Share

Bab 2

last update Last Updated: 2023-11-30 17:53:04

"Mas," panggil Diandra lagi. 

Dani yang berjalan lebih dulu karena ingin segera istirahat pun langsung menoleh ke belakang. "Iya, Sayang?" Kedua alis Dani sampai terangkat. 

"Mas Dani mau kasih hadiah ke mama Eni juga?" Diandra bertanya lagi karena penasaran. 

"Enggak."

"Atau sama ibu?" 

Kening pria tampan itu berkerut. "Enggak, Sayang. Memangnya kenapa? Bukannya kita sudah kasih hadiah sama ibu Minggu lalu?"

Diandra mengingatnya. Benar, mereka memang memberikan hadiah pada Halimah. Sebuah mesin jahit karena Halimah memang suka menjahit. 

Diandra tak bisa tenang. Pikirannya terus menerka-nerka untuk siapa benda di dalam kotak merah itu. Sampai akhirnya, lamunannya itu terurai karena sentuhan lembut dari suaminya. Dani mengusap wajah Diandra lalu mengajaknya ke kamar. 

"Mas, biarkan aku ambilkan baju ganti untukmu." Diandra menutup pintu kamar lalu berjalan menuju lemari. 

"Iya, Sayang. Makasih ya. Kamu memang yang terbaik. Baru juga aku mau mengambil baju." 

"Aku tau kamu capek, Mas." Diandra tersenyum lalu menarik satu stel piyama biru milik Dani. 

Malam itu mereka tidur seperti biasanya. Dani memeluknya setelah mematikan lampu tidur dan hanya menyisakan remang-remang sorot lampu yang menembus korden putih pada jendela. 

Ada yang lain di malam itu, Diandra masih terus terjaga hingga dini hari. Wanita muda beranak satu itu lagi-lagi teringat kotak merah dan ucapan Mega kala itu. 

"Aku harus mencari tahu sendiri. Hidupku tidak akan tenang kalau tak ada titik terang." 

Sampai terdengar suara azan Subuh, Diandra langsung bangun. Tubuhnya terasa meriang tiba-tiba. Ia bergegas membangunkan Dani dan mereka menunaikan ibadah salat Subuh di rumah. 

"Sayang, Mas mau tidur lagi. Badan rasanya capek banget." Belum sempat melepas baju putih yang ia kenakan untuk salat tadi, Dani langsung naik ke atas tempat tidur lagi. 

"Iya, Mas. Mas Dani tidur aja," balas Diandra. Ia tak mendapat balasan lagi dari pria itu. 

Untuk menjawab semua rasa penasaran itu lagi, Diandra langsung mencari ponsel suaminya. Ia membuka koper sekalian memisahkan pakaian kotor Dani kemarin. Namun, setelah semua pakaian ia bongkar, tak satu pun ia mendapatkan pakaian yang biasanya terbungkus plastik, terpisah dari pakaian bersih. 

Dada wanita itu terasa bergemuruh ketika tak menamukan ponsel Dani juga. Bahkan kotak merah yang jelas-jelas kemarin ia lihat pun tak ada lagi di dalam koper itu. Semua pakaian Dani tercecer di lantai. Namun, Dia segera membereskannya lagi. 

Wanita dengan rambut panjang itu meraih ponselnya sendiri lalu dengan cepat menekan nomor kontak suaminya. Tak ada bunyi atau pun getaran dari ponsel Dani. Kali ini Diandra benar-benar curiga. Di mana Dani menyembunyikan ponselnya.

Perlahan Dia mendekati Dani. Tangannya merambat di bawah bantal tempat kepala suaminya diletakkan. Sebuah benda pipih akhirnya ia rasakan. Dia buru-buru membukanya. Ketika ia menekan sandi pada ponsel itu, Dia langsung pergi ke aplikasi hijau tempat semua pesan berkumpul. 

Sayang, Dia tak menemukan apa pun di sana. Tak ada pesan mau pun panggilan pada nomor mencurigakan. Bahkan semua kontak yang Dani simpan pun, Dia mengenalnya. Tak ada nama perempuan yang tak ia kenal di sana. 

Diandra akhirnya mengembalikan ponsel itu pada tempatnya. Lalu ia keluar kamar dengan tangan hampa. Hatinya masih belum bisa tenang selama apa yang menjadi teka-teki belum terselesaikan. 

