Tubuh ini melorot ke lantai kamar mandi lalu menyenggol benda apa saja dan menimbulkan suara nyaring hingga ke luar kamar mandi.
Aku merespon sangat luar biasa hingga rasanya lutut pun lemas, apa mungkin karena ini adalah hal yang paling di tunggu-tunggu Anne dulu. Masih ku pegang benda pipih itu saat Elvin menerobos masuk dengan panik. Garis dua, sepertinya aku hamil, astaga! aku sangat kaget sekaligus ikut bahagia, aku juga sudah lama ingin punya anak dulu saat dengan mas Emran, aku sering menanti kehamilan, sampai di titik tidak lagi ku inginkan karena mas Emran yang miskin dan tidak beradab itu, kasian anakku kalau punya ayah macam dia. Melihatku yang terduduk di lantai kamar mandi Elvin suamiku di kehidupan kedua ini langsung memapahku dengan sigap, Elvin seperti sangat ketakutan terjadi sesuatu pada Anne. "Dok, apa ini artinya?" tanyaku memperlihatkan benda pipih itu pada dokter Hana, Elvin juga penasaran karena ia tidak tau soal ini. Dokter Hana meraih tespek itu sembari tersenyum ramah, ia sedikit terkejut melihat hasilnya. "Wahhh, selamatttt Ibu Anne! dua garis ini menandakan benar kalau ibu sedang mengandung, tapi untuk lebih pastinya saya akan telpon dokter Arum ya beliau spesialis kandungan, saya akan hubungi beliau sekarang," Dokter Hana keluar meninggalkan kami berdua. "Sayang kamu hamil???" tanya Elvin masih tak percaya. "Sepertinya iya," ku perlihatkan tespek itu padanya. "Hah, apa ini benar? aku gak mimpi kan? mana sayang sini kasih ke aku tespeknya aku mau liat, aku mau pastikan dengan mata kepala ku sendiri," Elvin menghitung garis itu berulang kali. "Astagaaa sayang!! aku sudah menghitungnya berkali-kali, garisnya tetap dua, kamu hamil Anne, kita akan punya anak, terimakasih Anne," Elvin memelukku erat sekali ia sepertinya sangat senang. Aku diam saja mengijinkan Elvin memelukku. mungkin di kehidupan sebelumnya Anne yang dulu akan sangat bahagia, pasti ini moment yang di tunggu pemilik tubuh sebelumnya kan, tapi malah aku yang merasakan, lagian aku masih bingung kenapa bisa aku hidup di dalam tubuh Anne. Atau ini sebuah takdir yang tidak memerlukan alasan kenapa dan bagaimana. "Anne, aku sangat senang, maafkan aku ya sayang beberapa minggu ini membuat kamu banyak pikiran dan stress, aku bahkan lebih sering bertemu Karina dan menyakiti kamu, padahal kamu sedang mengandung anak kita," sesal Elvin. "Karina siapa? " aku hanya bisa membeo, terserah lah Elvin akan berpikir apa. "Karina anak sahabat mama, calon istri yang di pilihkan mama buat kita mendapatkan keturunan, dulu kami sempat saling mengenal saat di Universitas hanya sebatas itu, sepertinya aku sudah pernah bilang sama kamu, apa kamu lupa?" Padahal mama mertua keliatannya sangat baik padaku tadi, ternyata ia ikut andil bahkan memilihkan calon istri untuk puteranya, aku jadi kecewa. "Ahh iya, akhir-akhir ini aku sering melupakan banyak hal." Elvin menangkup pipikuu, menatap dalam penuh dengan kebahagiaan, pancaran kebahagiaan itu sangat besar hingga aku bisa merasakan seberapa besar Elvin menginginkan keturunan. "Aku minta maaf sayang, tolong kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku tau hubungan kita tidak baik semenjak aku minta izin menikah lagi, aku hanya tidak tau lagi harus dengan cara apa sayang, aku janji akan menebus semua kesalahanku ya?" "Lalu bagaimana dengan perempuan itu? dengan rencana menikah? semudah itu di batalkan?" tanyaku tak yakin. Hatiku bimbang, apa ku beri saja kesempatan pada Elvin ya, mungkin kalau aku hamil dan punya anak semua ini berakhir bahagia seperti yang selalu aku bayangkan sebelumnya kan? "Aku yang akan urus semua itu, kamu enggak akan terlibat, kamu fokus saja sama kehamilanmu, jangan banyak pikiran. Mulai sekarang aku akan menjaga kalian dengan segenap jiwaku," janji Elvin tampak tulus. "Gombal kamu, siang minta izin menikah, malam hari ingin menjagaku segenap hati," cibirku. " Sayang ayolah, kamu tau kan aku hanya ingin punya keturunan, sekarang kamu hamil anakku, apalagi yang akan ku cari dari perempuan lain, aku hanya ingin denganmu," Elvin menggenggam tanganku lembut, membawa