Semua yang Gion kira adalah bagian dari perjalanan karir cemerlangnya, ternyata menjerumuskannya ke dalam jurang penyesalan. Ia ditinggalkan oleh penggemar setia, dijauhi teman-teman dekatnya, dan dikhianati oleh orang kepercayaannya. Di saat-saat terakhirnya, Gion berharap bisa kembali untuk memperbaiki semuanya... dan secara tidak terduga, harapannya tersebut terkabul setelah ia membuka mata pada keesokan harinya! "Sudah cukup! Hidupku adalah milikku. Tidak ada yang berhak mengatur atau mengubahnya selain diriku sendiri." -Gionel Attovhano Fadariz.
View MoreUsai bertemu Riko, Gion bertolak ke gedung agensi dan langsung menuju lift, menekan tombol lantai 6—di mana ruang rekaman berada.Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk sampai, sementara atmosfer di ruangan itu tampak tidak ada yang berubah dari yang diingatnya, selain ini adalah pertama kalinya ia menginjakan kaki di tempat itu lagi setelah 2 tahun.Sambil menunggu artis lain menyelesaikan rekaman, Gion memilih melatih nada dan suaranya terlebih dahulu bersama seorang instruktur profesional. Meskipun suaranya sudah bagus tanpa berlatih sekalipun, ia terkadang tetap tidak percaya diri dengan suaranya.Tak berselang lama, ketukan pintu terdengar, dan manajer rekaman muncul dari balik pintu, memberi isyarat kalau gilirannya sudah tiba. Gion berdiri, merapikan bajunya sedikit, dan mengambil nafas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang rekaman.Di dalam booth, suasana terasa lebih sunyi. Hanya ada mikrofon, beberapa alat rekaman, dan kaca besar yang memisahkannya dengan ruangan kon
Keesokan paginya. Gion menjalani rutinitas pagi yang sudah jarang ia lakukan, berjoging dan berolahraga ringan di depan rumah. Previta yang baru keluar untuk joging bahkan terheran-heran melihat polah tingkah kakaknya itu. Dia mendekat untuk memastikan, "Kak?" Gion berbalik, memandangnya dan tersenyum dengan peluh menetes di dahinya. "Sudah siap?" "Kakak menungguku?" kata Previta, bingung. "Sudah lama kita nggak joging bareng, ayo!" Tanpa berlama-lama lagi, Gion menarik tangan adiknya itu dan keluar dari rumah untuk joging bersama. Selesai joging di sekitar komplek perumahan selama kurang lebih 1 jam, keduanya kembali ke rumah. Gion harus bersiap untuk pergi ke agensi, sementara Previta ada kelas pagi. Gion selesai bersiap lebih awal. Ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, sekaligus bekal bagi mereka berdua. Perasannya sedang bagus, oleh karenanya ia berinisiatif memasak tiga menu sederhana kesukaan mereka. "Dek, rumah yang pernah kamu tawarkan ke Kakak ha
Alice duduk di sudut ruang tamu apartemennya yang luas, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Kota yang tampak tenang di luar sana seolah tak menyadari badai yang tengah berputar di dalam pikirannya. Dia menyesap anggur dari gelasnya, memikirkan banyak hal. "Bagaimana Dia bisa begitu naif?" gumam Alice pada dirinya sendiri. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan—bahwa Gion pantas menerima semua ini. Namun, rasa takut akan konsekuensi dari tindakannya tak bisa sepenuhnya ia abaikan. Bagaimana jika Gion mengetahui apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana jika pria itu memusuhinya? Bayangan itu membuat hatinya berdebar. Ketika bel pintu apartemennya berbunyi, Alice merasa gugup. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, menemui sosok yang sudah ia tunggu-tunggu. "Hey, bukannya kamu ikut menemani Gion hari ini?" tanya orang itu setelah masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Alice tampak bingung harus memulai dari mana. Yang kelua
Karin tampak kebingungan dengan reaksi Gion. Akan tetapi, ia tidak mau memikirkan hal lain dulu selain menyelesaikan masalah ini. "Pertama-tama kita harus meluruskan hubunganmu dengan Bryan! Apa kalian benar-benar sudah baikan? Aku tidak tahu dia dan managernya sudah tahu masalah ini atau belum. Aku akan mencari mereka. Kamu tunggu saja di ruangan ini." Karin kemudian menyerahkan sebuah kartu akses salah satu ruangan di hotel itu kepada Gion.Gion menerimanya dan bergegas keluar dari ruang pesta menuju ke kamar yang dimaksud. Karena Tommy dan petinggi brand lainnya telah meninggalkan pesta lebih dulu, mereka tidak perlu khawatir ikut meninggalkan pesta saat itu. Jika berita ini menyebar tanpa penjelasan yang tepat, itu bisa merusak reputasi mereka berdua dan juga proyek yang sedang mereka kerjakan.Sementara itu, Karin dengan hati-hati membawa Bryan dan managernya menjauh dari keramaian pesta, berusaha menghindari sorotan. Ketika mereka sampai di tempat yang lebih sepi, Bryan menatap K