Demi mengalihkan rasa khawatir dan penasaran itu, Dia menyibukkan diri dengan memasak di dapur. Ia juga membangunkan putrinya dan memandikan. 

"Ma, papa sudah pulang?" tanya gadis kecil itu. 

"Sudah, Sayang. Aqila mau ke papa?" Diandra mengusap rambut anaknya yang baru saja ia sisir. 

"Iya, Ma. Aqila kangen sama papa."

"Tapi janji ya, Aqila jangan minta yang aneh-aneh. Papa masih capek, baru pulang semalam."

"Aqila janji, Ma."

Dia tersenyum melihat putrinya yang begitu menurut. Mereka berdua pun lantas keluar dari kamar menuju Dani yang masih terlelap. 

Bagitu gadis kecil itu melihat papanya masih tertidur di atas ranjang, ia langsung memeluk. Seolah begitu lama tak berjumpa. Putri cantik yang usianya lima tahun kurang satu pekan itu tersenyum bahagia. 

Dani terbangun ketika ia merasakan aroma minyak kayu putih yang sering putrinya pakai selepas mandi. Pria itu membalas pelukan dan kecupan pada kedua pipi Aqila. 

"Aqila sudah bangun?" tanya Dani serta menarik putrinya ke dalam pangkuan. 

"Udah, Papa. Papa, nanti ulang taun Aqila, Aqila mau undang teman-teman Aqila. Kita rayakan di rumah ya, Pa." Gadis kecil itu mengiba. 

"Iya, Sayang. Kita akan rayakan ulang tahun kamu dengan mengundang semua teman-teman kamu. Juga akan ada kue ulang tahun yang besar bertuliskan nama kamu."

"Makasih, Papa." 

Dani memeluk putrinya lagi. Lelaki itu berjanji, apa pun yang putrinya inginkan pekan depan akan ia kabulkan. Keluarga itu seperti kembali utuh dengan kebahagiaannya. 

***

Satu pekan berlalu, Diandra tak menemukan bukti apa pun sampai saat ini kalau Dani ada main di belakang. Wanita itu sudah melupakan apa yang pernah ia temukan. 

Malam ini, Dani yang tampan terlihat memakai jas hitam dan istrinya dengan gamis biru tua menggandeng putri kecil mereka di tengah ruangan rumah mewah itu. Terlihat sudah banyak anak-anak kecil yang merupakan teman-teman putrinya, datang dengan kado bersama orang tuanya. 

"Selamat ulang tahun ya, Sayang. Papa sama Mama berharap kamu jadi anak yang Sholihah," ucap Dani pada putrinya. 

"Makasih, Papa." Gadis kecil itu mencium pipi kedua orang tuanya.

Suasana terlihat meriah, tetapi tak lama kemudian terasa getaran pada ponsel dalam sakunya. Ia segera menyentuh pundak istrinya lalu berkata, "Sayang, Mas angkat telpon dulu. Kalian lanjutkan dulu, ya!"

"Iya, Mas." Setelah menjawab perkataan Dani, tatapan Diandra terus mengikuti setiap langkah suaminya. 

Dani pergi ke arah kamar mereka. Namun, setelah masuk ke dalam, perhatian Dia teralihkan pada acara tersebut. Pada orang tua teman putrinya yang mengajak ngobrol. 

Sampai di penghujung acara, Dani tak kembali. Entah apa saja yang pria itu lakukan di kamar. Perasaan Dia kembali tak enak. Meskipun tak banyak, tamu undangan pun sudah mulai berpamitan. Aqila, putri mereka pun sudah mulai mengantuk dan mengajak ke kamar. 

"Aqila sayang. Aqila pergi ke kamar duluan ya. Mama mau memanggil papa dulu."

"Iya, Ma." Gadis kecil itu langsung berjalan ke kamarnya. 

Dia menegakkan punggung, lalu berjalan dengan tangan dingin menuju kamarnya. Begitu pintu dibuka, Dani terlihat sibuk menata kopernya. Dia sangat terkejut melihat suaminya kembali mengemas pakaian. 

"Mas, kamu mau ke mana?" 

