Share

Kejutan Anniversary
Kejutan Anniversary
Penulis: Goresan Pena93

Bab 1

Penulis: Goresan Pena93
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-30 17:52:36

"Dia, aku liat mobil suamimu di jalan. Ada wanita masuk ke dalamnya. Tapi, aku enggak tau siapa wanita itu."

Diandra hanya tertawa saja menanggapi ucapan kakak iparnya itu. Mereka duduk di ruang tengah rumah orang tuanya di hari Minggu yang cerah. 

Baru saja Diandra datang dengan membawa buah tangan untuk ibunya, Mega langsung menarik tangan adik iparnya itu agar duduk mendengarkan berita apa yang ia akan sampaikan. Memberitahu apa yang ia lihat dua hari lalu. 

"Enggak mungkin, Mbak. Mas Dani itu keluar kota dua hari lalu. Enggak mungkin dia ada di Jakarta." Diandra tetap tidak percaya dengan ucapan kakak iparnya itu. 

"Tapi, Di. Aku bisa pastikan kalau yang aku lihat itu benar-benar suamimu." Mega meyakinkan sampai bola matanya melebar. 

"Terserah, Mbak, aja deh. Aku enggak bisa memastikan itu benar Mas Dani apa bukan. Yang jelas, aku percaya sama suamiku. Dia kerja untuk aku dan Aqila. Keluarga kami sudah lengkap, mustahil dia bersama wanita lain, untuk apa coba?" Lama-lama Diandra berubah kesal.

"Ya sudah kalau kamu enggak percaya. Nanti sepulang Mas Imran dari rumah sakit, kamu tanyakan saja padanya. Apakah aku berbohong atau tidak." Kakak ipar Diandra itu berdiri lalu pergi ke dapur menyusul mertuanya yang sedang memasak.

Pagi itu, setelah mengantar putrinya cek up penyakit jantung bawaan di rumah sakit, Diandra sengaja mampir ke rumah ibunya yang tak jauh dari rumahnya sendiri. Hanya berjarak sekitar lima kilometer. 

Niat hati ingin santai dan menikmati hari libur, malah mendengar ucapan kakak iparnya yang seolah tahu semua tentang kehidupan Diandra. Wanita yang duduk di kursi sendirian itu menghela napas panjang. Ia malah jadi kepikiran sepanjang duduk di sana. 

Istri mana yang bisa tenang ketika ada orang yang mengadu bahwa ia melihat suaminya dengan wanita lain. Namun, setelah 5 tahun pernikahan, selama ini sama sekali tak membuat Diandra berpikir sampai ke sana. 

Dani adalah sosok yang sangat baik di mata Diandra. Pria itu begitu lembut memperlakukan istrinya. Apa pun yang Dia minta, selalu dikabulkan. Bahkan bisnis yang sekarang sedang naik daun pun, sebagian sengaja atas nama Diandra. Sebagai bukti cinta Dani padanya, begitu kata lelaki itu.

Tak kurang-kurang wanita muda itu mengingat kebaikan Dani. Sang suami yang selalu terbuka apa adanya. Ponsel tak pernah dikunci, selalu Diandra buka tanpa larangan dari Dani. 

Ponsel Diandra bergetar ketika ia tengah melamun. Wanita berkerudung coklat susu itu membuka tas lalu meraih benda pipih di dalam. Di sana tampak nama sang suami tengah memanggil. 

Baru saja ingin diangkat, panggilan tiba-tiba terputus. Kening Dia berkerut. Ia segera membuka pesan dari suaminya itu. 

"Sayang, Mas pulang agak telat. Mungkin malam karena ada urusan yang tidak bisa ditinggal. Kamu mau dibawakan apa?" 

Diandra tersenyum membaca pesan dari Dani. Semakin hilang rasa curiga yang sempat mengganggu pikirannya. 

"Aku hanya ingin kamu segera sampai di rumah, Mas. Enggak perlu hadiah atau oleh-oleh apa pun."

Balasan untuk Dani pun telah terkirim. Wanita cantik itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia berdiri hendak menyusul ibu dan kakak iparnya di dapur. Namun, selangkah ke dalam, dari luar terdengar deru mobil masuk ke halaman rumah sederhana milik ibunya. 

Diandra membatalkan niatnya ke dapur. Ia memutuskan untuk melihat ke luar. Ketika sampai di dekat pintu, Dia melihat Imran keluar dari dalam mobil. 

"Loh, Dia. Kamu di sini? Udah lama?" Pria berpakaian dokter itu mendekat. 

"Belum, Mas. Habis nganterin Aqila periksa lagi langsung ke sini. Bosan di rumah terus."