Di belakang Gion, Alice yang masih berdiri kaku di tempatnya merasa semakin bingung. Gion biasanya tidak akan menghindar atau terlihat ragu dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut teman-temannya. Akan tetapi, hari ini, ada sesuatu yang berbeda darinya dan itu sangat mengganggunya. Karin yang memperhatikan situasi ini juga semakin merasa khawatir. Karena seperti yang publik ketahui, hubungan antara Gion dan Bryan tidak sebaik ini, bahkan sering kali Gion mewanti-wanti agar menolak tawaran yang memungkinkannya bertemu dengan Bryan. Tak ingin membiarkan situasi ini bertahan lebih lama, Karin memutuskan menghampiri mereka, berniat mengalihkan perhatian Gion sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Gion, kita harus bicara sebentar," bisik Karin ketika sudah cukup dekat.Gion menoleh dan mengangguk pada Bryan. "Sebenarnya ada banyak hal yang perlu aku bicarakan denganmu, tapi maaf, sekarang aku harus pergi. Mungkin kita bisa bicara lagi nanti?"Bryan tersenyum kecil, matanya menunj
"Untuk saat ini, tidak ada kegiatan berarti yang sedang aku kerjakan. Tapi aku berencana membuat sesuatu yang mungkin akan mengejutkan Ginovers. Untuk projek dengan Jensen, kami akan bekerja seperti basanya.""Wah, bolehkah kamu memberitahu kami sedikit informasi tentang rencana tersebut? Apakah itu tur luar negeri atau syuting acara show?" tanya sang pembawa acara dengan nada bercanda."Aku masih memikirkannya. Kalian semua akan tahu nanti," jawab Gion, melirik kerumunan penggemar sambil terkekeh ringan.Pertanyaan dan pembahasan lainnya terus bergulir, sampai salah satu penggemar yang mendapat kesempatan terdengar bertanya, "Bagaimana cara kamu menanggapi kritik atau kebencian yang muncul di media sosial?"Gion mendengarkan dengan seksama kemudian menghela napas sebelum menjawab, "Kritik adalah bagian dari hidup, terutama bagi seseorang yang berada di dunia hiburan. Aku selalu berusaha untuk menerima kritik yang membangun dan mengabaikan komentar negatif yang tidak berdasar selama t
"Aku tidak suka, dan aku tidak mau memakainya," tukas Gion. Di masa lalu, pakaian itu membuatnya dibicarakan semua orang. Tapi, bukan dalam sudut pandang positif.Di sisi lain, Alice tertegun sejenak, menatap Gion dengan tatapan tidak senang. "Kamu serius? Gion, ini bukan waktunya untuk main-main. Pakaian ini disiapkan oleh pihak brand untuk acara hari ini dan aku sudah menyiapkan riasan yang sesuai. Berhenti bersikap kekanakan, pergi dan ganti bajumu!"Gion berdecak kesal, akhirnya ia membawa setelan itu ke dalam bilik ganti. Dengan terpaksa ia memakai baju itu, namun sebelum keluar dari bilik, ia menghubungi seseorang terlebih dahulu agar membawakan sesuatu untuknya."Lihat, pakaian itu sangat cocok untukmu. Kemari, biar aku sempurnakan dengan keajaiban riasanku," ucap Alice menatap penuh kekaguman pada Gion yang baru saja keluar dari bilik ganti.Sayangnya, tak sampai di sana, Gion kembali menyuarakan ketidakpuasan terhadap komponen make up yang digunakan oleh Alice saat merias wa
"Hari baru, gaya baru." . . Tidak ada lagi reaksi yang berlebihan. Gion sadar bahwa selama ini dirinya sudah terlalu mempermalukan diri sendiri dengan menempeli partnernya itu dan bertingkah seperti jalang murahan. Sungguh menjijikan. Selain itu, Ia masih sangat marah saat mengingat Jensen dengan sengaja menjebaknya malam itu. Hal itu semakin membuka lebar matanya bahwa selama ini keberadaannya sangat mengganggu di sisi pria itu hingga Jensen begitu membencinya. Gerak-geriknya diperhatikan oleh satu orang di ruangan itu tanpa Gion sadari. Entah kenapa, Jensen merasa ada yang salah dari Gion selain penampilannya. Tapi tidak tahu apa itu. Mungkin hanya perasaannya saja, pikirnya. Meeting beragendakan jadwal Gion dan Jenjen selama satu bulan kedepan pun di mulai. Gion memperhatikan dengan santai, ia sudah tahu dan mengerti isi dari pembahasan tersebut. Dan kalau dipikir-pikir sekarang, pekerjaan serta perannya saat ini cukup membosankan, terasa tidak sebanding dengan saat dirin
"Benar-benar bodoh." Gion mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak! Ia sedang berdiri di depan lemari pakaian di kamarnya, mengamati isi dari lemari besar itu. Baju-baju yang tersimpan rapih di dalam sana memiliki desain serta model yang terlalu feminim untuk dipakai oleh pria dewasa. Gion berpikir, bagaimana bisa saat itu ia tertarik membelinya dan merasa baik-baik saja saat memakainya di hadapan publik? Meskipun baju-baju itu dirancang bisa dipakai oleh pria maupun wanita, tetap saja, bukannya terlihat modis justru akan terlihat sangat aneh. Kebiasaannya memakai semua itu adalah berawal dari rekomendasi salah satu teman wanitanya saat ia terpikirkan untuk mengubah gaya berpakaiannya. Awalnya, teman-teman dan rekan sesama artisnya memujinya cocok saat menambahkan kesan lucu karena dinilai sesuai dengan wajah serta proporsi tubuh mungilnya. Mereka bilang penggemarnya juga menyukainya, sehingga entah bagaimana ia akhirnya menuruti untuk mempertahankan gaya berpakaiannya. Sayan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments