Share

Bab 6. Adipati Gara?

Author: nanadvelyns
last update Huling Na-update: 2025-08-11 18:20:20

Hari ini Dalia diam-diam menyelinap keluar dari kediaman Perdana Menteri untuk menjual tusuk rambut emas pemberian Salsa sebelumnya.

Tidak ada alasan untuk menyimpan tusuk rambut tersebut, dia butuh dana untuk memperbaiki kediamannya dan membeli beberapa kebutuhan lain yang tak dilengkapi kediaman.

Kepalanya mengenakan topi tudung menjuntai untuk menutup wajahnya, seorang wanita bangsawan tidak diperkenankan untuk memunculkan wajahnya di khalayak rakyat.

Sebelum keluar dia sempat meminta Odine untuk menjemur beberapa karung bunga telang agar dapat diolah menjadi teh untuk mengelabui perhatiannya.

Dalia juga membeli beberapa bahan makanan, selimut baru, dan beberapa pasang baju. Terakhir kali ia menerima pakaian baru--entahlah, dia sendiri pun lupa.

"Nona sepertinya belakangan ini Anda mulai menjauhi Odine, apa aku salah?" tanya Hana tiba-tiba.

Dalia melirik sekilas. "Bagaimana denganmu?"

Mendengus kasar, Hana meremas belanjaannya. "Bahkan sejak awal melihatnya aku sudah mengatakannya, nona! Tetapi nona tidak mau mempercayaiku!"

Dalia hanya terkekeh, kepalanya menggeleng pelan melihat tingkah Hana. Tetapi apa yang dikatakannya benar, dulu dia tidak percaya bahwa Odine mencurigakan.

Diam-diam, rasa bersalah Dalia pada Hana kembali membalut erat. Dia akan menebusnya.

"Nona, sepertinya ini sudah cukup. Apa kita perlu menyewa kereta kuda?" tanya Hana lagi.

Dalia menggeleng pelan. "Tidak perlu, kediaman perdana menteri akan sadar jika kita kembali menggunakan kereta kuda."

Hana hanya mengangguk, kemudian dia membantu Dalia untuk membawa barang belanjaannya.

Ketika sedang menuju jalan pulang, mereka melewati Paviliun yang terlihat ramai. Dalia memeperhatikannya seperkian detik, lalu menatap Hana.

"Kenapa ramai sekali di sana?" tanya Dalia, dia jarang keluar kediaman sebelumnya.

Hana tersenyum tipis. "Itu Paviliun Seni, nona. Kaisar baru saja meresmikannya sebagai salah satu kunjungan resmi Kekaisaran, sejak dulu Paviliun Seni memang selalu ramai, ditambah Kaisar sudah meresmikannya sekarang."

Dalia hanya mengangguk singkat. "Oh..." Dia tidak tertarik memberi respon lebih.

"Apa Anda ingat? Mendiang nyonya sering mengunjungi Paviliun Seni dulu, bahkan menjadi penyumbang utama Paviliun Seni. Banyak seniman yang merasa terbantu dengan sumbangan mendiang nyonya," ucap Hana, membuat Dalia merasa tertarik untuk menatap Paviliun Seni lagi.

"Ibu?" gumamnya, lalu perlahan kepingan ingatan kecil bersama mendiang ibunya dulu muncul.

Benar, mendiang ibunya dulu sering mengajaknya kemari. Dalia tidak ingat karena bangunannya berubah total, Paviliun ini sudah menjadi sangat megah.

"Nona ingin mampir?" tanya Hana saat menyadari raut wajah Dalia.

Dalia mengangguk singkat. "Ya, mungkin sebentar."

Mereka pun melangkah masuk bersama ke Paviliun Seni, harum bunga pulm tercium semerbak begitu mereka melangkah masuk.

Bunga pulm adalah bunga kesukaan mendiang ibunya. Saat memeluk ibunya, maka harum bunga pulm akan muncul, karena ini kedua mata Dalia sedikit berkaca-kaca.

