LOGINVina panik, ia tidak bisa membiarkan sang Papa dan suaminya menemukan dirinya ada di kamar Ramli. Wanita itu segera memutar otak agar dirinya aman dan Ramli juga aman. Wanita itu segera masuk ke dalam Mbok Yem dan menarik tangan wanita itu. "Mbok, aku mau minta mbok Yem diam dan jangan ngomong ke Mas Rangga atau papa kalau aku baru saja keluar dari kamar Ramli, oke!" mohon wanita itu saat dirinya sudah berada di dalam kamar Mbok Yem. Mbok Yem sendiri masih panik dan bingung. "I-iya, Bu. Ta-tapi kenapa Bu Vina nggak ngomong aja kalau dari kamar si Ramli?" tanya Mbok Yem dengan polosnya. "Aduh, itu nggak mungkin lah Mbok. Sama aja aku sedang masuk ke dalam mulut singa. Nanti aku jelasin, ya. Sekarang Mbok Yem pura-pura aja pijitin kakiku dan bilang saja kalau aku dari tadi ada di dalam kamar mbok, ya?" kata Vina dan Mbok Yem pun mengerti. Maka, Vina segera pura-pura tiduran di tempat tidur sang pelayan, Mbok Yem yang masih dipenuhi dengan banyak pertanyaan, wanita itu tetap menu
Di sisi lain, Ramli sudah menuntaskan gairahnya. Mereka berdua telah mencapai pelepasan bersama yang sangat menggairahkan. Setelah keduanya selesai beradu skil, Ramli menyalakan lampu. Vina segera mengambil pakaiannya. Wanita itu lekas memakai lagi bajunya kembali cepat-cepat agar tidak ada yang curiga. Begitu juga dengan Ramli, pria itu juga mengambil dan kembali mengenakan pakaiannya yang sudah berceceran di atas lantai. Lantas, Ramli nampak waspada dengan berdiri di depan pintu untuk memastikan tidak ada yang melihat Vina keluar dari kamarnya. Setelah Vina siap, Ramli membuka perlahan pintu kamarnya, sejenak ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Suasana di luar sangat sepi dan ia merasa jika Vina pasti aman bila keluar saat itu juga. "Bagaimana?" tanya Vina yang sudah berdiri di belakang Ramli. Siap untuk keluar dari kamar sang pelayan. "Sepertinya aman, kamu bisa keluar sekarang!" jawab Ramli sembari menoleh ke arah sang majikan yang rambutnya masih terlihat berantakan. "Ya s
Gejolak panas keduanya tidak bisa dielakkan lagi. Berpacu dengan waktu untuk mendapatkan kenikmatan bersama. Ramli dan Vina sudah terbuai oleh perasaan masing-masing, melebur menjadi satu dan tidak akan mungkin bisa dipisahkan. Suasana kamar yang temaram semakin menambah gairah. Suara syahdu kulit yang saling bertabrakan adalah pertanda bahwa mereka sudah menjadi satu raga. Bibir saling terpaut sedangkan di bawah sana tidak bisa dilepaskan, justru makin nikmat dan menggairahkan. Setelah beberapa saat, sejenak Ramli melepaskan ciumannya tanpa berhenti menggerakkan yang di bawah sana. Pria itu menatap wajah sang majikan penuh damba, seolah ingin mengatakan bahwa wanita itu hanya miliknya. "Kau adalah milikku!" desah pria itu dengan suara beratnya. Tubuhnya terus bergerak seperti turbin, semakin cepat karena rasanya makin memabukkan. Vina menjawabnya sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Ramli, membantu menekan tubuh pria itu agar terus berada di dekatnya. "Aku selalu menjadi m
Rangga segera pergi ke kamar Ramli, dirinya benar-benar tidak mengerti dengan istrinya. Apa istimewanya pelayan itu sampai-sampai Vina harus membohongi dirinya seperti ini. "Sialan! Aku tidak bisa membiarkan Ramli merebut istriku. Vina adalah satu-satunya orang yang bisa membuat Papa menuruti kata-kataku. Jika Ramli sudah membuatnya gila, maka aku tidak akan tinggal diam!" gerutu Rangga sambil mengepalkan tangannya. Pria itu berjalan menuju lorong yang gelap, di mana terdapat beberapa kamar pelayan di sana, termasuk kamar Ramli. Di sisi lain, suasana kian memanas. Tak akan pernah bosan Vina menyentuh pria itu. Apalagi saat ini hormon kehamilan telah meningkatkan gairah s*ksualnya dan ia hanya ingin selalu disentuh oleh ayah dari bayi yang sedang dikandungnya. Setelah puas Vina berkaraoke ria. Ramli menarik tangan sang majikan. Keduanya sama-sama polos tanpa sehelai benang pun. Mereka kembali berciuman dengan Ramli yang terus mendorong tubuh Vina hingga akhirnya tubuh wanita i
Ramli masih bergeming di tempatnya. Vina terus mendekat dan makin mendekat. Bayangan tubuh wanita itu sudah sangat jelas bagi Ramli. Hingga akhirnya tubuh yang terasa hangat itu berdiri tepat di hadapan sang pelayan. Keduanya saling menatap, napas mereka terasa hangat menyapu wajah masing-masing. Tak ada satu kata pun terucap dari bibir keduanya. Namun, tangan dan bibir mereka lah yang menjawabnya. Entah siapa yang memulai duluan. Hingga akhirnya ciuman panas itu terjadi juga. Dengan sangat lahap dan brutal, sosok Aland yang bersembunyi di balik wajah pelayan, rupanya sudah tidak sanggup lagi menahan beban gejolak atas tubuh Vina yang sudah menjadi candu baginya. Kini, Vina berada di dalam dekapan sang pelayan, wanita itu nampak begitu menikmatinya padahal sang pelayan memperlakukannya sedikit brutal. Bukan cuma hisapan di lidah wanita itu, tapi Ramli juga mengabsen setiap deretan gigi Vina yang putih, bahkan ia menggigit bibir Vina dengan begitu menggairahkan. Di sisi lain, t
Hangat dan penuh keintiman. Ramli bisa marah dan membuat Vina kesal, tapi pria itu juga bisa membuat Vina luluh seketika. Dengan kecupan mesra di bibir wanita itu, sudah cukup membuatnya tenang. Apalagi Ramli menggenggam erat tangan sang majikan seraya membisikkan sesuatu di telinga wanita itu. "Maaf, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu!" Dengan napas terputus-putus suara Ramli terdengar sangat serak. Sungguh, Ramli tidak bisa marah kepada Vina, ia tidak bisa membencinya meskipun Tuan Andreas adalah ayah dari wanita itu, musuh besar. "Ada apa denganmu? Aku salah apa? Jika ada sikapku yang membuatmu terluka, katakan! Aku akan perbaiki dan tidak akan melakukannya lagi, tapi aku mohon, jangan perlakukan aku seperti ini, Ram! Kau tahu aku tidak bisa melihatmu marah, aku cinta sama kamu!" balas wanita itu dengan suaranya yang terisak. Vina terus menangis dan ia masih terngiang bagaimana suara Ramli yang meninggi dan perlakuan nya yang sangat kasar, pria itu hampir saja m