"Oh." Imran manggut-manggut. "Mana Aqila?"

"Lagi tidur di kamar ibu. Kecapekan dia ha is mainan," balas Dia sambil mengikuti langkah kakaknya. 

Mereka pun segera masuk lagi dan berakhir di kursi tamu. Peluh membasahi kening Imran, tampak pria itu begitu lelah sekali. Dari arah dapur, Mega muncul dengan sepiring pisang goreng dan air putih untuk mereka. 

"Makan dulu, Dia, Mas!" Mega langsung duduk di sebelah suaminya. 

"Mas, bilang sama Dia, kalau kemarin itu kita liat suaminya di jalan. Dia enggak percaya aku kasih tau," ujar Mega sambil menatap suaminya. 

"Apa benar yang Mbak Mega bilang, Mas? Tapi, Mas Dani selama dua hari ini enggak di Jakarta." Dia mulai kesal saat Mega membahas hal itu lagi. 

Imran yang baru saja pulang dari rumah sakit pun menggaruk kepalanya. Sesungguhnya ia malas bercerita tentang hal yang akan menyakiti hati adiknya itu. Apalagi ditambah lelah setelah semalam menginap di rumah sakit karena pasien membludak. 

"Mas juga enggak salah liat, Dia. Enggak tau itu beneran Dani apa bukan. Mas juga lupa plat mobilnya berapa. Kau tanya Mega aja lah!"

Mega berdecak kesal dengan wajah merenggut. "Gimana sih, Mas! Jelas-jelas kamu juga bilang kalau yang kita liat kemarin itu si Dani. Masa udah lupa?" protes Mega dengan tatapan kesal pada suaminya. 

"Aku pusing, Dek. Mau istirahat dulu. Mau tidur aku. Capek banget karena semalam banyak pasien masuk. Dah lah, kalian ngobrol aja berdua. Aku mau ke kamar dulu." Pria dengan potongan rambut cepak itu berdiri lagi. Lalu bergegas pergi ke kamarnya. 

Mega dan Diandra sekarang saling diam. Mereka tak ada bicara lagi dan suasana rumah mendadak berubah hening. 

"Ada apa sih? Kenapa Ibu dengar dari belakang sepertinya kalian lagi ribut." Halimah datang dari dapur dan langsung duduk di antara anak dan menantunya itu. 

"Enggak ada apa-apa, Bu. Mega ke kamar dulu nyusul Mas Imran." Istri Imran itu pun langsung berdiri dengan kaki menghentak lantai menuju ke kamar. Ia pergi membawa rasa kesal, tetapi tak mau ada keributan. 

Halimah menghela napas panjang. Ia sudah menduga kalau antara anak dan menantunya pasti sudah terjadi sesuatu. 

Siang itu, ketika tiba waktu makan siang, Diandra berpamitan pada Halimah. Wanita muda itu beralasan ada acara dengan salah seorang temannya. Padahal, hanya ingin menghindari cerita-cerita penuh curiga dari Mega. 

Halimah mengangguk. Ia berpesan pada putrinya itu agar tidak masukkan ucapan Mega tadi ke dalam hati. Mungkin saja Mega salah lihat, begitu Halimah menasihati. Diandra pun mengiyakan ucapan ibunya. Ia segera keluar dan masuk ke dalam mobil lalu pulang ke rumah.

***

Malam itu, Dia berjalan mondar-mandir menanti kedatangan sang suami. Ia sudah tak sabar ingin bertemu Dani. Bolak-balik wanita dengan rambut panjang itu menatap jam dinding yang telah menunjuk pukul sebelas malam, Dani belum juga datang. 

Sesekali Diandra meremas piyama birunya karena khawatir. Ia mencoba melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja ruang tengah. Tak ada pesan maupun panggilan dari Dani. Setelah menidurkan putrinya, Dia menanti kedatangan Dani sendirian. 

Mata sudah terasa berat, Dia merebahkan dirinya di sofa putih. Baru sekejap mata terpejam, ia mendengar suara mobil di luar sana. Wanita muda itu pun segera bangun lagi dan bergegas membuka pintu utama karena ia tahu, siapa yang baru saja datang. 

Kedua mata Diandra berbinar melihat Dani datang dengan koper besarnya. Mereka pun segera berpelukan, melepas rindu yang sudah tak terbendung lagi. 

"Maaf ya, Sayang. Mas pulangnya kemalaman. Habisnya macet." Lelaki gagah itu melepas pelukan. Lalu mengajak istrinya masuk ke dalam. 

"Yang penting Mas udah pulang. Aku sama Aqila kangen banget."

