Matanya langsung menusuk Raven. “Kau mengambil risiko besar dengan menghubungiku Raven. Kau pikir aku tak akan membocorkan semuanya ke Radja?”

“Benar. Tapi kau tak akan melakukannya. Lagipula risiko terbesar adalah hanya berdiam diri dan tidak bertindak,” jawab Raven, matanya tidak berkedip. 

“Aku tahu apa yang terjadi di dalam CyberShield. Aku tahu dia sedang dalam masalah. Dan aku tahu, kau-lah yang sekarang disuruh membersihkan semua kekacauan. Pertanyaannya, sampai kapan kau mau jadi tong sampah buat raja yang bodoh itu?”

Clara tertawa kecil. Dingin. Penuh ironi. “Raja yang bodoh itu masih menandatangani slip gajiku. Dan gajiku tidak sedikit, Raven. Aku cukup yakin bahkan jika Leo dan Freya menggabungkannya masih kalah.”

“Aku nggak datang untuk adu gaji,” balas Raven datar. “Aku datang untuk berinvestasi pada ambisimu. Kau bukan tipe orang yang puas hanya jadi tukang sapu bukan? Kau tahu CyberShield akan tenggelam. Dan aku tahu kau sedang cari sekoci yang layak. Kau hanya menunggu kapal mana yang layak kau tumpangi.”

“Ya… dari data yang kau bocorkan ke Tirta,” ucap Clara sembari menyandarkan punggung ke kursi empuk, “dan berdasarkan kemampuanmu … aku percaya mainan barumu itu bisa meruntuhkan CyberShield dari dalam. Konstruksinya memang brilian. Elegan.”

Nada suaranya santai, namun matanya tetap waspada, tak sedikit pun lengah. Tangannya bergerak membuka dompet kulit tipis, mengeluarkan tiga kartu nama yang diletakkan di atas meja, berjajar seperti domino yang belum disentuh. 

“Tapi walaupun mereka lenyap, apa kau pikir rakitanmu itu adalah sekoci terbaik di tengah pusaran kompetisi? NexaCorp baru saja mengirim draf kontrak. Gargle sudah berulang kali menjadwalkan panggilan wawancara. Mereka menawarkan kapal pesiar, Raven. Bukan rakit. Dan aku tahu cara menegosiasikan tempat terbaik di dek mereka.”

Raven menatap kartu-kartu itu sebentar, lalu menggeser cangkir kopinya menjauh, memberi ruang untuk sesuatu yang lebih penting. Dia tahu, jika terus bicara tentang visi, Clara akan bosan. Ia harus membalik papan.

“Bagaimana kalau kukatakan kapal rakitanku ini bukan sekadar rakit?” katanya, suaranya tenang tapi berat. “Ini mesin. Dengan bahan bakar nuklir. Saat yang lain masih bakar batu bara.”

Clara tidak tersenyum. “Aku tidak percaya metafora, Raven. Aku percaya pada data. Tunjukkan data yang valid.”

Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun setelah itu. Hanya mengangkat alisnya tipis, memberi isyarat agar Raven mulai membuka kartu.

Raven memutar laptopnya, membuka berkas utama. Tampilan antarmukanya sederhana, namun di baliknya terdapat diagram kompleks, arsitektur sistem ‘Quantum Matrix’ dalam bentuk utuh. Multi-layered firewall dengan AI berbasis heuristik, enkripsi kuantum adaptif, serta sistem otorisasi dengan blockchain dinamis.

Clara tidak langsung bereaksi, hanya matanya yang menyipit sedikit. Itu cukup. Raven tahu mengerti apa yang ia lihat.

“Konsep yang indah,” gumam Clara akhirnya.

 “Tapi aku sudah melihat ratusan konsep ambisius seperti ini, Raven, Kau tahu itu. Semua kelihatan menjanjikan di atas kertas, semua tampil mengilap di pitch deck. Tapi Sembilan puluh sembilan persen gagal... karena tidak ada backup. Tidak ada investor. Tidak ada market yang cukup besar untuk menopang ambisi sebesar ini.”

“Baik,” ucap Raven, tenang dan mantap. Ia menutup laptopnya perlahan, lalu menggenggam ponselnya. “Kalau begitu, bagaimana dengan data ini?”

Satu jempolnya menekan layar. Sebuah file terenkripsi terkirim ke ponsel Clara. Tak ada penjelasan tambahan. Hanya satu kalimat singkat menyertainya. “Lihat saja sendiri.”

Clara mengangkat alis, lalu membuka file tersebut. Sekilas matanya memindai daftar panjang yang terstruktur rapi: nama-nama perusahaan, sektor industri, rating kerentanan keamanan siber, hingga kontak personal direktur IT masing-masing. Ia membalik halaman virtual itu dengan jari-jari yang kini jauh lebih berhati-hati.

“Ini... bukan cuma data,” gumamnya perlahan. “Ini amunisi. Ini jalur pintas ke dominasi pasar.” Tatapannya terangkat, tajam menusuk. “Dari mana kau dapat ini?”

“Walaupun kapalku dicuri, bukan berarti aku kehilangan koneksiku,” jawab Raven santai. “Katakanlah…Aku masih punya insider….”

Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan. “Dengan produk dan daftar target ini, kita tidak perlu menunggu CyberShield tenggelam dengan sendirinya. Kita bisa menenggelamkannya saat kapal mereka bocor. Dan saat itu terjadi, kita sudah siap menyambut mereka dengan rakit bertenaga nuklir yang kita miliki. Bayangkan valuasi perusahaan seperti itu Clara.”

Clara terdiam cukup lama. Matanya tidak lagi memandang layar ponsel, tapi mengevaluasi segalanya, memetakan skenario, memperhitungkan risiko, mengukur potensi keuntungan. Pikirannya sudah berlayar jauh ke depan.

“Masih ada satu masalah besar. Mainanmu ini super mahal, Raven,” katanya akhirnya, nadanya datar, nyaris sarkastik. “Dan sampai sekarang kau masih belum menjawab pertanyaan utama itu. Sistem supercomputer atau cloud computing yang sanggup menampung dan menjalankan algoritma ini, sewanya bisa mencapai ratusan ribu dolar.”

Ia mengangkat satu alisnya. “Per jam. Bukan per hari. Bukan per bulan. Per jam.” Jemarinya mengetuk meja. “Kau punya apa? Cek dua puluh juta dari kompensasi pemecatanmu? Itu bahkan tak cukup membayar Leo dan Freya seminggu. Apa mereka kerja bakti?”

Raven menghela napas kecil,

“Kau benar, cek itu bahkan sekarang sudah melayang, lenyap tak berbekas.” Ia lalu menarik ponselnya sendiri. Ia membuka satu aplikasi keuangan dari Bank Offshore di Swiss, dan meletakkannya perlahan di atas meja, menghadap Clara.

“Tapi berkat itu, sekarang aku punya ini.”

Layar itu terang. Saldo yang terpampang mengandung lebih banyak nol dari yang pernah Clara lihat. Tak masuk akal dimiliki mantan CEO yang baru saja ditendang.

Mata Clara membelalak. Ekspresi dinginnya runtuh beberapa inci. “Darimana...” bisiknya. “Darimana kau mendapatkan dana sebesar ini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (12)
goodnovel comment avatar
Hana Ryuuga
0 banyak itu hanya hidup di dunia fiktif, kalau di dunia nyata harus banting tulang dulu
goodnovel comment avatar
Wei Yun
Raven adalah sekoci penyelamat Clara... dan Raven tahu dirinya punya nilai tawar yang tinggi
goodnovel comment avatar
Mita Yoo
bagi digit 0 ya Rave hahaha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kebangkitan Sang Raja Teknologi   Bab 108. Jiwa-Jiwa Siap Tempur

    Di bunker, malam itu udara dipenuhi ketegangan. Layar-layar monitor menampilkan berbagai versi antarmuka Genesis, dari mockup kasar hingga simulasi real-time.Freya menekan keyboard keras-keras. “Kalau kita sederhanakan terlalu jauh, kita kehilangan konteks! Data detail itu penting. Bagaimana kalau sistem salah interpretasi? Pengguna harus bisa melihat lapisan dalamnya kalau perlu.”Raven melangkah cepat ke meja, menunjuk layar dengan telunjuk tajam. “Freya, kamu masih berpikir seperti engineer. Klien kita nanti bukan engineer. Seorang jenderal tidak peduli pada kompleksitas algoritma! Dia hanya perlu tahu di mana ancamannya, dan tombol mana yang harus ditekan untuk menghancurkannya!”“Dan kalau tombol itu salah ditekan karena tidak ada data pendukung?” balas Freya dengan nada meninggi. “Kamu pikir itu tidak lebih berbahaya? Aku tidak mau Genesis jadi senjata buta hanya karena kita sibuk bikin tampilan cantik!”Suasana membara, Tirta bahkan menahan napas, khawatir kedua rekannya aka

  • Kebangkitan Sang Raja Teknologi   Bab 107. Perhatian Kecil

    Tiga bulan terasa seperti tiga minggu. Bunker Quantix kehilangan wajah lamanya. Dinding-dindingnya yang tadinya kosong kini penuh dengan catatan, diagram, dan coretan-coretan strategi. Lantai dipenuhi kabel, tumpukan kardus makanan cepat saji, dan cangkir kopi bekas yang berjejer seperti trofi perang. Lampu neon yang terus menyala siang dan malam membuat semua orang kehilangan ritme tidur. Waktu melebur; hanya ada pekerjaan, target, dan detak jam yang terdengar lebih keras setiap harinya.Clara berada di tengah-tengah medan perang birokrasi. Dia sudah tak lagi terlihat seperti eksekutif startup, melainkan seorang diplomat yang harus menyeimbangkan logika dan pesona. Hari-harinya penuh dengan rapat virtual, panggilan telepon yang tak ada habisnya, dan pertemuan dengan pejabat pemerintah yang terlalu terbiasa dengan perusahaan besar. Berkali-kali ia harus menjelaskan ulang, siapa Quantix, dari mana mereka berasal, dan kenapa mereka layak dipercaya.Suatu sore yang panjang, Clara duduk b

  • Kebangkitan Sang Raja Teknologi   Bab 106. Menarik!

    Clara kembali pada Raven dengan wajah serius, seolah membawa beban yang lebih berat dari yang terlihat di layar laptopnya. “Aku sudah kumpulkan semua persyaratan tender,” katanya, menahan helaan napas.“Sertifikasi keamanan ISO level tertinggi, audit keuangan selama tiga tahun terakhir … yang jelas tidak kita miliki. Serta rekam jejak proyek skala besar. Dan itu juga tidak kita punya.” Suaranya terdengar seperti vonis.Tirta mengusap wajahnya, jemarinya gemetar halus. “Dari sisi Genesis sih, kita nggak ada masalah. Tapi bagaimana kita bisa memenuhi semua persyaratan ini dalam tiga bulan? Perusahaan lain mungkin baru bisa memenuhinya setelah sepuluh tahun beroperasi.” Nada putus asa merayap di balik kalimatnya.Raven, yang sejak tadi berdiri sambil menatap layar penuh data, berbalik dengan sorot mata yang tajam. “Kita tidak akan memenuhinya. Kita akan melampauinya.” Ia menggeser kursinya, menunjuk ke layar besar yang menampilkan grafik pertumbuhan proyeksi Quantix. “Mereka meminta a

  • Kebangkitan Sang Raja Teknologi   Bab 105. Karyaku Tak Akan Kalah

    Clara mengangkat alis, napasnya keluar pendek. “Tapi Rave, kontrak pemerintah butuh birokrasi bertahun-tahun. Kita bahkan belum punya sertifikasi keamanan level pemerintah.” Kata-katanya bukan protes kosong. Itu adalah kenyataan yang menjepit. Dan kenyataan itu terasa berat, beban yang mesti diangkat bersama.Raven menghela napas, matanya menyapu timnya. Di wajah-wajah yang letih itu ia melihat satu kemungkinan dan serangkaian risiko yang mengikutinya. “Oleh karena itu,” jawabnya, suaranya tenang tetapi cepat seperti peluru yang diarahkan, “Clara, aku perlu kau mencari tahu semua tentang proses tender itu. Setiap celah, setiap persyaratan. Kalau perlu, bertemu dengan perwakilan mereka, secara resmi. Pelajari bahasa mereka, tuntutan mereka, dan siapa saja yang punya suara lebih besar dalam keputusan.”Clara menatapnya, menerima perintah sambil menggulung lengan bajunya. “Baik. Aku akan gunakan semua koneksi yang aku punya. Aku akan cari orang-orang yang tahu permainan itu dari dalam.

  • Kebangkitan Sang Raja Teknologi   Bab 104. Jejak Sejarah

    Layar utama bunker menampilkan sebuah breaking news dari salah satu kanal bisnis paling berpengaruh. Judulnya terpampang tebal dengan font merah menyala. “Dewan Direksi CyberShield Secara Resmi Menunjuk Valeria Vindita sebagai CEO Definitif.” Tepat di bawahnya, kutipan Valeria dipajang layaknya pernyataan perang. “Saya akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan perusahaan ini dari serangan-serangan brutal dan tidak etis.”Tidak ada yang bersorak. Tidak ada yang terkejut. Hanya ada keheningan yang dingin, layar-layar lain tetap berkedip, tapi suasana di ruang itu membeku.“Dia berhasil,” kata Clara akhirnya, suaranya datar, tapi mengandung rasa muak yang sulit disembunyikan. Ia bersandar di kursinya, menatap layar seakan sedang menakar lawan yang jauh lebih tangguh dari perkiraannya. “Dia berhasil mengkambinghitamkan Radja, menampilkan dirinya sebagai korban, dan meyakinkan dewan bahwa dialah satu-satunya penyelamat.”Raven berdiri tegak di depan papan tulis, kedua tangannya bersed

  • Kebangkitan Sang Raja Teknologi   Bab 103. Tiada Waktu Untuk Jeda

    Tim Quantix duduk melingkar di bunker, udara tebal oleh rasa lelah yang bercampur dengan gairah kemenangan. Papan tulis kini bukan hanya penuh nama klien potensial, tapi juga garis panah, timeline, dan catatan strategi yang Clara gariskan dengan presisi. Mereka sedang menyempurnakan sebuah manuver bisnis yang, kalau dilihat dari luar, hampir seperti paradoks, menjual penyelamatan dari krisis yang mereka sendiri ciptakan melalui logic bomb tersembunyi. Namun bagi mereka, ini bukan sekadar permainan. Ini adalah pertarungan hidup dan mati.“Kalau kita eksekusi dengan timing yang tepat,” Clara menutup penjelasannya, “mereka tidak akan melihat kita sebagai penyebab kekacauan, tapi sebagai satu-satunya pintu keluar.” Matanya menyapu semua orang, seakan menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk kegagalan.Belum sempat Raven memberikan tanggapan, suara Leo memecah suasana. Ia menurunkan headsetnya, wajahnya tegang. “Ada aktivitas yang menarik di dark web,” lapornya. Tangannya mengetik cepat, m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status