Share

Bab 6 Kesedihan Istri Pertama

Author: Noona Y
last update Last Updated: 2025-04-10 12:21:54

Tak butuh waktu lama bagi Samuel, menghalalkan hubungannya bersama Bella. Sejak pengumuman pertunangan mereka, segala sesuatunya berjalan begitu cepat, seperti tak ingin menunggu.

Arabella Shevanka putri tunggal dari keluarga Wijaya, salah satu konglomerat terkemuka di Indonesia. Keluarga Wijaya dikenal memiliki berbagai bisnis besar di sektor properti, perhotelan, dan industri lainnya. Tidak mengherankan jika ayah Samuel sangat setuju menjadikan Bella sebagai menantu kedua, demi keuntungan perusahaan.

"Adelia! Adel!" suara Devina menggelegar di dalam kediamannya.

Adelia yang sedang berkebun, tersentak dan segera meletakkan alat kebunnya, cepat-cepat ia berlari menuju pintu belakang, melangkah masuk ke dalam rumah sambil tergesa-gesa.

"Apa-apaan kamu ini!?" mata Devina terbelalak, pakaian Adelia kotor penuh noda tanah rambutnya kusut, wajahnya kusam.

Adelia sedikit terkejut, namun ia tetap menjawab dengan tenang, "Seperti yang Mama suruh, saya sudah menanam ratusan bibit bunga mawar, di halaman belakang."

Astaga, lihatlah lantai marmer ku! Dipenuhi tanah yang menjijikan!" Devina berteriak, suaranya memekik. Matanya melotot marah saat melihat tanah yang menempel di lantai, hasil dari langkah kaki Adelia yang baru saja masuk.

"Maafkan saya, Ma... akan segera saya bersihkan sekarang." Adelia panik ketakutan, takut lagi-lagi menerima tamparan dari mertuanya.

Devina mendengus. "Tidak perlu, cepat kamu pergi mandi! Dan segera perbaiki penampilan kamu yang dekil itu! Kita harus menyambut kedatangan Samuel dan istrinya!" perintahnya dengan nada tajam.

Kata-kata itu bagai batu besar yang menghantam jiwa Adelia. Suaminya, Samuel, akan kembali hari ini, setelah berbulan madu bersama istri kedua, Arabella. Adelia tidak bisa membayangkan penghinaan apa lagi yang akan ia terima nanti dari Arabella. Meskipun secara hukum ia masih merupakan istri sah Samuel, namun di rumah ini Adelia hanya dianggap sebagai seorang pembantu yang tidak memiliki hak dan kedudukan.

Sesampainya di kamar, Adelia segera mandi dan berganti pakaian. Sejenak ia memandangi dirinya di cermin, wajahnya semakin tirus dan tampak lelah, kulitnya kusam, matanya sayu, penampilannya jadi lebih buruk dibandingkan dulu.

"Kakak kenapa? Kok kelihatan capek banget?" Amelia masuk, ia baru saja pulang sekolah.

Cepat-cepat Adelia mengusap jejak air mata yang baru saja turun ke pipi, "Kakak baik-baik saja, Amel. Sibuk seperti biasanya," jawab Adelia dengan senyum terpaksa.

Amelia tidak bodoh, ia tahu kakaknya sedang sedih. "Nenek sihir itu suruh kakak kerjakan apalagi!" ucap Amel nada suaranya terdengar marah.

"Pekerjaan biasa kok, bukan pekerjaan berat." Adelia mengelak.

"Sudah kak, cukup!" Amelia meraih telapak tangan kakaknya, ia melihat kulitnya banyak tergores, terasa kasar, kapalan pula.

Adelia cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman sang adik, dan menyembunyikannya dibelakang.

"Apa nenek sihir itu belum puas juga, setelah tega menyuruh kakak membersihkan kolam renang dari sore hingga larut malam!" Amelia berdengus kesal.

"Jangan bicara seperti itu, Amel. Itu sudah jadi tugas kakak yang menumpang hidup di rumah ini,"

"Tapi Kak, lihat tanganmu! Banyak bekas luka, itu pasti sakit, kenapa masih terus saja menuruti mereka?"

"Amel... jangan bicara seperti itu, kamu tidak tahu apa-apa soal pekerjaan kakak di rumah ini, apa yang mereka suruh bukan masalah besar!" tegas Adelia dengan marah.

Membuat Amelia terdiam, adiknya itu tidak mampu lagi menjawab, karena kakaknya sangat keras kepala dalam membela keluarga suaminya yang jahat.

Setelah Samuel menikah lagi, Devina, mertuanya, dan Selly, kakak iparnya, semakin sering menyiksa Adelia dengan berbagai tuntutan tugas yang tak masuk akal. Mereka memberikan banyak tugas yang jauh melampaui kemampuan Adelia, seorang wanita yang berbadan kecil, kurus, dan hanya memiliki tinggi 154 cm.