"Maaf, Sayang. Ada urusan mendadak sekali. Mas harus ke Bandung lagi," balas Dani sambil menarik resleting koper. 

"Apa? Berangkat lagi? Bukannya Mas ke sana setiap Sabtu Minggu? Ini baru hari Rabu, Mas."

"Iya, Sayang. Tapi ... ini sudah tidak bisa ditunda lagi. Mas berangkat, ya. Kamu jaga Aqila di rumah. Nanti Mas pulang secepatnya."

Setelah mencium kening istrinya yang terpaku tak bisa menjawab perkataannya, Dani langsung keluar dari kamar beserta koper yang ia tarik. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aqilanurazizah
lanjut ah. Seru soalnya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kejutan Anniversary    Bab 111

    Sembilan bulan sudah mereka menanti, akhirnya pagi itu, Aruna merasa tak enak perasaan. Tiba-tiba merasa jantung berdebar-debar, tapi ia masih sibuk menyiapkan makan pagi di meja makan bersama pembantu. Ia merasa tak tahan untuk buang air kecil saat itu. Aruna menoleh pada pembantu, lalu berkata, "Bik, aku ke kamar mandi dulu, ya. Nanti kalau baby Al nangis, tolong ajak dulu. Soalnya Mas Zain belum pulang.""Baik, Mbak." Pembantu yang tadinya mencuci piring itu pun langsung membalas. Saat masuk ke kamar mandi, Aruna menunaikan hajatnya. Kandungan yang sudah membesar membuatnya sering buang air kecil. Namun, saat ia membuka celana, ia melihat bercak flek seperti saat ia hendak melahirkan baby Al saat itu. Aruna mendelik. Ia sudah yakin, hari itu juga ia bakal melahirkan. Dalam hatinya berdesir rasa khawatir. Setelah selesai, lalu mengganti celana yang baru, dan mencuci tangan, Aruna langsung keluar. "Bik," teriaknya. "Bik, tolong!" Pembantu tadi langsung tergopoh-gopoh menghampir

  • Kejutan Anniversary    Bab 110

    "Mas, aku kok khawatir ya, sama baby Al." Aruna menyentuh lengan suaminya. "Wajar begitu, Sayang. Namanya juga ibunya. Nanti setelah sampai bandara, kita video call." Zain menjawab dengan santai. Mereka saat ini berada di atas awan, di dalam pesawat yang menuju ke sebuah kota sejuk di mana orang-orang menyebutnya kota apel. Begitu pesawat landing, mereka Oun segera melangkah keluar. Menuju hotel untuk menginap. Dua koper besar masuk ke dalam taksi, mereka langsung menuju ke tempat wisata itu sekaligus menikmati waktu bulan madu yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Sampai di hotel, Aruna menghela napas panjang. Ia langsung membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Sementara Zain yang baru masuk, langsung menahan senyuman. Seisi ruang kepalanya mulai berkenalan, Zain tertawa. Pintu kamar hotel ia tutup. Pria itu melepas sepatu, lalu jaket hitamnya. Kemudian ia ikut merebahkan diri di sana. Memeluk tubuh Aruna dengan erat dan rasa bahagia. "Mas," panggil Aruna. "Hem. Kamu capek

  • Kejutan Anniversary    Bab 109

    "Besok Mas bicara sama dia. Kalau kamu yakin, Mas akan bertindak tegas." Aruna mengangguk. Ia segera memeluk suaminya lagi. Lalu malam berlalu begitu cepat. Paginya, Aruna mendadak malas bangun. Ia sengaja tiduran di atas ranjang sejak setelah Subuh. Tentunya bersama baby Al yang sudah bangun lebih awal. Bayi kecil itu kini mulai bersuara riang. Entah apa yang ingin ia ucapkan, yang jelas ia sangat lucu. "Sayang, kamu enggak bangun?" Zain baru saja masuk ke kamar. Ia baru saja keluar untuk mengambil air minum. "Males. Lagi pengen tidur-tiduran. Perutku mual lagi, Mas."Zain mendekat. Ia kembali mengusap kepala yang ditumbuhi rambut lebat itu. Lalu mencium kening Aruna yang wangi. "Kangen lagi? Barusan mandi," sindir Zain sambil meringis. "Iya, males mandi juga. Masa belum ada sejam udah mandi lagi. Rajin banget.""Maklumin dong, Yang. Kan namanya juga pengantin baru. Enggak ada istilah liburnya." Kali ini pria itu tertawa lepas. "Hem. Dasar laki-laki. Ke sana terus pikirannya."

