"Anne Charlotte," nama pemilik tubuh sebelumnya.
Kucari dimana Anne menyimpan tas atau dompetnya, lalu segera kubuka tas mahal itu untuk menemukan kartu identitas. Aku terperangah melihat deretan kartu ATM yang aku yakin isinya tidak sedikit melihat dari tipe kartunya saja, uang tunai, dan handphone mahal, wah kaya banget si Anne pikirku senang. Tanganku sibuk mengotak atik ponsel mahal itu, aku ingat semua sandinya, PIN ATM pun ada di ingatkanku, terimakasih Tuhan, sudut bibirku terangkat. "Aku hidup sebagai Anne sekarang, sepertinya Anne tidak bahagia dengan hidupnya meski kaya raya, terbukti mungkin ia lebih memilih mati ketimbang bertahan dalam tubuh ini, ia terlalu mencintai pria tadi," aku mulai ingat tapi belum semuanya, aku harus banyak mencari tau kepahitan hidup apa yang membuat Anne menyerah. Setelah mandi dan puas memilih pakaian, aku mengagumi diriku di cermin, sangat cantik! sempurna sekali, aku harus berbelanja dan jalan-jalan sesuai angan-angan ku dulu. "Mau kemana?" pria tampan yang sudah ku ingat namanya Elvin, suamiku sekarang, kami berpapasan . Jantungku mulai tak bisa berdetak normal melihat ketampanan Elvin, kalau tidak ingat Elvin akan menikah lagi, mungkin aku akan gelendotan manja padanya seharian ini, tapi dia tidak setia ah aku kecewa. "Terserah aku," jawabku acuh, malas melihat ketampanannya yang membuai padahal kelakuannya minus. "Kau urus saja urusanmu, aku mau jalan-jalan, kamu kan mau nikah lagi, sana urus pernikahan mu saja," pria itu kaget. Anne adalah wanita yang lembut dan sangat mencintainya, Anne juga rela melakukan apa saja demi dirinya, tidak pernah sekalipun Anne berkata kasar apalagi melawan. "Apa maksudmu sih Ann? kamu pikir aku senang dalam kondisi ini," Elvin mencoba bersabar walaupun ia merasa ada yang Aneh. Kamu pikir aku ini Anne istrimu yang lembek itu, bukan ya, ini aku Jane! awas saja kau, akan ku balas kau mulai sekarang! membola mataku melihat malas pada pria yang masih melihatku dengan aneh. "Sepertinya begitu, kamu pasti senang akan punya istri baru," jawabku enteng sembari memainkan kuku palsu di jariku. "Oke, aku antar," akhirnya ia berusaha abai terhadap sikapku itu, kukibaskan rambutku yang panjang sembari berlalu, sesekali membenarkan kacamata mahal yang ku pakai. "Enggak perlu, aku bisa menyetir, lagian aku ingin sendiri, tak perlu repot." "Kamu seperti enggak biasanya An, ada apa? masih marah sama aku? kapan sih kita bisa membahas tentang semua ini secara baik-baik Anne. kalau sikapmu ini adalah pemberontakanmu padaku, aku bisa terima, tapi tolong jangan buat semua ini makin sulit," Padahal tadi dia sendiri yang bilang tidak akan memaksa saat aku baru saja bangun dari pingsan, sekarang sudah ribut ingin membahas masalah tadi, dasar kebelet kawin! "Lalu untuk apa kamu harus menikah lagi?" tatapan tajam itu ku tujukan padanya, setengah mati penasaran lebih baik ku tanya saja. Elvin tampak terkejut, "Sudah 3 tahun pernikahan kita sayang, kita sama-sama menginginkan anak, kamu lupa kalau kamu punya gangguan hormon yang sudah kita coba lakukan apa saja tapi belum membuahkan hasil, aku hanya mencari solusi untuk kita berdua! dan keluarga sudah sepakat, apalagi yang kamu tunggu? dengan pura - pura tidak mengingatnya?". "Apa untungnya bagiku kalau kamu yang punya anak, pernah enggak mikirin perasaanku gimana?? kamu pikir aku mau seperti ini, kamu egois!" ku tunjuk wajah tampan itu, ia melotot kaget karena aku begitu kasar. "Anne, jaga kata-kata kamu!!" balasnya dengan tangan mengepal sekuat tenaga menahan emosi yang siap meledak juga. "Aku tidak butuh anak, kalau kau mau menikah, menikahlah sana, kita ceraii!!" Aku tak tahan dengan ledakan amarah yang aku tak tau dari mana berasal, aku ikut merasakan sakit hati yang mendalam, aku benar-benar sepenuhnya menjadi Anne hingga ke dasar kulit rasanya, susah payah ku kumpulkan kepingan diriku untuk memberontak. "Tidak bisa, aku enggak mau!! aku cinta kamu Anne, aku enggak akan cerai sama kamu, aku enggak mau!!" "Kamu egois dan serakah!!" aku berdecak kesal menatap Elvin