Dani tersenyum. Lalu mencium kening istrinya. "Mas juga kangen sama kalian. Oh ya, Mas mau ke kamar mandi dulu. Ada hadiah buat kamu di koper. Kotak warna biru, ya."

"Serius, Mas?" Diandra begitu bahagia mendengarnya. 

"Iya, Sayang. Ambil di koper, ya!" Dani bergegas melangkah ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. 

Begitu suaminya itu pergi, Dia bergegas membuka koper hitam yang Dani bawa pulang tadi. Namun, saat membukanya malah melihat kotak beludru warna merah. Rasa penasaran pun membuat Dia ingin membuka kotak itu. Dia membukanya, tetapi bukan cincin yang didapatkan. Melainkan gelang emas yang sepertinya begitu mahal. 

Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, Dani keluar dari sana dan Diandra pun buru-buru memasukkan kotak merah itu ke dalam koper lagi. 

"Gimana? Udah ketemu?" tanya Dani sambil mengeringkan tangannya dengan tisu. 

"Belum, Mas. Mas taruh di mana sih?" bohong Diandra dengan wajah gugup.

Dani pun segera membuka kopernya begitu sampai di dekat sang istri. Lelaki tampan itu meraih kotak berwarna biru di bagian bawah lipatan baju dalam koper. 

"Nih, coba buka! Pasti kamu suka." 

Betapa terkejut, Diandra melihat kotak biru itu di tangan suaminya. Saat dibuka, ada cincin berlian dengan kilau permata di bagian tengah. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
hel mida
thor up ketika istriku kecewa di sini dong thor, pleaseee
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
sudah selingkuh tpi teledor ngk hati²
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kejutan Anniversary    Bab 111

    Sembilan bulan sudah mereka menanti, akhirnya pagi itu, Aruna merasa tak enak perasaan. Tiba-tiba merasa jantung berdebar-debar, tapi ia masih sibuk menyiapkan makan pagi di meja makan bersama pembantu. Ia merasa tak tahan untuk buang air kecil saat itu. Aruna menoleh pada pembantu, lalu berkata, "Bik, aku ke kamar mandi dulu, ya. Nanti kalau baby Al nangis, tolong ajak dulu. Soalnya Mas Zain belum pulang.""Baik, Mbak." Pembantu yang tadinya mencuci piring itu pun langsung membalas. Saat masuk ke kamar mandi, Aruna menunaikan hajatnya. Kandungan yang sudah membesar membuatnya sering buang air kecil. Namun, saat ia membuka celana, ia melihat bercak flek seperti saat ia hendak melahirkan baby Al saat itu. Aruna mendelik. Ia sudah yakin, hari itu juga ia bakal melahirkan. Dalam hatinya berdesir rasa khawatir. Setelah selesai, lalu mengganti celana yang baru, dan mencuci tangan, Aruna langsung keluar. "Bik," teriaknya. "Bik, tolong!" Pembantu tadi langsung tergopoh-gopoh menghampir

  • Kejutan Anniversary    Bab 110

    "Mas, aku kok khawatir ya, sama baby Al." Aruna menyentuh lengan suaminya. "Wajar begitu, Sayang. Namanya juga ibunya. Nanti setelah sampai bandara, kita video call." Zain menjawab dengan santai. Mereka saat ini berada di atas awan, di dalam pesawat yang menuju ke sebuah kota sejuk di mana orang-orang menyebutnya kota apel. Begitu pesawat landing, mereka Oun segera melangkah keluar. Menuju hotel untuk menginap. Dua koper besar masuk ke dalam taksi, mereka langsung menuju ke tempat wisata itu sekaligus menikmati waktu bulan madu yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Sampai di hotel, Aruna menghela napas panjang. Ia langsung membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Sementara Zain yang baru masuk, langsung menahan senyuman. Seisi ruang kepalanya mulai berkenalan, Zain tertawa. Pintu kamar hotel ia tutup. Pria itu melepas sepatu, lalu jaket hitamnya. Kemudian ia ikut merebahkan diri di sana. Memeluk tubuh Aruna dengan erat dan rasa bahagia. "Mas," panggil Aruna. "Hem. Kamu capek