****

"Samuel! Bella! Akhirnya kalian tiba juga!" seru Devina dengan penuh kegembiraan, lalu memeluk mereka satu per satu dengan hangat.

Jusuf dan Selly pun menyambut kedatangan mereka dengan senyum lebar. Namun, Adelia hanya berdiri di belakang dengan ekspresi datar, layaknya sebuah patung yang terpajang, hanya untuk menyaksikan kebahagiaan orang lain tanpa bisa merasakannya.

Arabella menyadari kehadiran Adelia dan segera menghampirinya. Wanita cantik itu tersenyum ramah dan menggenggam tangan Adelia dengan lembut, seolah-olah ingin menunjukkan bahwa dia tidak memiliki permusuhan dengan Adelia.

"Senang bisa ketemu kamu lagi, semoga kita bisa berteman baik di rumah ini, Adelia." kata arabella, penuh senyum keceriaan.

Adelia membalas senyuman Arabella dengan ragu, meski tatapannya masih penuh curiga. Ada sesuatu dalam sikap Arabella yang terasa tidak sepenuhnya tulus. Adelia merasa seperti ada yang disembunyikan, namun dia berusaha untuk tetap tenang.

"Aku juga berharap bisa berteman baik, denganmu." jawab Adelia, dengan nada datar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kejutan Mencengangkan Dari Suamiku Tercinta   Bab 161 Sama-sama Menjenguk

    "Rania?" panggil Jusuf. Wanita separuh baya itu menoleh, menampilkan wajah yang masih memancarkan aura kecantikan meskipun usia 55 tahun telah menghampiri. Rambutnya yang tersanggul rapi, gaun lengan panjang berwarna biru donker yang membalut tubuh rampingnya memancarkan kesan kelas dan kecanggihan tanpa berlebihan. "Jusuf. Sudah lama," sahutnya dengan suara yang riang dan ramah.Langkah kaki Jusuf menggema pelan di koridor saat ia mendekati Rania. Ia menjabat tangan Rania dengan senyum hangat. "Aku dengar Adelia melahirkan kemarin malam?" tanya Rania sambil melangkah pelan di sisi Jusuf. ia mengenakan kemeja arang gelap, membalut tubuhnya yang masih tegap, ada sisa lelah di matanya, mengingat ia baru saja menempuh perjalanan panjang dari luar kota. "Ya, Samuel bilang prosesnya cukup panjang. Adelia sempat kritis, namun semuanya baik-baik saja. Putra mereka pun sehat," jawab Jusuf dengan nada bangga. "Syukurlah. Aku selalu mendoakan mereka setiap hari," ujar Rania, tersenyum penu

  • Kejutan Mencengangkan Dari Suamiku Tercinta   Bab 160 Berikan Nama

    Pintu kamar VIP terbuka pelan. Seorang suster masuk, mendorong troli inkubator bening beroda yang di dalamnya terbaring seorang bayi mungil—terbungkus selimut lembut, wajahnya tenang, napasnya perlahan.“Bu Adelia…” suara suster lembut. “Ini putra Ibu.”Adelia yang masih berbaring setengah duduk langsung menoleh. Tatapannya tajam, matanya membesar, air mata langsung mengalir tanpa bisa ditahan. Ia menatap bayi itu—kulitnya merah muda, kecil sekali, dengan selang oksigen tipis di hidungnya. “Boleh… aku lihat lebih dekat?” suara Adelia nyaris berbisik, lirih karena lemah, tapi juga penuh dorongan naluri.Suster tersenyum dan mendorong inkubator hingga tepat di sisi tempat tidur Adelia.Adelia mencondongkan tubuh sedikit, sambil menahan nyeri luka operasi. Tapi ia tak peduli. Pandangannya terkunci pada bayinya yang mungil. Samuel berdiri di sisi lain ranjang, meletakkan tangannya di bahu Adelia. ikut menatap ke dalam inkubator. “Dia kuat, sama seperti kamu.”Adelia mengangguk, air mat

  • Kejutan Mencengangkan Dari Suamiku Tercinta   Bab 159 Adelia Merengek

    "Dia selamat. Bayi kita kuat, sama seperti kamu. Lahir dengan berat dua koma tujuh kilo. Napasnya sempat lemah, tapi sekarang sudah stabil. Dokter bilang dia pejuang, sama seperti ibunya.”Air mata mengalir. Ia menutup mulut dengan tangan lemah, terisak pelan. “Aku mau lihat dia…” Samuel mengangguk. “Tentu saja. Begitu kamu sedikit lebih kuat, Suster akan bawa dia ke kamar. Tapi kamu harus pulih dulu ya…”Adelia tersenyum haru. “Dia mirip siapa, Mas?”Samuel tersenyum sumringah. “Wajahnya kecil dan halus… mirip kamu. Tapi bibir dan alisnya… kayaknya dapat dari aku.”Mereka tertawa pelan, penuh rasa syukur. Tak lama pintu ruangan terbuka. Dokter masuk diikuti dua perawat yang membawa alat-alat medis.“Maaf, kami perlu memulai tindakan perawatan intensif. Kami akan bersihkan luka operasi, cek tekanan darah, dan siapkan pemindahan ke ruang rawat VIP," ucap Sang dokter Samuel berdiri, mengangguk. “Silakan, Dok. Saya tunggu di luar.”Sebelum ia melangkah keluar, ia membungkuk sedikit dan