yang tampak frustasi. "Kita tidak bisa bercerai, aku mencintaimu Anne!!". "Kenapa tidak bisa? aku mau cerai!!" tantangku sombong. "Anne jangan paksa aku bicara kasar," Elvin menatap tajam, mencengkram pundakku. "Katakan saja," Jawabku tak peduli. Lagian Anne lulusan Universitas luar negeri, ia pintar dan punya banyak relasi, aku pikir akan menggunakan itu untuk mencari pekerjaan yang bagus dan hidup mandiri kedepannya, percuma juga suami kaya dan tampan tapi aku makan hati. "Keluarga mu banyak berhutang padaku, bisnis orang tuamu semua bergantung pada ku, tidak bisa Anne, kamu tidak bisa meninggalkan aku begitu saja!!" Elvin mengatakan itu dengan penuh penekanan. Ohhh jadi karena hutang, astaga berapa banyak hutang keluarga Anne, apakah selama ini Anne menjadi tumbal untuk melunasi hutang dan membantu bisnis keluarganya, kasian sekali. Semua pertanyaan itu berputar - putar di kepalaku. "Aku tidak peduli, aku mau jalan-jalan, minggir!" egoku tetap berkuasa, aku tak mau terlihat kalah dari si Elvin tengil sombong itu, bicara hutang rasanya harga diriku terluka. "Tunggu!!" menghentikan langkah, aku tidak mau menoleh ke arahnya. "Nanti malam perayaan penting ulang tahun perusahaan, kamu enggak lupa kan?" Elvin mengubah topik pembicaraan melihatku yang tak ada niatan untuk berbaikan. Aku diam masih memikirkan kata-kata Elvin tadi, pasalnya aku belum ingat dengan detail kenapa pria ini harus menikah lagi! aku ingin adegan demi adegan terdahulu muncul di kepalaku tapi tidak satupun! ayolah Anne beritahu aku seberapa jahatnya Elvin padamu, perempuan itu siapa juga aku belum ingat, mungkin butuh beberapa hari sampai aku benar - benar ingat semua. Apalagi seperti acara perusahaan, untuk hal seperti itu aku benar-benar lupa, tidak masuk dalam kumpulan ingatanku. "Jam 8 malam kita berangkat, jangan pulang malam, aku tidak enak kalau terlambat, semua keluarga kita berkumpul". "Ku usahakan," jawabku pendek melenggang pergi. Sampai di parkiran pusat perbelanjaan yang tak begitu ramai aku melihat seorang pria yang sangat ku kenal, astaga di antara seluruh manusia di muka bumi ini kenapa harus bertemu orang ini di kehidupan keduaku. ..."Katanya ke UGD, kok apartemen sih?" protesku saat Elvin berhenti di depan gedung menjulang tinggi. "Entahlah, aku hanya diminta kesini, mungkin tidak terlalu parah jadi Karina langsung pulang kan?" jawab Elvin tanpa menoleh. Aku curiga ini hanya modus perempuan itu untuk bisa bertemu suamiku. "Kamu mau tunggu di lobby aja? atau mau ikut? mungkin kamu enggak akan nyaman melihat aku ketemu sama Karina sayang." "Enggak, aku ikut aja, lebih baik aku saksikan sendiri dari pada aku menduga-duga," jawabku yakin. "Oke, aku harap kita enggak membuat keributan ya sayang," aku meliriknya sinis, dia pikir aku perempuan bar-bar apa, walaupun dalam hati ingin sekali menoyor kepala wanita itu di pertemuan pertama kami ini. Bisa-bisanya ia menelpon pria beristri untuk menemaninya, memalukan! apa tidak ada lagi laki-laki lajang di muka bumi ini hingga ia harus menelepon suamiku. Lift serasa bergerak lambat, sebenarnya aku sangat mengantuk dan capek tapi aku juga tidak mau memberikan ke
Tubuh ini melorot ke lantai kamar mandi lalu menyenggol benda apa saja dan menimbulkan suara nyaring hingga ke luar kamar mandi. Aku merespon sangat luar biasa hingga rasanya lutut pun lemas, apa mungkin karena ini adalah hal yang paling di tunggu-tunggu Anne dulu. Masih ku pegang benda pipih itu saat Elvin menerobos masuk dengan panik. Garis dua, sepertinya aku hamil, astaga! aku sangat kaget sekaligus ikut bahagia, aku juga sudah lama ingin punya anak dulu saat dengan mas Emran, aku sering menanti kehamilan, sampai di titik tidak lagi ku inginkan karena mas Emran yang miskin dan tidak beradab itu, kasian anakku kalau punya ayah macam dia. Melihatku yang terduduk di lantai kamar mandi Elvin suamiku di kehidupan kedua ini langsung memapahku dengan sigap, Elvin seperti sangat ketakutan terjadi sesuatu pada Anne. "Dok, apa ini artinya?" tanyaku memperlihatkan benda pipih itu pada dokter Hana, Elvin juga penasaran karena ia tidak tau soal ini. Dokter Hana meraih tespek i