  • Kejutan Anniversary    Bab 109

    "Besok Mas bicara sama dia. Kalau kamu yakin, Mas akan bertindak tegas." Aruna mengangguk. Ia segera memeluk suaminya lagi. Lalu malam berlalu begitu cepat. Paginya, Aruna mendadak malas bangun. Ia sengaja tiduran di atas ranjang sejak setelah Subuh. Tentunya bersama baby Al yang sudah bangun lebih awal. Bayi kecil itu kini mulai bersuara riang. Entah apa yang ingin ia ucapkan, yang jelas ia sangat lucu. "Sayang, kamu enggak bangun?" Zain baru saja masuk ke kamar. Ia baru saja keluar untuk mengambil air minum. "Males. Lagi pengen tidur-tiduran. Perutku mual lagi, Mas."Zain mendekat. Ia kembali mengusap kepala yang ditumbuhi rambut lebat itu. Lalu mencium kening Aruna yang wangi. "Kangen lagi? Barusan mandi," sindir Zain sambil meringis. "Iya, males mandi juga. Masa belum ada sejam udah mandi lagi. Rajin banget.""Maklumin dong, Yang. Kan namanya juga pengantin baru. Enggak ada istilah liburnya." Kali ini pria itu tertawa lepas. "Hem. Dasar laki-laki. Ke sana terus pikirannya."

  • Kejutan Anniversary    Bab 108

    Aruna segera mengetik pesan untuk suaminya saat di kamar. "Baru juga hidup tenang, ada aja yang ganggu. Iseng banget," gumamnya sendiri. ["Mas, aku takut."]["Takut kenapa?"]["Ada yang melempar boneka serem ke halaman setelah Mas berangkat tadi."]["Hah. Serius?"]["Iya lah, masa aku bohong. Enggak lucu juga. Lagian tadi pas Mas berangkat ada mobil berhenti di depan rumah."]["Mobil tetangga kali. Itu palingan yang ngelempar orang gila. Suka ada orang gila masuk komplek kali satpam depan ngantuk."]["Mas aneh banget, sih. Orang ini pagi-pagi. Mana mungkin satpam ngantuk? Kan gantian yang jaga semalam sama pagi ini."]["Ya udah, pokoknya hati-hati aja kalo di rumah. Jangan keluar kalo gitu. Mama udah dikasih tau?"]["Enggak. Aku enggak enakan ngasih taunya."]["Ya biar hati-hati juga. Ya udah, aku ada pasien lagi, Sayang. Kamu nikmati hari di rumah, ya! Mau dibawakan apa nanti kalo pulang?"]["Apa aja deh, Mas. Yang penting Mas pulang dengan selamat."]["Ciee, so sweet banget. Kayak

  • Kejutan Anniversary    Bab 107

    "Sayang, jangan marah dong. Aku enggak kayak gitu. Please!" Zain memohon dengan kaki berjongkok di depan istrinya. "Mas jahat. Nuduh aku sama mama kayak orang-orang di cerita itu, kan? Aku emang bukan anak mama. Aku emang bukan menantu yang baik bahkan bukan dari keluarga kaya. Tapi aku sama mama tetap baik-baik aja." Sambil mengusap wajah, Aruna melengos. "Iya, aku minta maaf. Aku udah buat kamu salah paham. Maafin, ya.""Apa aku pergi aja? Enggak tinggal di sini lagi. Biar Mas enggak menduga-duga kalo aku sama mama lagi enggak enakan.""Kenapa buntutnya jadi panjang gini, sih? Aku enggak ada maksud bilang begitu, Sayang." Zain tampak stres membujuk Aruna yang tak kunjung paham. Pria itu menggaruk kepalanya sendiri. "Aku capek lah, Run. Kamu enggak mau ngalah. Aku udah ngalah, udah ngejelasin panjang lebar, juga udah segalanya. Bujuk kamu gimana pun, tetap saja kamu begitu. Terserah lah." Zain merebahkan diri di atas ranjang dengan kedua tangan di belakang kepala. Ia langsung meme

  • Kejutan Anniversary    106

    Dua bulan sudah mereka menjalin hubungan suami istri. Kehidupan mereka terlihat baik-baik saja. Sampai tiba saat Zain baru bangun tidur siang di hari liburnya, ia melihat ke samping. Ada Aruna yang berselimut sampai kepalanya. Baby Al yang menangis di dalam keranjang tidur pun tak dihiraukan. Zain bergegas bangkit lalu meraih putra sambungnya itu lalu mengajaknya keluar dari kamar. Zain meminta pembantu mengajak putranya itu, lalu ia kembali ke kamar karena curiga. Pikirannya tertuju pada sang istri yang sejak tadi tak merespon apa pun. "Yang, kamu enggak apa-apa?" Pria itu menatap istrinya setelah duduk di tepi ranjang. "Yang," panggilnya lagi. "Kamu enggak apa-apa?" Disentuhnya kening sang istri, ternyata dan ia terkejut saat merasakan kening Aruna terasa panas. "Yang, kamu demam?" Zain langsung membuka selimut tebal itu, lalu menyentuh tubuh istrinya juga. "Ya Allah, kamu sakit?" Ia pun kembali menyelimuti tubuh Aruna lagi. Karena tak menjawab, Zain makin panik. Aruna seperti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status