"Katanya ke UGD, kok apartemen sih?" protesku saat Elvin berhenti di depan gedung menjulang tinggi.
"Entahlah, aku hanya diminta kesini, mungkin tidak terlalu parah jadi Karina langsung pulang kan?" jawab Elvin tanpa menoleh. Aku curiga ini hanya modus perempuan itu untuk bisa bertemu suamiku. "Kamu mau tunggu di lobby aja? atau mau ikut? mungkin kamu enggak akan nyaman melihat aku ketemu sama Karina sayang." "Enggak, aku ikut aja, lebih baik aku saksikan sendiri dari pada aku menduga-duga," jawabku yakin. "Oke, aku harap kita enggak membuat keributan ya sayang," aku meliriknya sinis, dia pikir aku perempuan bar-bar apa, walaupun dalam hati ingin sekali menoyor kepala wanita itu di pertemuan pertama kami ini. Bisa-bisanya ia menelpon pria beristri untuk menemaninya, memalukan! apa tidak ada lagi laki-laki lajang di muka bumi ini hingga ia harus menelepon suamiku. Lift serasa bergerak lambat, sebenarnya aku sangat mengantuk dan capek tapi aku juga tidak mau memberikan kesempatan pada wanita itu untuk mencuri-curi kesempatan. Sampai di depan unit apartemen yang kami tuju, Elvin mengetuk pintu dan tak lama muncul seorang wanita yang yaaahh lumayan cantik menurutku, aku tidak mau menyombongkan diri tapi Anne lebih cantik ketimbang perempuan ini. "Elvin, akhirnya kamu datang, aku sangat takut tadi, mobilku di tabrak dari belakang, kata dokter aku hanya syok saja," ia spontan memeluk suamiku. Aku coba tetap bernafas dengan normal walaupun rasanya tanganku sudah gatal ingin menarik rambut wanita itu. "Ekhemmm, hmmm, Karin... Ehhh inii .. aku datang bersama istriku," jelas Elvin melepaskan pelukan Karina, perempuan itu baru menyadari kehadiranku. Tatapannya tak bisa ku tebak, aku melengos tak ingin terlalu lama beradu mata dengannya. "Kamu keliatan baik-baik aja Kar, kayaknya aku harus ajak istriku pulang, ini sudah larut malam, seharusnya kami beristirahat," ujar El memutus adegan saling tatap menatap antara aku dan Karina. "Kar, sepertinya ini kali terakhir aku bisa menemui kamu, tolong jangan ganggu aku lagi Kar, kita tidak perlu bertemu lagi, kita selesai." Kedua alis wanita itu bertaut mendengar keputusan sepihak yang dibuat Elvin, mungkin memang sudah sejauh itu hubungan mereka, aku tidak tau pasti. "Maksudmu apa El? kenapa tiba-tiba sekali? rencana pernikahan kita sudah sejauh ini bahkan kedua belah pihak keluarga sudah setuju kan?" Bantah wanita itu dengan mata yang mulai basah. Elvin membawa Karina masuk ke dalam apartemen meninggalkan aku sendiri di bibir pintu, tanpa izin aku mengekor saja lalu menutup pintu apartemen itu. Dapat ku dengar isak tangis Karina dari tempat aku duduk, Elvin dan Karina bicara di dalam kamar, sebenarnya aku penasaran ingin masuk tapi sepertinya dua orang itu butuh waktu untuk menyelesaikan semuanya. "Sudah 4 bulan El, 4 bulan kita berpacaran, kamu udah janji akan nikahin aku secara resmi karna enggak tahan lebih lama lagi menunggu istri kamu yang mandul itu!" deg, rasanya seperti tertampar. Empat bulan ? mereka bersembunyi dalam kedok mencari keturunan, ya Tuhan walaupun aku tidak ingat detailnya tapi mengetahui hal ini hatiku ikut merasakan sakit yang mendalam. Aku mulai ragu dengan keputusanku memberi Elvin kesempatan itu tapi aku sudah sampai disini, apa mungkin aku pulang saja? tapi apa yang harus aku lakukan, bercerai pun aku tak bisa kan? Brraaakkkkkkk... Pintu di buka paksa, Karina keluar dengan tampang kusut berlinang air mata. "Asal kau tau ya, aku dan Elvin akan menikah secara siri! aku akan jadi istrinya juga jadi jangan merasa kau lah pemilik Elvin seorang diri!" Karina sangat marah hingga ia mencengkram erat tanganku ketika mengatakan itu. Bibirnya bergetar menahan Isak tangis, sebesar itukah perasaan cinta mereka berdua? "Kenapa kamu mau berhubungan dengan laki-laki ber-istri? itu salahmu sendiri, kamu