Share

Bab 4

Author: Robert Martin
Tatapan mata Cheryl tampak sinis.

Sejak hatinya benar-benar mati, dia sudah tak lagi menaruh harapan sedikit pun pada Rikardo.

Dengan tenang, dia mengucapkan tiga kata, “Iya, aku tahu.”

Namun, Yuseli menatapnya dengan tatapan tak percaya.

“Kak Rikardo begitu menjagamu dulu, sekarang kamu malah menyerah begitu saja?”

“Kak, sejak ibu meninggal, kamu jadi aneh sekali.”

“Kali ini Kak Sofiana hampir kehilangan nyawa karena ulahmu, tapi sampai sekarang kamu bahkan nggak menanyakan keadaannya sedikit pun.”

“Aku tahu kamu marah karena Kak Sofiana merebut perhatian keluarga darimu. Kamu pasti sangat berharap dia mati, ‘kan?”

“Kak Sofiana sudah begitu malang, tapi kamu masih tega iri padanya. Sejak kapan kamu jadi sekejam ini?”

Mendengar itu, Cheryl justru ingin tertawa.

Kalau saja Sofiana benar-benar berniat menelan obat untuk bunuh diri, kenapa dosisnya diatur begitu pas? Sampai-sampai bisa ditemukan tepat waktu?

Beberapa tahun terakhir, Sofiana memang mengandalkan trik-trik kotor seperti itu untuk merebut semua kasih sayang keluarga sedikit demi sedikit. Cheryl sudah terbiasa.

Lagipula, meski dia menjelaskan, hasilnya akan tetap sama seperti sekarang. Padahal belum bicara, tapi dirinya sudah lebih dulu dituduh sebagai pelaku.

Bahkan diam pun dianggap bersalah.

Sebelum pergi, Yuseli yang seolah sudah kehilangan harapan pada Cheryl, berkata dengan dingin,

“Kamu tahu nggak? Aku berharap sekali saat kecelakaan itu, yang mendonorkan darah untukku adalah kamu, bukan Kak Sofiana.”

“Padahal kamu kakak kandungku, tapi di saat aku paling membutuhkanmu, kamu malah menghilang. Aku benci denganmu.”

Dengan suara pintu dibanting keras, Yuseli pergi tanpa menoleh sekali pun.

Setengah tahun lalu, Yuseli ditabrak mobil yang dikemudikan orang mabuk. Dia kehilangan banyak darah dan kondisinya kritis.

Stok darah di rumah sakit menipis, masih kurang 1.400 mililiter.

Awalnya, Cheryl dan ayahnya berencana donor darah bersama untuk menyelamatkan Yuseli.

Namun, ayahnya baru mendonorkan 200 mililiter saja sudah berteriak tidak sanggup, lalu memaksa dokter mencabut jarum.

Sedangkan Cheryl, setelah diambil 800 militer darahnya, kesadarannya mulai linglung.

Namun, teringat adiknya yang terbaring di ranjang rumah sakit, dia tetap menggigit bibir dan memaksa dokter mengambil total 1.200 mililiter darah darinya.

Saat dia sadar kembali, dirinya sudah berada di sebuah ruang rawat tua yang asing.

Tak ada satu pun orang di sisinya.

Ternyata, demi membuat putranya akrab dengan Sofiana, si murid miskin yang baru datang, ayahnya mengatakan bahwa yang donor darah untuk Yuseli adalah Sofiana.

Begitu keluar dari rumah sakit, Cheryl yang masih lemah memaksakan diri menemui Yuseli untuk menjelaskan.

Yang dia dapat malah sebuah tamparan keras.

Yuseli menangis sambil berteriak, bertanya kenapa di saat paling membutuhkannya, kakaknya justru menghilang.

Sebaliknya, malah Sofiana yang mendonorkan begitu banyak darah untuknya, bahkan nyawanya hampir melayang.

Menahan rasa kecewa dalam hatinya, Cheryl menyuruhnya pergi ke rumah sakit dan memeriksa catatan transfusi darah, supaya tahu siapa yang sebenarnya menyelamatkannya.

Namun, sampai sekarang dia sama sekali tidak pernah memeriksanya.

