"Coba ini, Bella sayang."
Arabella membuka mulutnya, "Mmm... Aku suka, ini enak!" Kemudian Arabella membalas, ia memasukkan sepotong sayuran ke dalam mulut Samuel. Mereka berdua tertawa dan berbicara dengan nada yang lembut, seolah-olah tidak ada orang lain di sekitar mereka. Adelia merasa sangat iri ketika melihat Samuel dan Arabella saling suap-suapan saat makan malam. Keromantisan mereka membuat Adelia merasa seperti sebuah bayangan yang tidak diinginkan. "Kalian benar-benar romantis, pasangan yang sangat serasi," ucap Devina dengan nada yang gembira. "Arabella sangat tahu caranya membuat Samuel bahagia. Jarang sekali melihat kak Samuel, bisa tersenyum saat makan malam di rumah, pasti dia sangat bahagia bisa punya istri yang cantik dan berpendidikan tinggi." tambah Selly, sengaja menyinggung Adelia. Selly menatap Adelia penuh tantangan, seolah-olah ingin melihat reaksi Adelia atas kata-katanya yang menusuk. Tapi Adelia pilih menunduk, menyembunyikan wajahnya yang sedih, ia sendiri tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah keadaan ini. Hanya bisa duduk dan menyaksikan keromantisan antara Samuel dan Arabella, sambil merasa semakin tidak berharga. "Kamu harus belajar dari Arabella, Adelia. Dia tahu cara membuat Samuel bahagia." Devina menyinggung, seolah-olah ingin mengingatkan Adelia bahwa dia tidak lagi menjadi prioritas Samuel. "Ekhem!" Jusuf berdehem, memberikan kode, agar istrinya berhenti memojokkan Adelia. Arabella merasakan ketegangan yang mulai merayapi meja makan. Ia melihat Adelia yang tampak menghindar dari pandangannya, ia merasa tidak enak hati. "Menurutmu, bagaimana dengan menu makan malam kali ini?" Arabella coba tersenyum, meskipun terkesan dipaksakan. "Aku rasa daging iga garang asam ini enak sekali, bukan?" Adelia mengangkat wajahnya sedikit, menatap Arabella sejenak, lalu melirik Samuel yang duduk di samping Arabella. Berharap Samuel memuji masakannya malam ini. "Tentu, masakan ini lezat. Tapi kurasa masakanmu akan jauh lebih lezat dari pada masakan Adelia," jawab Samuel dengan nada santai, membuat Adelia tercengang. "Yang benar? Masa kamu sudah memujiku sebelum mencoba masakan ku... Jujur saja daging garang asam ini enak sekali, sepertinya aku harus minta resep dari Adelia." ucap Arabella yang malah memuji masakan Adelia. "Adelia itu tidak pintar masak. Masak telur saja tidak matang," celetuk Selly kembali menyingung masalah yang lalu. Adelia merenggut, komentar Selly terdengar menyakitkan. Dia tahu bahwa dibalik kejadian itu, Selly lah yang menukar telur setengah matang miliknya dengan telur matang untuk Samuel. Akibatnya, Adelia dimarahi habis-habisan oleh Devina. Namun, Adelia tidak ingin memperburuk situasi saat makan malam. Dengan tersenyum tipis, dia melanjutkan makannya, memilih untuk tidak mempermasalahkan komentar Selly. "Demi suamiku, besok pagi aku yang akan masak sarapan besok pagi," seru Bella penuh semangat. "Tentu saja sayang, aku tak sabar mencicipinya," ujar Samuel, sembari mencubit gemas pipi Arabella. Lagi-lagi Adelia melihat keromantisan mereka, hatinya sangat cemburu, perhatian suaminya terus-menerus diberikan hanya kepada Arabella. 'Seandainya kita bisa bertukar posisi,' batin Adelia, ingin sekali dirinya menjadi Arabella. Menjadi wanita yang cantik, muda, dan memiliki perhatian penuh dari Samuel. Menjadi wanita yang membuat Samuel terus tersenyum dan dicintai dengan sepenuh hati. Tapi, Adelia tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah keadaan. Dia hanya bisa menonton dari jauh, dan memendam kesedihan. **** "Kakak belum tidur?" tanya Amelia, melihat kakaknya masih sibuk di ruang laundry. "Sebentar lagi, masih ada yang harus kakak kerjakan." jawab Adelia, sambil memisahkan baju-baju kotor sesuai warnanya. "Ya sudah, Amel tidur duluan ya kak," pamit Amel. Saat sedang memasukkan pakaian ke mesin cuci, Adelia berhenti sejenak, menatap mesin cuci yang sedang berputar. Ia baru ingat kalau belum sempat mengambil pakaian kotor di kamar suaminya. Segeralah, Adelia berjalan menuju kamar tidur suaminya. Setibanya disana, Adelia membuka pintu dan melangkah masuk, lalu melihat tumpukan buku dan kertas berantakan di meja kerja Samuel. Tanpa berpikir panjang, Adelia langsung merapikan meja kerja suaminya dengan teliti. Buku-buku yang berserakan ia susun rapi, kertas-kertas yang terlipat tidak beraturan ia lipat dengan hati-hati, dan pena serta pulpen yang tersebar ia kumpulkan dalam satu wadah. Saat sedang sibuk, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, diikuti dengan suara tawa riang pasangan pengantin baru, Samuel dan Arabella.