Tiba di ruang utama Paviliun, Dalia tertegun melihat lukisan ibunya dipajang bersama karya seni besar lainnya.

Dalia melangkah lebih dekat ke lukisan tersebut, bibirnya tersenyum tipis. Paviliun Seni ternyata sangat menghormati ibunya.

"Ibu..." Gumam Dalia, kerongkongannya kembali terasa tercekat. Dia tidak bisa menahan rasa sedih jika teringat mendiang ibunya.

Seandainya ibunya hidup lebih lama, apa kehidupan mengerikannya akan berubah menjadi lebih baik?

Dalia menarik napas dalam, menunduk sebentar untuk kemudian menatap lukisan ibunya lagi.

Dirinya sudah sampai di sini, berandai seperti itu tidak ada gunanya.

Tatapan mata Dalia pun perlahan berubah penuh tekad, kedua tangannya memegang barang belanjaannya lebih erat.

Dalia tidak pintar merayu Tuhan seperti ibunya, maka dia akan berusaha semaksimal mungkin agar rayuan ibunya pada Tuhan tidak berakhir sia-sia.

Maka, ibu... Tolong rayu Tuhan lebih lama untuknya. Dalia tidak memiliki kekuatan lain selain ibunya.

Di tengah ini, tiba-tiba suara keributan terdengar. Belum sempat Dalia menoleh, dia dibuat terkejut saat tangannya ditarik keras.

Tubuh Dalia berputar, barang belanjaan yang ia pegang jatuh ke lantai. Hana spontan mundur dan menegang melihat leher majikannya disodori badan pisau.

"Mundur kalian semua! Atau wanita ini akan aku bunuh!"

"Nona!!" Teriak Hana histeris, jantungnya hampir berhenti berdetak, keringat dingin muncul, kedua matanya berkaca-kaca.

"Jangan mendekat! Kamu ingin wanita ini aku bunuh, hah?!" Bentak pria yang menahan Dalia.

Hana tertahan di posisinya, dia tidak berani mendekat, khawatir pria itu benar-benar akan membunuh nona-nya.

Dalia tetap tenang, wanita itu melirik ke tangan pria yang menahannya. Dia gemetar?

Tak lama pasukan patroli Kekaisran datang dan terkejut melihat pria itu menahan seorang wanita.

Beruntung Dalia keluar mengenakan tudung wajah, kalau tidak wajahnya akan tersebar kemana-mana dan menjadi masalah baru.

"Hei, dengar. Lepaskan wanita itu, dia tidak bersalah atau hukumanmu akan bertambah berat nanti," ucap salah satu pria yang tampaknya pemimpin pasukan patroli Kekaisaran.

Dalia masih tenang, dia justru sibuk memperhatikan pria asing yang menahannya ini. Tangannya yang memegang pisau gemetar, suaranya pun terdengar menahan ketakutan.

Bibirnya tersenyum samar di balik tudung, pria ini tidak memiliki nyali untuk membunuh.

"Lepaskan nona saya! Dia adalah--!"

"Tahan, Hana!" Potong Dalia, menahan Hana membongkar identitasnya.

Hana menatap Dalia tidak mengerti, bukankah jika semua orang tahu dia putri Perdana Menteri pria asing itu akan berubah segan menyentuhnya?

Tangan kanan Dalia perlahan menyentuh tangan pria tersebut yang memegang pisau, lalu menekannya sedikit.

"Jika kamu ingin membunuhku, maka bunuh saja. Aku tidak takut mati," ucap Dalia, membuat semua orang terkejut.

"Nona, sebaiknya Anda hati-hati!" ucap pria yang memimpin pasukan patroli.

Dalia dapat merasakan dengan jelas, pria yang memegang pisau itu sedikit tersentak kaget. Dia dengan cepat menjauhkan tangannya sekilas dari leher Dalia.

"Jangan bermain-main denganku! Aku benar-benar akan membunuhmu!" Ancam pria itu, raut wajahnya justru terlihat semakin ketakutan.

Pria yang memimpin pasukan patroli mulai menyadari sesuatu dan memilih untuk mengamati Dalia serta pria gila tersebut.

