Share

Rembulan di Kyoto

Seusai makan malam, mereka semua masih berbincang sembari minum sake. Kenzo memang ingin mempererat tali silaturahmi dengan keluarga Midori. Dia masih belum mampu memikirkan bagaimana cara dia mendekati Midori setelah liburan Midori dan keluarganya di Kyoto usai. 

"Kenzo, perusahaan mobil keluargamu itu apakah melakukan ekspansi ke luar Jepang seperti Honda, Toyota, Mitsubitsi, dan sejenisnya?" tanya Leeray yang masih baru mendengar merk kendaraan milik perusahaan keluarga Kenzo.

"Iya, Paman Leeray, mungkin tidak seterkenal kendaraan berbahan bakar fosil. Kendaraan listrik baru booming setelah Tesla mulai terkenal, bukan? Kami mendukung program green energy, Paman Leeray. Mungkin Paman ingin mencoba satu unit? Saya bisa mengirimkannya ke Perth," tutur Kenzo dengan cerdas.

Leeray tersenyum mendengar jawaban Kenzo. Dia menyukai pemuda itu, bukan hanya anak konglomerat, tetapi memang genius berbakat. Kenzo mengingatkannya pada Deasy ketika awal dia mengenal istrinya dulu.

"Baik. Kurasa aku ingin mencoba mobil produksi pabrikanmu di Jepang saja, apa bisa? Kalau memang bagus dan nyaman dikendarai, mungkin aku akan memesan 20 unit untuk dioperasikan di mal dan hotelku di Perth," balas Leeray sembari mengamati Kenzo lalu meminum sake yang dia suka rasanya.

Mendengar perkataan Leeray, Kenzo pun agak terkejut. Harga 20 unit mobil listrik pabrikannya itu nilainya sekitar 200.000 US$, itu nilai penjualan yang besar untuk 1 transaksi.

"Tentu saja bisa, Paman Leeray. Besok pagi saya akan mengajak Paman ke dealer mobil perusahaan saya yang di Kyoto untuk test drive beberapa type mobil. Kami membuat desain mobil yang umum seperti sedan, MPV, dan van double cabin agar penggunaannya lebih nyaman sesuai kebutuhan konsumen, baik itu komersil maupun penggunaan pribadi," jawab Kenzo menjelaskan dengan profesional produk mobil pabrikan milik keluarganya.

"Kau pemuda yang hebat, Kenzo. Baiklah, kita berangkat besok pagi, aku akan menunggu kabar darimu." Leeray kemudian bertanya pada Midori, "Midori Sayang, apa kau jadi berjalan-jalan melihat bunga sakura mekar besok? Rencananya berangkat pukul berapa?"

"Jadi dong, Pi. Midori berangkat pagi dari hotel mungkin setelah sarapan bersama mami dan Posei. Kami ingin melihat-lihat di pasar dan pusat perbelanjaan juga bila ada barang yang menarik untuk dibawa pulang," jawab Midori dengan. bersemangat.

"Hmmm ... tapi Papi ingin pergi ke dealer mobil Kenzo besok pagi. Bagaimana ya? Papi tidak nyaman melepas kalian bertiga sendiri ...," ujar Leeray sembari berpikir.

Kenzo pun berkata, "Paman, besok biar sopir pribadiku yang mengantar mereka jalan-jalan di Kyoto. Paman ikut mobilku saja, aku yang akan menyetir ke dealer. Bagaimana?"

Leeray pun lega mendengar saran Kenzo, pemuda itu sepertinya terbiasa mengambil keputusan dan tanggungjawab sama sepertinya sejak masih muda dulu. "Aku setuju, Kenzo. Aturlah seperti itu besok pagi. Terima kasih atas bantuanmu," ujar Leeray sembari tersenyum pada Kenzo.

"Baik, Paman Leeray. Jangan sungkan," balas Kenzo sembari menundukkan kepalanya.

"Sepertinya ini sudah larut malam, aku dan keluargaku akan kembali ke kamar. Terima kasih untuk makan malamnya, Kenzo," pamit Leeray sembari berdiri dari kursi yang menempel di lantai itu.

Ketiga teman Kenzo dan juga Kenzo ikut berdiri untuk menghormati Leeray. Mereka pun berjalan kembali ke kamar masing-masing.

Angin malam bertiup menggetarkan pintu dan jendela kamar Midori. Gadis itu sulit untuk tidur karena tadi sore sudah beristirahat selama 2 jam. Dia pun mengenakan yukata di luar gaun tidurnya yang tipis lalu membuka pintu teras untuk menikmati langit malam di Kyoto.