bodoh!" cetusku membuat Karina melotot. "Dasar perempuan mandul! Sadar diri kamu, Elvin itu enggak cinta lagi sama kamu tau!" teriaknya putus asa. "Karina!! bicara apa sih kamu?? jangan bicara macam-macam," Elvin menyentak tangan Karina, wanita itu tampak makin terluka. "Kita akan menikah! akui itu Elvin, akui itu kamu tidak perlu berbohong lagi, biarkan istrimu tau kenyataan itu, biar dia sadar!" "Diaammmm!! Hentikan omong kosongmu itu Karr! kau bisa melukai hati istriku, dia sedang mengandung anakku!" Karina terduduk, ia tak bisa lagi berkata-kata, Karina menangis tergugu sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia tidak berusaha menjawab atau berteriak seperti tadi. "Kau dengar?? pakai telingamu untuk mendengar! jangan pernah hubungi suamiku lagi kalau kau masih punya harga diri!" balasku melotot balik. Sedari tadi perempuan itu melotot dan marah padaku, kurang ajar sekali kan, seharusnya dia yang ku caci maki habis - habisan, dia kan pelakornya, dasar perempuan gila. Elvin segera mengambil tindakan, ia tidak mau sampai satpam apartemen datang karena kami membuat keributan disini. "Sebaiknya kita pergi dari sini sayang, Karina sedang tidak dalam kondisi baik, dia melantur, ayoo kita pergi sekarang," Elvin menarik tanganku dengan cepat, membimbingku keluar dengan tidak sabaran. Hampir saja sendalku lepas karena adegan tarik-menarik dengan Elvin, Aku masih belum puas. "Apasihhh lepas!! aku belum menampar pipinya, biar ku tampar dulu perempuan itu!" Elvin menahan tubuhku yang akan berbalik masuk lagi ke apartemen Karina. "Astagaa sayang aku mohon jangan lakukan itu," Elvin menarikku lebih kuat dalam pelukannya. "Kalau kamu berhubungan lagi dengan dia, kamu yang akan aku cincang!!!" ..."Katanya ke UGD, kok apartemen sih?" protesku saat Elvin berhenti di depan gedung menjulang tinggi. "Entahlah, aku hanya diminta kesini, mungkin tidak terlalu parah jadi Karina langsung pulang kan?" jawab Elvin tanpa menoleh. Aku curiga ini hanya modus perempuan itu untuk bisa bertemu suamiku. "Kamu mau tunggu di lobby aja? atau mau ikut? mungkin kamu enggak akan nyaman melihat aku ketemu sama Karina sayang." "Enggak, aku ikut aja, lebih baik aku saksikan sendiri dari pada aku menduga-duga," jawabku yakin. "Oke, aku harap kita enggak membuat keributan ya sayang," aku meliriknya sinis, dia pikir aku perempuan bar-bar apa, walaupun dalam hati ingin sekali menoyor kepala wanita itu di pertemuan pertama kami ini. Bisa-bisanya ia menelpon pria beristri untuk menemaninya, memalukan! apa tidak ada lagi laki-laki lajang di muka bumi ini hingga ia harus menelepon suamiku. Lift serasa bergerak lambat, sebenarnya aku sangat mengantuk dan capek tapi aku juga tidak mau memberikan ke
Tubuh ini melorot ke lantai kamar mandi lalu menyenggol benda apa saja dan menimbulkan suara nyaring hingga ke luar kamar mandi. Aku merespon sangat luar biasa hingga rasanya lutut pun lemas, apa mungkin karena ini adalah hal yang paling di tunggu-tunggu Anne dulu. Masih ku pegang benda pipih itu saat Elvin menerobos masuk dengan panik. Garis dua, sepertinya aku hamil, astaga! aku sangat kaget sekaligus ikut bahagia, aku juga sudah lama ingin punya anak dulu saat dengan mas Emran, aku sering menanti kehamilan, sampai di titik tidak lagi ku inginkan karena mas Emran yang miskin dan tidak beradab itu, kasian anakku kalau punya ayah macam dia. Melihatku yang terduduk di lantai kamar mandi Elvin suamiku di kehidupan kedua ini langsung memapahku dengan sigap, Elvin seperti sangat ketakutan terjadi sesuatu pada Anne. "Dok, apa ini artinya?" tanyaku memperlihatkan benda pipih itu pada dokter Hana, Elvin juga penasaran karena ia tidak tau soal ini. Dokter Hana meraih tespek i