"Ya, silahkan, bunuh saja aku. Kenapa tidak segera membunuhku?" balas Dalia, lalu menekan tangan pria itu lagi. Kali ini badan pisau benar-benar menempel pada kulit leher Dalia, membuat goresan kecil.

Terkejut, pria itu dengan cepat menarik tangannya lagi, membuat tudung Dalia tersingkap. Kemudian pria itu jatuh duduk di lantai dengan lemas.

Sebelum kain tudungnya benar-benar lari dari wajahnya, Dalia juga dengan cepat berputar dan menutup wajahnya mengenakan lengan pakaian hanfu-nya.

Hana meraih Dalia cepat dan memeluknya, kedua matanya sudah basah karena menangis.

"Nona, Anda baik-baik saja?" tanya Hana dengan suara gemetar.

Dalia hanya melirik sekilas. "Penutup wajah."

Hana tersadar dan dengan cepat membongkar barang bawaan mereka dan mengeluarkan cadar dengan sulaman bunga mawar putih.

Setelah selesai memakai cadar baru tersebut, Dalia melepas tudung topinya dan kembali menatap ke para petugas patroli Kekaisaran.

"Aku tidak tahu apa pun tentang racun itu! Aku hanya diperintahkan untuk membawa masuk barang tersebut!"

"Tuan, Anda boleh tidak mengampuni saya, tetapi mohon jangan sentuh keluarga saya. Saya melakukan ini agar anak dan istri saya dapat makan dengan layak, saya tidak memiliki pilihan lain."

Pria itu menangis sambil berlutut, Dalia menaikkan alis kirinya sekilas. Racun?

"Bawa pria ini pergi! Tahan dia!" Perintah pemimpin pasukan patroli.

"Baik!"

Setelah pria itu diseret kasar, pria yang memimpin pasukan patroli pun menghampirinya.

"Nona, apa Anda baik-baik saja? Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian hari ini, semua ini adalah kelalaian kami," ucap pria itu sambil membungkuk ke arah Dalia.

Dalia mengangguk sekilas. "Bukan masalah, tuan. Saya senang bisa membantu, pria itu juga tidak memiliki keberanian untuk membunuh."

Pemimpin pasukan patroli terdiam beberapa saat, terlihat sedang berpikir sesuatu. Tetapi Dalia tidak peduli, dia kembali bicara.

"Jika saya boleh tahu, kenapa pria tadi membahas tentang racun, tuan?" tanya Dalia.

Pemimpin pasukan patroli itu terlihat ragu menjelaskan, namun pada akhirnya ia tersenyum tipis. "Ah... Baru-baru ini ada penjahat di Kekaisaran yang menyelundupkan mata-mata dari negara asing untuk mengantar racun masuk. Menurut prediksi, racun itu akan digunakan pada petinggi Kekaisaran."

Dalia mengerutkan keningnya, apa maksudnya adalah racun yang dipegang Salsa untuk Nadine Guifei?

Dalia mengangguk singkat. "Saya harap tugas Anda berjalan sukses, tuan." Lalu sebelum benar-benar melangkah pergi Dalia melirik pemimpin pasukan patroli sekali lagi.

"Saran saya, coba Anda awasi tempat-tempat besar. Jika targetnya adalah petinggi Kekaisaran, maka tempat penyimpanannya adalah wilayah yang tidak bisa digeledah pihak Kekaisaran sembarangan tanpa izin Kaisar."

Pemimpin pasukan patroli tertegun, keningnya terlipat. "Tempat besar seperti apa maksud nona?"

"Rumah para pejabat dan bangsawan tinggi," jawab Dalia.

Pria itu kembali tertegun, kemudian ia membungkuk lagi ke arah Dalia. "Terima kasih banyak, nona. Adipati Gara pasti akan sangat menghargai bantuan Anda. Jika nona tidak keberatan, siapa nama nona?"

Mendengar Adipati Gara disebut, raut wajah Dalia sedikit berubah.

Adipati Gara?