Dia memasang earphone bluetooth di telinganya sembari duduk di teras kamarnya. Angin yang berhembus terasa sejuk lembab, dia sangat menikmati keheningan malam dengan lagu berirama lembut yang terdengar dari earphone -nya. Midori pun memejamkan matanya sambil duduk bersandar di kayu penyangga atap yang berdiri di teras.

Sementara itu Kenzo pun merasa sulit tidur dan berjalan-jalan di taman belakang penginapan itu yang berhadapan dengan kamar Midori. Dia agak terkejut melihat Midori duduk di teras sambil memejamkan mata di sana. 'Apa gadis itu baik-baik saja?' pikirnya. Dia pun berjalan mendekat.

Ternyata Midori sedang mendengarkan musik, Kenzo pun duduk di sebelahnya dan tidak mengganggu gadis itu. Dia hanya mengamatinya dalam diam. Paras Midori begitu cantik, dia yang tidak pandai bersyair puitis pun rasanya ingin membuat puisi ketika menatapnya.

Ketika Midori membuka matanya dia sontak terkejut setengah mati karena ada Kenzo di hadapannya.

"Astaga! Aku terkejut, Kenzo. Mengapa kamu diam saja dan tidak menyapaku? Jantungku seperti ingin melompat karena terkejut!" protes Midori dengan sedikit kesal.

Kenzo pun tertawa kecil dan merasa bersalah. Dia pun berkata, "Aku takut mengganggumu, Midori. Kenapa di teras malam-malam begini?"

"Aku masih belum bisa tidur, lagipula langit malam ini sungguh indah, rembulan purnama begitu terang dan juga bintang-bintangnya bersinar terang. Aku suka memandangi langit malam. Di Australia bagian selatan bahkan langitnya begitu unik, warnanya berubah-ubah dari hijau, biru, ungu, kuning, hingga merah muda. Kau pernah dengar Aurora Australis?" jawab Midori sambil berceloteh, dia mulai akrab dengan Kenzo.

"Ohh aku pernah melihatnya di foto serta video internet. Memang sangat memukau keindahan Aurora Australis. Aku harap suatu hari bisa melihatnya langsung. Namun, rembulan purnama di Kyoto pun indah, Midori. Apa kau juga menyukainya?" balas Kenzo sembari bertopang dagu menatap Midori.

Midori menatap ke langit dan tersenyum lalu menoleh ke arah Kenzo. "Kau benar, aku menyukai rembulan purnama di Kyoto. Sepertinya itu membuat suasana menjadi romantis, bukan?" ucapnya.

"Romantis ...?" ucap Kenzo seraya tertawa kecil. Lalu diapun melanjutkan, "Aku tidak keberatan berbagi momen romantis bersamamu, Cantik."

"Hey, bukan itu maksudku ...," sahut Midori dengan kikuk.

"Apa kau sudah punya pacar, Midori?" tanya Kenzo serius sembari menatap sepasang mata biru itu.

"Aku tidak punya pacar. Dan ... tidak berminat untuk berpacaran. Itu agak merepotkan bagiku," jawab Midori sembari mengernyitkan alisnya tidak  nyaman.

"Wow, kau berbeda sekali dengan gadis-gadis yang kukenal. Mereka sepertinya berlomba-lomba untuk memiliki pacar," ujar Kenzo bingung.

"Well, aku berbeda ... aku suka kebebasan, memiliki pacar pasti begitu mengikat. Aku tidak ingin terikat oleh siapapun saat ini," balas Midori sembari menatap langit malam.

Kenzo pun agak kecewa karena gadis incarannya ternyata sekalipun single, memiliki pandangan buruk tentang berpacaran. Bagaimana caranya mengubah pendapat Midori tentang berpacaran?

"Apa kau pernah berpacaran, Midori?" tanya Kenzo dengan nada halus.

Midori menggelengkan kepalanya.

"Mau mencoba menjadi pacarku?" tanya Kenzo lagi sembari tertawa.

"Pacar sehari mungkin ... hahaha," gurau Midori.

"Boleh."

"Kau gila."

"Coba saja ...ayolah, mau?"

Midori terdiam dan belum mau menjawab Kenzo. Dia pun menatap wajah pemuda itu. 

"Baiklah. Pacar sehari." Midori mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Kenzo yang tanpa ragu disambut oleh Kenzo dengan jabatan tangan erat.

"Deal. Pacar sehari." Kenzo pun tersenyum puas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status