  • Kejutan Mencengangkan Dari Suamiku Tercinta   Bab 158 Antara Hidup dan Mati

    "Aku dimana?" seru Adelia, dalam kegelapan hampa.Gelap. Sunyi. Tubuh Adelia melayang entah ke mana. Tak ada rasa, hanya lelah yang terasa menyesakkan.Lalu…“Bangun, Adel! Kamu harus hidup!”Suara tegas itu menusuk hening. Suara yang tak asing."Arabella."Adelia menoleh ke kanan ke kiri tapi tak melihat siapa-siapa. “Aku di sini…” suara itu kembali terdengar, lembut tapi mendesak.Adelia memejamkan matanya sejenak, mencoba fokus. Di antara kehampaan dan kegelapan yang membungkusnya, suara itu seperti nyala senter di tengah badai. Ia merentangkan tangannya, berjalan perlahan di ruang hampa yang tak berbentuk, tak berujung.“Arabella? Di mana kamu?” serunya pelan.Sekilas, bayangan Arabella muncul. Sosok berpakaian putih berdiri di kejauhan, rambutnya tergerai. “Kamu belum boleh menyerah, Adel,” kata suara itu. “Kamu masih harus berjuang.”Adelia memeluk tubuhnya sendiri. “Tapi aku lelah… sangat lelah…”Lantai hampa di bawahnya retak. Suhu di sekitarnya perlahan mendingin. Angin ent

  • Kejutan Mencengangkan Dari Suamiku Tercinta   Bab 157 Situasi Darurat

    “Pak Samuel, presentasi Anda tadi siang, luar biasa sekali, saya sangat antusias mendengarkan penjelasan Anda,” puji salah satu klien sambil mengangkat gelasnya.Samuel tersenyum sopan. “Terima kasih, Pak Rudy. Mudah-mudahan kolaborasi ini jadi langkah awal yang baik untuk hubungan jangka panjang antara perusahaan kita.”Suara gelas beradu dengan tawa basa-basi, bercampur dengan aroma seafood panggang. Samuel duduk di samping ayahnya, Jusuf. Restoran tepi danau bernuansa kayu di tengah kota Kalimantan,Namun baru saja Samuel hendak menyendok sup asparagus. Ponselnya bergetar tiba-tiba di atas meja. Nama yang tak dikenal muncul di layar. Sekilas, Samuel coba mengabaikan. Tapi getaran itu datang lagi dan lagi.Samuel melirik ayahnya sejenak, lalu berdiri perlahan dengan gerakan pelan. “Maaf, sepertinya ada panggilan darurat yang harus saya terima dulu.”Ia berjalan menjauh dari meja, menuju balkon kecil di dalam restoran.Samuel : Halo?Petugas Medis : Selamat malam dengan pak Samuel?S

  • Kejutan Mencengangkan Dari Suamiku Tercinta   Bab 156 Bertahanlah

    “Mama…”Suara kecil itu terdengar lirih dari ambang pintu.Isabella, dengan mata masih setengah mengantuk, berdiri terpaku melihat ibunya tergeletak di lantai dapur. Matanya membesar saat melihat darah menggenang dan tubuh Adelia yang menggigil sambil memegangi perutnya.“Ica... sayang, tolong Mama...” suara Adelia bergetar, penuh tangis, namun tetap berusaha tenang. “Dengar Mama, ya nak… dengarkan baik-baik…”Isabella mendekat beberapa langkah, tampak kebingungan dan ketakutan. “Mama sakit...?”Adelia menggelengkan kepala, lalu memaksakan senyum meski tubuhnya sedang kesakitan. “Iya, Mama sakit… tapi kamu bisa bantu Mama, sayang. Bisa, ya?”Isabella mengangguk cepat.“Ambilkan tas Mama… di ruang tamu. Cepat, ya? Di dalamnya ada ponsel. Tolong bawain sini, Sayang…” suara Adelia bergetar.Isabella langsung berlari keluar dapur, sambil bergumam. "Tas Mama… tas Mama…” gumamnya panik, menoleh ke kanan dan kiri, lalu mulai memeriksa setiap sudut sofa.Ia menyingkirkan bantal, “Di mana sih…

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status