"Kamu cantik sekali, Anne. Aku semakin mencintai mu," puji Elvin saat pertama kali melihatku keluar dari kamar setelah berdandan untuk ulang tahun perusahaan malam ini. Aku tersenyum kecut, mencoba menjadi diri Anne yang penurut karena siang tadi aku sudah mendapat sebuah peringatan yang di bungkus nasihat, Mama datang kerumah. Pertemuan dengan mas Emran tadi merusak suasana hatiku jadi ku putuskan untuk pulang dan berendam air hangat, hingga seorang wanita paruh baya menerobos masuk membuat aku terkejut bukan main, hampir saja aku melempar lilin aromaterapi ke wajahnya kalau aku tidak ingat itu adalah ibu Anne. "Anne, mama bikin kaget kamu ya? maaf ya sayang mama tadi sudah panggil-panggil kamu enggak jawab, ternyata enggak di kunci, lagian kata Elvin tadi masuk aja mungkin kamu lagi tidur," dengan sorot mata keibuan. "Enggak apa-apa ma, kenapa mama kesini?" dalam ingatanku hubungan Anne dan ibunya tidak begitu hangat. "Elvin tadi telpon mama katanya ada yang aneh dengan
"Emrann! mas Emran astaga, aku tak menyangka langsung bisa bertemu dia disini," tampangnya sumringah dan terlihat bahagia. Apa yang suamiku lakukan disana, ia fokus melihat ponselnya sembari sesekali tersenyum. penampilannya juga berubah, ia memakai setelan kemeja dan celana dasar seperti orang kantoran. Melihat mas Emran seperti itu mengingatkanku pada sosoknya sebelum kami menikah, ia pria yang tampan menurutku, punya pekerjaan mapan dan seperti bisa memberikan banyak kebahagiaan. Senyum yang lama tak kulihat di wajahnya hari ini muncul lagi membuat hatiku berdesir, ada setitik rindu disana, bagaimanapun ia suami yang pernah hadir dalam hidupku kan. Tak berselang lama, kuliat seorang perempuan muda menghampiri mas Emran, mas Emran lalu merangkul perempuan itu mesra, mereka tampak tertawa bahagia. tanpa sadar aku meremas stir mobil, hatiku panas, siapa perempuan itu. Bergegas aku turun setelah memarkirkan mobilku, mengejar mereka yang berjalan memasuki sebuah tempat maka
"Anne Charlotte," nama pemilik tubuh sebelumnya. Kucari dimana Anne menyimpan tas atau dompetnya, lalu segera kubuka tas mahal itu untuk menemukan kartu identitas. Aku terperangah melihat deretan kartu ATM yang aku yakin isinya tidak sedikit melihat dari tipe kartunya saja, uang tunai, dan handphone mahal, wah kaya banget si Anne pikirku senang. Tanganku sibuk mengotak atik ponsel mahal itu, aku ingat semua sandinya, PIN ATM pun ada di ingatkanku, terimakasih Tuhan, sudut bibirku terangkat. "Aku hidup sebagai Anne sekarang, sepertinya Anne tidak bahagia dengan hidupnya meski kaya raya, terbukti mungkin ia lebih memilih mati ketimbang bertahan dalam tubuh ini, ia terlalu mencintai pria tadi," aku mulai ingat tapi belum semuanya, aku harus banyak mencari tau kepahitan hidup apa yang membuat Anne menyerah. Setelah mandi dan puas memilih pakaian, aku mengagumi diriku di cermin, sangat cantik! sempurna sekali, aku harus berbelanja dan jalan-jalan sesuai angan-angan ku dulu. "M
“Kemana sih Bang Emran, dari semalam enggak pulang, apa dia lupa punya istri dirumah ini,” dengan kesal aku paksakan bangun, melihat ponsel jadul yang tergeletak di meja, tidak ada satupun balasan atau telpon balik dari Emran, suamiku, sungguh keterlaluan. Entah sejak kapan aku merasa hubungan kami semakin dingin, jarang bertegur sapa, setiap pulang kerja pun mas Emran selalu mengeluh kelelahan dan tertidur, tak jarang mas Emran marah jika aku ingin meminta sedikit perhatian darinya. Perutku sangat lapar hingga kepalaku pusing menahan lapar, dari kemarin sore hanya air putih yang ku minum sebanyak-banyaknya, itu ku lakukan agar tidak terlalu merasa lapar. Tidak ada satupun makanan yang bisa aku makan, bahkan sebutir beraspun aku tak punya, aku tak menyangka bisa sampai di titik sangat-sangat miskin seperti ini, aku terus mengasihani diriku yang malang. “Astagaa! apa seburuk ini penampilan ku sekarang,” aku terlonjak saat melihat pantulan wajah kusut pada cermin lemari yang u