tanganku ke dadanya yang berdetak tak karuan. "Hanya kamu Anne, hanya kamu yang aku cintai, berikan aku kesempatan kedua Ann, sekali saja aku mohon". Akhirnya aku mengangguk tak kuasa melihat bola mata yang berkaca-kaca itu, Elvin menahan tangis, apa yang bisa ku lakukan selain memaafkannya, karena tubuh Anne pun kurasa menginginkan itu, hatiku serasa di penuhi perasaan bahagia dan harapan masa depan yang indah. "Terimakasih sayang, terimakasih untuk kesempatan kedua yang kamu kasih, aku akan menjaga kamu dan anak kita," Elvin menarikku dalam dekapannya. Satu hari ini rasanya duniaku jungkir balik, kejutan apa lagi yang akan datang hari esok pikirku. Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya dokter Arum datang dan memeriksaku, untuk memastikan lebih detail aku harus ke rumah sakit besok untuk USG, dokter Arum hanya berpesan untuk tidak terlalu capek dan memberikan vitamin. Sementara aku di periksa, Elvin siaga sekali mendampingi dan mendengar semua penjelasan dari dokter Arum, dia sangat antusias. "Sebaiknya kamu tidur, besok kita akan kerumah sakit, kasian anak kita bisa ikut kelelahan, seharusnya kamu enggak ikut ke acara perusahaan ya," kami sudah akan tidur setelah dokter - dokter tadi pulang. Elvin masih memandangi tespek dengan garis dua itu sembari tersenyum - senyum, senyum itu hilang saat melihat siapa yang menelponnya. Karina. "Okee tunggu sebentar, aku akan kesana sekarang," Elvin langsung duduk di tepi ranjang, ia menyugar rambutnya frustasi. "Sayang, aku minta maaf, Karina kecelakaan sayang, ia ada di UGD sekarang, aku harus kesana. aku berjanji sayang ini yang terakhir, aku akan menjelaskan semuanya pada Karina agar tidak menghubungiku lagi." "Pergilah," balasku singkat, malas berdebat karena yang penting Elvin menepati janjinya bahwa ini yang terakhir. Kalau sampai Karina itu berani menghubungi Elvin lagi setelah ini, akan ku cincang dia!! "Tunggu!" kutahan tangan Elvin. "Aku ikut, kamu boleh pergi tapi aku harus ikut," sambungku lagi. Elvin terkejut lalu detik berikutnya ia seperti keberatan, tapi kami baru saja berbaikan, tentu saja Elvin tidak akan membuat aku marah lagi kan. Enak aja si Karina mau berdua - duaan dengan suamiku, tak akan ku biarkan itu terjadi. ..."Katanya ke UGD, kok apartemen sih?" protesku saat Elvin berhenti di depan gedung menjulang tinggi. "Entahlah, aku hanya diminta kesini, mungkin tidak terlalu parah jadi Karina langsung pulang kan?" jawab Elvin tanpa menoleh. Aku curiga ini hanya modus perempuan itu untuk bisa bertemu suamiku. "Kamu mau tunggu di lobby aja? atau mau ikut? mungkin kamu enggak akan nyaman melihat aku ketemu sama Karina sayang." "Enggak, aku ikut aja, lebih baik aku saksikan sendiri dari pada aku menduga-duga," jawabku yakin. "Oke, aku harap kita enggak membuat keributan ya sayang," aku meliriknya sinis, dia pikir aku perempuan bar-bar apa, walaupun dalam hati ingin sekali menoyor kepala wanita itu di pertemuan pertama kami ini. Bisa-bisanya ia menelpon pria beristri untuk menemaninya, memalukan! apa tidak ada lagi laki-laki lajang di muka bumi ini hingga ia harus menelepon suamiku. Lift serasa bergerak lambat, sebenarnya aku sangat mengantuk dan capek tapi aku juga tidak mau memberikan ke
Tubuh ini melorot ke lantai kamar mandi lalu menyenggol benda apa saja dan menimbulkan suara nyaring hingga ke luar kamar mandi. Aku merespon sangat luar biasa hingga rasanya lutut pun lemas, apa mungkin karena ini adalah hal yang paling di tunggu-tunggu Anne dulu. Masih ku pegang benda pipih itu saat Elvin menerobos masuk dengan panik. Garis dua, sepertinya aku hamil, astaga! aku sangat kaget sekaligus ikut bahagia, aku juga sudah lama ingin punya anak dulu saat dengan mas Emran, aku sering menanti kehamilan, sampai di titik tidak lagi ku inginkan karena mas Emran yang miskin dan tidak beradab itu, kasian anakku kalau punya ayah macam dia. Melihatku yang terduduk di lantai kamar mandi Elvin suamiku di kehidupan kedua ini langsung memapahku dengan sigap, Elvin seperti sangat ketakutan terjadi sesuatu pada Anne. "Dok, apa ini artinya?" tanyaku memperlihatkan benda pipih itu pada dokter Hana, Elvin juga penasaran karena ia tidak tau soal ini. Dokter Hana meraih tespek i