  • Kejutan Anniversary    Bab 108

    Aruna segera mengetik pesan untuk suaminya saat di kamar. "Baru juga hidup tenang, ada aja yang ganggu. Iseng banget," gumamnya sendiri. ["Mas, aku takut."]["Takut kenapa?"]["Ada yang melempar boneka serem ke halaman setelah Mas berangkat tadi."]["Hah. Serius?"]["Iya lah, masa aku bohong. Enggak lucu juga. Lagian tadi pas Mas berangkat ada mobil berhenti di depan rumah."]["Mobil tetangga kali. Itu palingan yang ngelempar orang gila. Suka ada orang gila masuk komplek kali satpam depan ngantuk."]["Mas aneh banget, sih. Orang ini pagi-pagi. Mana mungkin satpam ngantuk? Kan gantian yang jaga semalam sama pagi ini."]["Ya udah, pokoknya hati-hati aja kalo di rumah. Jangan keluar kalo gitu. Mama udah dikasih tau?"]["Enggak. Aku enggak enakan ngasih taunya."]["Ya biar hati-hati juga. Ya udah, aku ada pasien lagi, Sayang. Kamu nikmati hari di rumah, ya! Mau dibawakan apa nanti kalo pulang?"]["Apa aja deh, Mas. Yang penting Mas pulang dengan selamat."]["Ciee, so sweet banget. Kayak

  • Kejutan Anniversary    Bab 107

    "Sayang, jangan marah dong. Aku enggak kayak gitu. Please!" Zain memohon dengan kaki berjongkok di depan istrinya. "Mas jahat. Nuduh aku sama mama kayak orang-orang di cerita itu, kan? Aku emang bukan anak mama. Aku emang bukan menantu yang baik bahkan bukan dari keluarga kaya. Tapi aku sama mama tetap baik-baik aja." Sambil mengusap wajah, Aruna melengos. "Iya, aku minta maaf. Aku udah buat kamu salah paham. Maafin, ya.""Apa aku pergi aja? Enggak tinggal di sini lagi. Biar Mas enggak menduga-duga kalo aku sama mama lagi enggak enakan.""Kenapa buntutnya jadi panjang gini, sih? Aku enggak ada maksud bilang begitu, Sayang." Zain tampak stres membujuk Aruna yang tak kunjung paham. Pria itu menggaruk kepalanya sendiri. "Aku capek lah, Run. Kamu enggak mau ngalah. Aku udah ngalah, udah ngejelasin panjang lebar, juga udah segalanya. Bujuk kamu gimana pun, tetap saja kamu begitu. Terserah lah." Zain merebahkan diri di atas ranjang dengan kedua tangan di belakang kepala. Ia langsung meme

  • Kejutan Anniversary    106

    Dua bulan sudah mereka menjalin hubungan suami istri. Kehidupan mereka terlihat baik-baik saja. Sampai tiba saat Zain baru bangun tidur siang di hari liburnya, ia melihat ke samping. Ada Aruna yang berselimut sampai kepalanya. Baby Al yang menangis di dalam keranjang tidur pun tak dihiraukan. Zain bergegas bangkit lalu meraih putra sambungnya itu lalu mengajaknya keluar dari kamar. Zain meminta pembantu mengajak putranya itu, lalu ia kembali ke kamar karena curiga. Pikirannya tertuju pada sang istri yang sejak tadi tak merespon apa pun. "Yang, kamu enggak apa-apa?" Pria itu menatap istrinya setelah duduk di tepi ranjang. "Yang," panggilnya lagi. "Kamu enggak apa-apa?" Disentuhnya kening sang istri, ternyata dan ia terkejut saat merasakan kening Aruna terasa panas. "Yang, kamu demam?" Zain langsung membuka selimut tebal itu, lalu menyentuh tubuh istrinya juga. "Ya Allah, kamu sakit?" Ia pun kembali menyelimuti tubuh Aruna lagi. Karena tak menjawab, Zain makin panik. Aruna seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status