Pria itu bahkan lebih ditakuti dari Kaisar, Dalia tidak tertarik terlibat banyak hal dengannya.

Dalia menatap pemimpin patroli itu dengan ragu, lalu ia tersenyum tipis. "Saya tulus membantu." Kemudian dia berbalik pergi tanpa peduli dengan tatapan bingung pria tersebut.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 9. Kesepakatan Dengan Sang Adipati

    Dalia tetap tenang, sementara Hana sudah menangis ketakutan. "Nona pertama keluarga Ishraq, Dalia Ishraq."Begitu jawabannya terlontar, Faqih dan Bima melirik cepat ke arah adipati Gara."Nona yang ini, yang mulia," bisiknya. Meskipun begitu, adipati Gara tetap menarik keluar pedangnya dan menyodorkannya ke wajah Dalia. "Apa saja yang kamu dengar?"Dalia menunduk, raut wajahnya tak menunjukkan kepanikan sama sekali. Hal ini cukup menarik perhatian mereka. "Huanghou memberikan racun pada orang dalam kediaman perdana menteri untuk Nadine Guifei." Adipati Gara menaikkan alis kirinya sekilas, diam-diam terkejut dengan keberanian Dalia.Wanita lain biasanya akan menangis dan gemetar, lalu memohon agar diampuni. Tetapi tidak dengan Dalia, wanita itu tetap tenang dengan sorot mata dinginnya. "Katakan, kamu ingin dibungkam dengan cara seperti apa?" tanya adipati Gara lagi sambil menempelkan badan tumpul pedangnya yang dingin. "Wangye, tetapi dia--" Saat Bima hendak mengingatkannya, pr

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 8. Menghindar

    "Nona, gawat! Pakaian yang sempat saya cuci tadi malam kini penuh dengan kotoran! Bahkan beberapa bagiannya terpotong!" Hana melapor dengan napas terengah-engah. Pagi ini saat hendak membantu Dalia menyiapkan diri untuk acara ulang tahun perdana menteri, Hana ingin mengambil pakaian baru yang akan dikenakan Dalia. Tetapi sayang, dia malah mendapati pakaian itu sudah menggenang di genangan air bercampur tanah. Wajah Hana menahan tangis, sepertinya wanita itu kebingungan, marah, dan sedih atas apa yang menimpanya. Acara ulang tahun perdana menteri dilaksanakan pagi menjelang siang, waktu Dalia untuk bersiap pun tidak banyak. Dalia tersenyum tipis dan mengelus kepala Hana. "Lupakan baju itu, aku juga tidak berniat mengenakannya."Hana terlihat keberatan. "Tetapi, nona... Jika Anda datang di acara itu hanya dengan baju sederhana, Anda akan menjadi bahan tertawaan. Perhatian juga pasti hanya jatuh di nona Salsa!"Dalia terkekeh tipis melihat Hana sangat bersemangat membantunya untuk

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 7. Petunjuk Tersirat

    "Nona, dari mana Anda tahu bahwa racun itu disembunyikan di rumah para pejabat bangsawan?" tanya Hana penasaran, dia jarang melihat nona-nya banyak bicara terlebih di urusan orang asing. Dalia hanya tersenyum tipis. "Karena aku tahu, itu saja."Hana menghela napas tipis, menyadari Dalia enggan memberitahu dia tidak berani bertanya lagi. Kemudian bibir Hana tersenyum lebih dalam. "Tetapi kenapa Anda tidak menjawab saat tuan tadi bertanya? Bukankah jika adipati Gara tahu Anda membantunya maka--""Maka kita tidak akan tahu bencana atau keberuntungan yang akan menunggu." Potong Dalia. Hana menatap Dalia tidak mengerti. "Kenapa bisa tidak beruntung? Adipati Gara memiliki kekuatan besar yang bisa menguntungkan Anda, bukan? Bahkan lebih baik jika dia menikahi Anda."Dalia melirik tajam. "Jika kamu ingin menikah dengannya maka silahkan saja, jangan bawa namaku." Hana mengerucutkan mulutnya. "Aku kan hanya mendoakan hal baik untuk nona. Lagi pula adipati Gara juga belum menikah, tidak ada

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 6. Adipati Gara?