"Kamu cantik sekali, Anne. Aku semakin mencintai mu," puji Elvin saat pertama kali melihatku keluar dari kamar setelah berdandan untuk ulang tahun perusahaan malam ini. Aku tersenyum kecut, mencoba menjadi diri Anne yang penurut karena siang tadi aku sudah mendapat sebuah peringatan yang di bungkus nasihat, Mama datang kerumah. Pertemuan dengan mas Emran tadi merusak suasana hatiku jadi ku putuskan untuk pulang dan berendam air hangat, hingga seorang wanita paruh baya menerobos masuk membuat aku terkejut bukan main, hampir saja aku melempar lilin aromaterapi ke wajahnya kalau aku tidak ingat itu adalah ibu Anne. "Anne, mama bikin kaget kamu ya? maaf ya sayang mama tadi sudah panggil-panggil kamu enggak jawab, ternyata enggak di kunci, lagian kata Elvin tadi masuk aja mungkin kamu lagi tidur," dengan sorot mata keibuan. "Enggak apa-apa ma, kenapa mama kesini?" dalam ingatanku hubungan Anne dan ibunya tidak begitu hangat. "Elvin tadi telpon mama katanya ada yang aneh dengan
"Emrann! mas Emran astaga, aku tak menyangka langsung bisa bertemu dia disini," tampangnya sumringah dan terlihat bahagia. Apa yang suamiku lakukan disana, ia fokus melihat ponselnya sembari sesekali tersenyum. penampilannya juga berubah, ia memakai setelan kemeja dan celana dasar seperti orang kantoran. Melihat mas Emran seperti itu mengingatkanku pada sosoknya sebelum kami menikah, ia pria yang tampan menurutku, punya pekerjaan mapan dan seperti bisa memberikan banyak kebahagiaan. Senyum yang lama tak kulihat di wajahnya hari ini muncul lagi membuat hatiku berdesir, ada setitik rindu disana, bagaimanapun ia suami yang pernah hadir dalam hidupku kan. Tak berselang lama, kuliat seorang perempuan muda menghampiri mas Emran, mas Emran lalu merangkul perempuan itu mesra, mereka tampak tertawa bahagia. tanpa sadar aku meremas stir mobil, hatiku panas, siapa perempuan itu. Bergegas aku turun setelah memarkirkan mobilku, mengejar mereka yang berjalan memasuki sebuah tempat maka
"Anne Charlotte," nama pemilik tubuh sebelumnya. Kucari dimana Anne menyimpan tas atau dompetnya, lalu segera kubuka tas mahal itu untuk menemukan kartu identitas. Aku terperangah melihat deretan kartu ATM yang aku yakin isinya tidak sedikit melihat dari tipe kartunya saja, uang tunai, dan handphone mahal, wah kaya banget si Anne pikirku senang. Tanganku sibuk mengotak atik ponsel mahal itu, aku ingat semua sandinya, PIN ATM pun ada di ingatkanku, terimakasih Tuhan, sudut bibirku terangkat. "Aku hidup sebagai Anne sekarang, sepertinya Anne tidak bahagia dengan hidupnya meski kaya raya, terbukti mungkin ia lebih memilih mati ketimbang bertahan dalam tubuh ini, ia terlalu mencintai pria tadi," aku mulai ingat tapi belum semuanya, aku harus banyak mencari tau kepahitan hidup apa yang membuat Anne menyerah. Setelah mandi dan puas memilih pakaian, aku mengagumi diriku di cermin, sangat cantik! sempurna sekali, aku harus berbelanja dan jalan-jalan sesuai angan-angan ku dulu. "M
“Kemana sih Bang Emran, dari semalam enggak pulang, apa dia lupa punya istri dirumah ini,” dengan kesal aku paksakan bangun, melihat ponsel jadul yang tergeletak di meja, tidak ada satupun balasan atau telpon balik dari Emran, suamiku, sungguh keterlaluan. Entah sejak kapan aku merasa hubungan kami semakin dingin, jarang bertegur sapa, setiap pulang kerja pun mas Emran selalu mengeluh kelelahan dan tertidur, tak jarang mas Emran marah jika aku ingin meminta sedikit perhatian darinya. Perutku sangat lapar hingga kepalaku pusing menahan lapar, dari kemarin sore hanya air putih yang ku minum sebanyak-banyaknya, itu ku lakukan agar tidak terlalu merasa lapar. Tidak ada satupun makanan yang bisa aku makan, bahkan sebutir beraspun aku tak punya, aku tak menyangka bisa sampai di titik sangat-sangat miskin seperti ini, aku terus mengasihani diriku yang malang. “Astagaa! apa seburuk ini penampilan ku sekarang,” aku terlonjak saat melihat pantulan wajah kusut pada cermin lemari yang u