Sebaliknya, dia justru yakin bahwa 20% darah yang mengalir di tubuhnya sekarang adalah pemberian Sofiana.

Di matanya, kakaknya ini hanyalah orang tak tahu terima kasih yang tega membiarkan orang lain mati tanpa menolong.

Apapun yang dia lakukan dan katakan, selalu dianggap penuh maksud tersembunyi.

Tak masalah, Cheryl pun sudah tidak ingin menjelaskan apapun lagi.

Dia sudah muak.

Cheryl duduk di sofa. Di rumah yang kosong dan sepi itu, tak ada sedikit pun kehangatan.

Di luar jendela, angin meraung kencang. Dia memejamkan mata dan menutup telinganya.

Namun, tetap saja tak bisa menghindar dari udara yang berat dan menekan, seakan siap menghancurkannya kapan saja.

Kalau memang di rumah ini sudah tak ada lagi yang peduli atau membutuhkannya.

Maka, dia akan menghilang untuk selamanya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 18

    “Kita benar-benar sudah nggak mungkin?”Rikardo masih belum ingin menyerah begitu saja.Cheryl tidak menjawab, tetapi diamnya sudah merupakan jawaban.Bukan berarti dia tak bisa menolak Rikardo.Melainkan dia tidak tahu bagaimana cara mengucapkan perpisahan tanpa melukainya.Kesunyian itu adalah kelembutan terakhir Cheryl untuknya.“Baiklah, aku mengerti.”Rikardo menundukkan kepala dan akhirnya menyerah.Cheryl membantunya berdiri, lalu mengambil sebuah kaset dari saku jas laboratorium.Sekilas, Rikardo langsung mengenalinya. Ini adalah hadiah pertama yang pernah diberikan Cheryl padanya, berisi lagu kesukaannya.Namun dulu, karena jatuh cinta pada Sofiana dan ingin benar-benar memutuskan hubungan dengan Cheryl, dia pernah mengembalikan kaset itu beserta tape recordernya.Itu adalah salah satu hal yang paling dia sesali.Setelah itu, dia tak pernah menemukan kaset itu lagi di tape recorder. Awalnya dia mengira kaset itu sudah dibakar bersama barang-barang Cheryl, tapi ternyata Cheryl

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 17

    Suhu udara hampir membeku, membentuk embun es.Hingga rasa pahit terasa di bibirnya, barulah Rikardo tersadar bahwa bibir bagian bawahnya berdarah karena tergigit.Demi pertemuan yang sudah lama ditunggu-tunggu ini, dia menembus waktu selama dua belas bulan, melewati pagi dan malam, hampir menelusuri setiap sudut kota, sampai pendidikannya terbengkalai. Kepala sekolah yang tak tega melihat Rikardo yang dulunya murid teladan begitu terpuruk, akhirnya memberitahu keberadaan Cheryl padanya.Begitu mendapat informasi itu, Rikardo langsung memesan tiket pesawat ke tempat ini.Perjalanan yang melelahkan membuatnya tak sempat minum seteguk air pun. Satu-satunya yang terbayang hanyalah bertemu dengan orang yang selalu menghantui pikirannya.Namun, ketika akhirnya bertemu lagi dengan Cheryl, dia menyadari kenyataan yang menyakitkan.Cheryl sudah bukan lagi sahabat kecilnya yang lembut dan sabar seperti yang dia ingat.Meski berusaha sekuat tenaga, Rikardo tak mampu menemukan sedikit pun rasa ci

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 16

    Rangkaian bintang berkelip di langit, James duduk meringkuk dengan tenang di bangku batu yang diselimuti cahaya bulan.Dia meletakkan lengan bawahnya di atas lutut Cheryl, tapi pandangannya tak lepas dari wajah gadis itu.Sinar bulan membentuk lapisan tipis seperti embun di kulit Cheryl yang sehalus giok putih, membuatnya tetap memukau bahkan di tengah gelapnya malam.Baru ketika salep menyentuh luka bakarnya, James menarik napas dingin dan tersadar kembali.“Lukanya lumayan parah. Kalau nggak diobati, nanti bisa meninggalkan bekas. Kamu juga mahasiswa kedokteran, kenapa sampai nggak diperhatikan begini?”“Nggak apa-apa. Aku laki-laki, sedikit bekas luka di lengan itu nggak masalah. Nggak ada yang bakal peduli….”“Aku peduli.”Cheryl menghela napas, membuat pria itu terbengong.Setelah mengoleskan obat, Cheryl menatapnya dengan serius dan berkata, “James, besok kamu pulang ke kampus saja. Aku mengerti perasaanmu, tapi aku nggak punya waktu untuk memikirkan soal cinta sekarang dan aku j

