Share

Bab 2

"Mas," panggil Diandra lagi. 

Dani yang berjalan lebih dulu karena ingin segera istirahat pun langsung menoleh ke belakang. "Iya, Sayang?" Kedua alis Dani sampai terangkat. 

"Mas Dani mau kasih hadiah ke mama Eni juga?" Diandra bertanya lagi karena penasaran. 

"Enggak."

"Atau sama ibu?" 

Kening pria tampan itu berkerut. "Enggak, Sayang. Memangnya kenapa? Bukannya kita sudah kasih hadiah sama ibu Minggu lalu?"

Diandra mengingatnya. Benar, mereka memang memberikan hadiah pada Halimah. Sebuah mesin jahit karena Halimah memang suka menjahit. 

Diandra tak bisa tenang. Pikirannya terus menerka-nerka untuk siapa benda di dalam kotak merah itu. Sampai akhirnya, lamunannya itu terurai karena sentuhan lembut dari suaminya. Dani mengusap wajah Diandra lalu mengajaknya ke kamar. 

"Mas, biarkan aku ambilkan baju ganti untukmu." Diandra menutup pintu kamar lalu berjalan menuju lemari. 

"Iya, Sayang. Makasih ya. Kamu memang yang terbaik. Baru juga aku mau mengambil baju." 

"Aku tau kamu capek, Mas." Diandra tersenyum lalu menarik satu stel piyama biru milik Dani. 

Malam itu mereka tidur seperti biasanya. Dani memeluknya setelah mematikan lampu tidur dan hanya menyisakan remang-remang sorot lampu yang menembus korden putih pada jendela. 

Ada yang lain di malam itu, Diandra masih terus terjaga hingga dini hari. Wanita muda beranak satu itu lagi-lagi teringat kotak merah dan ucapan Mega kala itu. 

"Aku harus mencari tahu sendiri. Hidupku tidak akan tenang kalau tak ada titik terang." 

Sampai terdengar suara azan Subuh, Diandra langsung bangun. Tubuhnya terasa meriang tiba-tiba. Ia bergegas membangunkan Dani dan mereka menunaikan ibadah salat Subuh di rumah. 

"Sayang, Mas mau tidur lagi. Badan rasanya capek banget." Belum sempat melepas baju putih yang ia kenakan untuk salat tadi, Dani langsung naik ke atas tempat tidur lagi. 

"Iya, Mas. Mas Dani tidur aja," balas Diandra. Ia tak mendapat balasan lagi dari pria itu. 

Untuk menjawab semua rasa penasaran itu lagi, Diandra langsung mencari ponsel suaminya. Ia membuka koper sekalian memisahkan pakaian kotor Dani kemarin. Namun, setelah semua pakaian ia bongkar, tak satu pun ia mendapatkan pakaian yang biasanya terbungkus plastik, terpisah dari pakaian bersih. 

Dada wanita itu terasa bergemuruh ketika tak menamukan ponsel Dani juga. Bahkan kotak merah yang jelas-jelas kemarin ia lihat pun tak ada lagi di dalam koper itu. Semua pakaian Dani tercecer di lantai. Namun, Dia segera membereskannya lagi. 

Wanita dengan rambut panjang itu meraih ponselnya sendiri lalu dengan cepat menekan nomor kontak suaminya. Tak ada bunyi atau pun getaran dari ponsel Dani. Kali ini Diandra benar-benar curiga. Di mana Dani menyembunyikan ponselnya.

Perlahan Dia mendekati Dani. Tangannya merambat di bawah bantal tempat kepala suaminya diletakkan. Sebuah benda pipih akhirnya ia rasakan. Dia buru-buru membukanya. Ketika ia menekan sandi pada ponsel itu, Dia langsung pergi ke aplikasi hijau tempat semua pesan berkumpul. 

Sayang, Dia tak menemukan apa pun di sana. Tak ada pesan mau pun panggilan pada nomor mencurigakan. Bahkan semua kontak yang Dani simpan pun, Dia mengenalnya. Tak ada nama perempuan yang tak ia kenal di sana. 

Diandra akhirnya mengembalikan ponsel itu pada tempatnya. Lalu ia keluar kamar dengan tangan hampa. Hatinya masih belum bisa tenang selama apa yang menjadi teka-teki belum terselesaikan. 

Demi mengalihkan rasa khawatir dan penasaran itu, Dia menyibukkan diri dengan memasak di dapur. Ia juga membangunkan putrinya dan memandikan. 

"Ma, papa sudah pulang?" tanya gadis kecil itu. 