"Kamu cantik sekali, Anne. Aku semakin mencintai mu," puji Elvin saat pertama kali melihatku keluar dari kamar setelah berdandan untuk ulang tahun perusahaan malam ini. Aku tersenyum kecut, mencoba menjadi diri Anne yang penurut karena siang tadi aku sudah mendapat sebuah peringatan yang di bungkus nasihat, Mama datang kerumah. Pertemuan dengan mas Emran tadi merusak suasana hatiku jadi ku putuskan untuk pulang dan berendam air hangat, hingga seorang wanita paruh baya menerobos masuk membuat aku terkejut bukan main, hampir saja aku melempar lilin aromaterapi ke wajahnya kalau aku tidak ingat itu adalah ibu Anne. "Anne, mama bikin kaget kamu ya? maaf ya sayang mama tadi sudah panggil-panggil kamu enggak jawab, ternyata enggak di kunci, lagian kata Elvin tadi masuk aja mungkin kamu lagi tidur," dengan sorot mata keibuan. "Enggak apa-apa ma, kenapa mama kesini?" dalam ingatanku hubungan Anne dan ibunya tidak begitu hangat. "Elvin tadi telpon mama katanya ada yang aneh dengan
"Emrann! mas Emran astaga, aku tak menyangka langsung bisa bertemu dia disini," tampangnya sumringah dan terlihat bahagia. Apa yang suamiku lakukan disana, ia fokus melihat ponselnya sembari sesekali tersenyum. penampilannya juga berubah, ia memakai setelan kemeja dan celana dasar seperti orang kantoran. Melihat mas Emran seperti itu mengingatkanku pada sosoknya sebelum kami menikah, ia pria yang tampan menurutku, punya pekerjaan mapan dan seperti bisa memberikan banyak kebahagiaan. Senyum yang lama tak kulihat di wajahnya hari ini muncul lagi membuat hatiku berdesir, ada setitik rindu disana, bagaimanapun ia suami yang pernah hadir dalam hidupku kan. Tak berselang lama, kuliat seorang perempuan muda menghampiri mas Emran, mas Emran lalu merangkul perempuan itu mesra, mereka tampak tertawa bahagia. tanpa sadar aku meremas stir mobil, hatiku panas, siapa perempuan itu. Bergegas aku turun setelah memarkirkan mobilku, mengejar mereka yang berjalan memasuki sebuah tempat maka
"Anne Charlotte," nama pemilik tubuh sebelumnya. Kucari dimana Anne menyimpan tas atau dompetnya, lalu segera kubuka tas mahal itu untuk menemukan kartu identitas. Aku terperangah melihat deretan kartu ATM yang aku yakin isinya tidak sedikit melihat dari tipe kartunya saja, uang tunai, dan handphone mahal, wah kaya banget si Anne pikirku senang. Tanganku sibuk mengotak atik ponsel mahal itu, aku ingat semua sandinya, PIN ATM pun ada di ingatkanku, terimakasih Tuhan, sudut bibirku terangkat. "Aku hidup sebagai Anne sekarang, sepertinya Anne tidak bahagia dengan hidupnya meski kaya raya, terbukti mungkin ia lebih memilih mati ketimbang bertahan dalam tubuh ini, ia terlalu mencintai pria tadi," aku mulai ingat tapi belum semuanya, aku harus banyak mencari tau kepahitan hidup apa yang membuat Anne menyerah. Setelah mandi dan puas memilih pakaian, aku mengagumi diriku di cermin, sangat cantik! sempurna sekali, aku harus berbelanja dan jalan-jalan sesuai angan-angan ku dulu. "M
“Kemana sih Bang Emran, dari semalam enggak pulang, apa dia lupa punya istri dirumah ini,” dengan kesal aku paksakan bangun, melihat ponsel jadul yang tergeletak di meja, tidak ada satupun balasan atau telpon balik dari Emran, suamiku, sungguh keterlaluan. Entah sejak kapan aku merasa hubungan kami semakin dingin, jarang bertegur sapa, setiap pulang kerja pun mas Emran selalu mengeluh kelelahan dan tertidur, tak jarang mas Emran marah jika aku ingin meminta sedikit perhatian darinya. Perutku sangat lapar hingga kepalaku pusing menahan lapar, dari kemarin sore hanya air putih yang ku minum sebanyak-banyaknya, itu ku lakukan agar tidak terlalu merasa lapar. Tidak ada satupun makanan yang bisa aku makan, bahkan sebutir beraspun aku tak punya, aku tak menyangka bisa sampai di titik sangat-sangat miskin seperti ini, aku terus mengasihani diriku yang malang. “Astagaa! apa seburuk ini penampilan ku sekarang,” aku terlonjak saat melihat pantulan wajah kusut pada cermin lemari yang u