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 15

    Di bagian barat lapangan akademi kedokteran, di dekat sebuah sebuah pohon ginkgo, Cheryl memilih tempat yang hangat untuk duduk.Aroma disinfektan dari laboratorium masih tercium samar di hidungnya. Dia membuka kancing kerahnya, menghirup udara segar luar ruangan, lalu menaburkan remah-remah roti gandum ke kumpulan merpati abu-abu dan putih.Sudah tiga bulan dia berada di akademi kedokteran.Begitu masuk ke laboratorium, dia sering bekerja seharian penuh.Kartu akses di sakunya seakan sudah membekas di jas lab putihnya.Kesibukan seperti ini bagi orang biasa mungkin sulit ditanggung, tapi bagi Cheryl yang sudah melewati banyak rintangan, ini belum seberapa.Di tim penelitian obat baru laboratoriumnya, rekan-rekan yang bekerja bersamanya adalah para maestro terkemuka di dunia medis saat ini atau bahkan senior yang menjadi panutan di bidang kedokteran.Meski saat ini dia hanya berperan sebagai asisten laboratorium, dalam waktu tiga bulan saja, ilmu yang dia dapat sudah jauh lebih banyak

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 14

    Suara bantingan tinju di tubuh terdengar begitu berat dan bergema di ruang tamu.Rintihan Sofiana semakin lama semakin terputus-putus. Tubuhnya bergetar seperti ikan yang terkapar kehabisan air, wajahnya berlumuran air mata dan ingus, “Ma… maaf Om Hendra. Aku hanya anak yatim piatu dan terlalu menginginkan sebuah rumah, makanya aku bilang semua kebohongan itu.”Tiba-tiba, dia meraih ujung celana Hendra, lalu membenturkan dahinya ke lantai hingga muncul memar biru keunguan, “Tolong ampuni aku, aku nggak akan bohong lagi. Kumohon, maafkan aku.”Hendra menatapnya dengan mata memerah.Jawaban yang diberikan hanyalah hantaman tinju yang lebih keras.Saat akhirnya Hendra berhenti memukul, Sofiana sudah tergeletak di lantai seperti anjing mati dengan napas yang tersengal.“Ayah,” terdengar suara Yuseli yang seperti keluar dari dasar jurang beku, “Siapa sebenarnya… yang mendonorkan darah untukku di kecelakaan itu?”Tubuh Hendra bergetar hebat. Tiba-tiba, dia menampar dirinya berkali-kali.“Che

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 13

    Melihat Hendra hendak membuang tape recorder itu ke tempat sampah, Rikardo segera melangkah maju.“Tunggu, aku mau dengar dulu apa yang direkam di dalamnya.”Ucapan mereka malah membuatnya teringat sesuatu.Cheryl sengaja menaruh tape recorder itu di dalam kotak kado dan menempatkannya di posisi yang begitu mencolok, pasti ada alasannya.“Untuk apa didengar? Bisa jadinya isinya hanya kata-kata yang mengutuk kita. Nggak bagus, mending dibuang saja.”Anehnya, Sofiana berdiri dan bergegas membuka kaset di dalam tape recorder itu.Sikapnya terlihat sangat tegang, benar-benar tak seperti dirinya yang biasanya tenang dan anggun.“Berhenti.”Rikardo jelas tak akan membiarkannya berhasil, dia langsung maju untuk menghentikannya.Saat keduanya berebut, Rikardo lebih dulu menekan tombol putar.Disertai suara statis, terdengar suara sombong yang begitu jelas.“Cheryl, berlututlah memohon padaku.”“Aku bisa menyuruh ayah memaafkanmu.”….Di dalam rekaman, nada suara Sofiana sama sekali tidak terde

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status