"Sudah, Sayang. Aqila mau ke papa?" Diandra mengusap rambut anaknya yang baru saja ia sisir. 

"Iya, Ma. Aqila kangen sama papa."

"Tapi janji ya, Aqila jangan minta yang aneh-aneh. Papa masih capek, baru pulang semalam."

"Aqila janji, Ma."

Dia tersenyum melihat putrinya yang begitu menurut. Mereka berdua pun lantas keluar dari kamar menuju Dani yang masih terlelap. 

Bagitu gadis kecil itu melihat papanya masih tertidur di atas ranjang, ia langsung memeluk. Seolah begitu lama tak berjumpa. Putri cantik yang usianya lima tahun kurang satu pekan itu tersenyum bahagia. 

Dani terbangun ketika ia merasakan aroma minyak kayu putih yang sering putrinya pakai selepas mandi. Pria itu membalas pelukan dan kecupan pada kedua pipi Aqila. 

"Aqila sudah bangun?" tanya Dani serta menarik putrinya ke dalam pangkuan. 

"Udah, Papa. Papa, nanti ulang taun Aqila, Aqila mau undang teman-teman Aqila. Kita rayakan di rumah ya, Pa." Gadis kecil itu mengiba. 

"Iya, Sayang. Kita akan rayakan ulang tahun kamu dengan mengundang semua teman-teman kamu. Juga akan ada kue ulang tahun yang besar bertuliskan nama kamu."

"Makasih, Papa." 

Dani memeluk putrinya lagi. Lelaki itu berjanji, apa pun yang putrinya inginkan pekan depan akan ia kabulkan. Keluarga itu seperti kembali utuh dengan kebahagiaannya. 

***

Satu pekan berlalu, Diandra tak menemukan bukti apa pun sampai saat ini kalau Dani ada main di belakang. Wanita itu sudah melupakan apa yang pernah ia temukan. 

Malam ini, Dani yang tampan terlihat memakai jas hitam dan istrinya dengan gamis biru tua menggandeng putri kecil mereka di tengah ruangan rumah mewah itu. Terlihat sudah banyak anak-anak kecil yang merupakan teman-teman putrinya, datang dengan kado bersama orang tuanya. 

"Selamat ulang tahun ya, Sayang. Papa sama Mama berharap kamu jadi anak yang Sholihah," ucap Dani pada putrinya. 

"Makasih, Papa." Gadis kecil itu mencium pipi kedua orang tuanya.

Suasana terlihat meriah, tetapi tak lama kemudian terasa getaran pada ponsel dalam sakunya. Ia segera menyentuh pundak istrinya lalu berkata, "Sayang, Mas angkat telpon dulu. Kalian lanjutkan dulu, ya!"

"Iya, Mas." Setelah menjawab perkataan Dani, tatapan Diandra terus mengikuti setiap langkah suaminya. 

Dani pergi ke arah kamar mereka. Namun, setelah masuk ke dalam, perhatian Dia teralihkan pada acara tersebut. Pada orang tua teman putrinya yang mengajak ngobrol. 

Sampai di penghujung acara, Dani tak kembali. Entah apa saja yang pria itu lakukan di kamar. Perasaan Dia kembali tak enak. Meskipun tak banyak, tamu undangan pun sudah mulai berpamitan. Aqila, putri mereka pun sudah mulai mengantuk dan mengajak ke kamar. 

"Aqila sayang. Aqila pergi ke kamar duluan ya. Mama mau memanggil papa dulu."

"Iya, Ma." Gadis kecil itu langsung berjalan ke kamarnya. 

Dia menegakkan punggung, lalu berjalan dengan tangan dingin menuju kamarnya. Begitu pintu dibuka, Dani terlihat sibuk menata kopernya. Dia sangat terkejut melihat suaminya kembali mengemas pakaian. 

"Mas, kamu mau ke mana?" 

"Maaf, Sayang. Ada urusan mendadak sekali. Mas harus ke Bandung lagi," balas Dani sambil menarik resleting koper. 

"Apa? Berangkat lagi? Bukannya Mas ke sana setiap Sabtu Minggu? Ini baru hari Rabu, Mas."

"Iya, Sayang. Tapi ... ini sudah tidak bisa ditunda lagi. Mas berangkat, ya. Kamu jaga Aqila di rumah. Nanti Mas pulang secepatnya."

Setelah mencium kening istrinya yang terpaku tak bisa menjawab perkataannya, Dani langsung keluar dari kamar beserta koper yang ia tarik. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aqilanurazizah
lanjut ah. Seru soalnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status