    Hari ini Dalia diam-diam menyelinap keluar dari kediaman Perdana Menteri untuk menjual tusuk rambut emas pemberian Salsa sebelumnya. Tidak ada alasan untuk menyimpan tusuk rambut tersebut, dia butuh dana untuk memperbaiki kediamannya dan membeli beberapa kebutuhan lain yang tak dilengkapi kediaman. Kepalanya mengenakan topi tudung menjuntai untuk menutup wajahnya, seorang wanita bangsawan tidak diperkenankan untuk memunculkan wajahnya di khalayak rakyat. Sebelum keluar dia sempat meminta Odine untuk menjemur beberapa karung bunga telang agar dapat diolah menjadi teh untuk mengelabui perhatiannya. Dalia juga membeli beberapa bahan makanan, selimut baru, dan beberapa pasang baju. Terakhir kali ia menerima pakaian baru--entahlah, dia sendiri pun lupa. "Nona sepertinya belakangan ini Anda mulai menjauhi Odine, apa aku salah?" tanya Hana tiba-tiba. Dalia melirik sekilas. "Bagaimana denganmu?"Mendengus kasar, Hana meremas belanjaannya. "Bahkan sejak awal melihatnya aku sudah mengatak

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 5. Keberhasilan Langkah Pertama

    Awas! Hati-hati membawa yang itu!" Seru Hana pada pelayan yang sibuk membawa bahan dapur, baju, dan perlengkapan baru pribadi Dalia lainnya. Dalia duduk tenang di halaman depan kediamannya, sementara Odine izin pergi mengurus sesuatu. Dalia yakin wanita itu sekarang tengah mengadu pada Salsa.Sempurna. Dia berhasil. Meskipun beberapa bahan dapur yang dikirim ada yang mendakati masa busuk, tetapi setidaknya jatah uang bulanannya turun dengan utuh. Dalia bisa meminta Hana membelinya secara pribadi nanti. "Nona, bagaimana Anda tahu cara membujuk perdana menteri?" tanya Hana semangat, tergambar jelas di wajahnya bahwa wanita itu senang. Dalia menggeleng pelan. "Aku hanya menyampaikan kebutuhanku." Lalu menyeruput tenang teh hangatnya. Setelah sebelumnya sempat bersitegang dengan keluarganya, kini Dalia dapat menikmati waktunya sendiri untuk menjadi tenang. Tetapi tidak tenang seutuhnya, masih terlalu dini untuknya merasa puas. Badai utama yang merenggut nyawanya belum muncul, Dalia

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 4. "Putri Yang Dibuang"

    "Kak Dalia?"Suara jernih yang manis langsung menyapanya saat ia baru saja keluar dari ruangan perdana menteri. Jantung Dalia seolah berhenti berdetak, gejolak emosi diam-diam merambat ke puncak. Kedua tangan Dalia mengepal tanpa sadar, sorot matanya lebih dingin berkali-kali lipat. Salsa. "Sedang apa kakak di sini?" tanya Salsa dengan senyum manisnya. Dalia berusaha tetap tenang, bayangan rasa sakit antara hidup dan kematian kembali ia rasakan hanya dengan melihat wanita itu. "Menemui Ayah," jawab Dalia pendek. Kening Salsa terlipat, sorot matanya jelas sedang mencurigai sesuatu dan sekilas melirik Odine tajam. Hingga tak lama ia terlihat menghela napas gusar. "Astaga... Apa kakak diomeli Ayah lagi?" tanyanya dengan raut wajah khawatir. Dalia ikut mengerutkan keningnya. "Apa?"Salsa tiba-tiba melangkah maju hendak melewatinya. "Aku akan bantu bicara dengan Ayah, Ayah pasti salah paham lagi." Dalia dengan cepat merentangkan tangan kirinya, memblokir langkah Dalia. Apa wanita

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status