“Mas… jangan dulu, ya. Arya masih kecil, aku belum siap kalau sampai hamil lagi…” protes Adelia saat Samuel hendak membuka pakaiannya.Samuel terdiam sejenak, menatap istrinya dengan mata penuh harap. Lalu ia tersenyum nakal, menunduk mendekati telinganya. “Tenang saja, sayang. Aku nggak minta anak sekarang. Aku cuma minta… jatah dari istriku.” bisiknya penuh goda.“Mas! Kamu ini ya… kalau ngomong bikin gemas.” Wajah Adelia kian memerah, bukannya menolak, ia hanya takut kebablasan.Samuel tertawa pelan, lalu kembali merengkuh istrinya lebih erat. “Aku janji, satu ronde. Aku cuma mau dekat sama kamu malam ini.”Adelia memutar malas bola matanya sambil menarik selimut menutupi tubuhnya. “Mulutmu manis, Mas… katanya satu ronde. Nyatanya nanti malah sampai pagi. Mas ini nggak ada kapok-kapoknya, selalu begitu…” gumamnya pura-pura sebal.Samuel terkekeh, menarik selimut dari tubuh istrinya, “Kamu selalu jadi candu buat aku. Gimana mau kapok?”Samuel menunduk, menempelkan bibirnya ke leher
“Mama! Papa!” seru Isabella, berlarian mengenakkan piyama kelinci, langsung lompat memeluk Adelia erat-erat.Tak lama kemudian, Arya yang baru berusia satu tahun juga merangkak cepat, di temani baby sitter yang berjalan dibelakangnya."Pap... Ma..." celoteh Arya merengek minta digendong."Hei, jagoan ayah belum tidur." Samuel mengangkat putranya ke dalam pelukan. Begitu tubuh mungil itu merapat, senyum tipis merekah di wajah Samuel."Ma... Lihat ini, tadi aku gambar tokoh kartun kesukaanku," seru Isabella riang, menyodorkan kertas beraroma krayon. Tergambar sosok gadis memakai baju pink bersayap kupu-kupu."Gambar kamu bagus sekali, kami makin pintar sayang, hasil belajar sama Tante Amelia, ya." Adelia pun tersenyum, membelai rambut Isabella dengan lembut."Hehe, iya Ma…” Ica terkekeh kecil, senyumnya merekah menampakkan gigi depannya yang ompong.wajah ceria Arya dan Isabella, seakan mampu menghapus segala rasa lelah dan emosi batin, di hati Samuel dan Adelia.Malam sudah larut. Sete
"Devina!” seru Jusuf terperanjat, berdiri dari kursinya. Wajahnya pucat, matanya membelalak. “Bagaimana bisa… kamu….” Suaranya tercekat, tak sanggup merangkai kata.Devina melangkah masuk dengan senyum sumringah, seolah-olah kedatangannya adalah hal yang wajar.Adelia gemetar hebat, tubuhnya terasa dingin. Ia menggenggam tangan Samuel erat-erat di bawah meja, mencari pegangan. Samuel menoleh padanya, lalu mengangkat pandangannya pada sosok wanita ibunya—tatapannya sinis, penuh kebencian.Namun Satrio langsung berdiri dan menghampiri ibunya, “Ma… selamat datang kembali di rumah.”Devina melangkah, meraih Satrio ke dalam pelukannya. Ia mendekap putra sulungnya erat-erat, seakan tak ingin melepaskan lagi. “Akhirnya… Mama bisa pulang,” ucapnya lirih namun penuh emosi.Selly pun tampak berkaca-kaca, senyum lembut terukir di bibirnya.“Selly, Nak… Ibu sudah pulang….” ucap Devina, mengulurkan tangan, memanggil anak perempuannya.Air mata Selly pecah begitu saja, membasahi pipinya. Rasa rindu
"Sudah lama aku menantikan momen berharga seperti ini,” ucap Jusuf dengan suara lantang. Ia mengangkat gelasnya tinggi, senyum terukir di wajahnya.“Lengkap sudah, seluruh anak-anakku akhirnya berkumpul di satu meja hari ini.” ucapnya lantang. Pandangannya berkeliling ke seluruh anak-anaknya yang kini duduk rapi di meja makan keluarga.“Betul, Pa! Rasanya senang sekali bisa berkumpul lagi seperti ini. Apalagi aku… sekarang nggak cuma hadir berdua sama suamiku, tapi juga dengan calon bayi kami.” Selly yang duduk di samping suaminya ikut menimpali dengan senyum ceria. Tangannya sesekali bergerak mengelus perutnya yang tengah mengandung lima bulan.Samuel mendengus pelan, jelas terlihat ketidaksenangan si wajahnya, beberapa kali menatap kakaknya Satrio dengan pandangan sinis.Ia sungguh tak menyangka, Satrio berani pulang setelah diusir. Hatinya semakin memberontak ketika ayahnya dengan mudah menerima kembali kakaknya itu bekerja di perusahaan, seolah melupakan begitu saja perbuatan terc
Jusuf melangkah menuju pintu depan rumahnya, dan saat membukanya, ia terhenti sejenak. "Aku pulang kembali ke rumahku yang kini sepi," bisikannya pelan, matanya menyapu ruang kosong di depannya. Senyum miris menghiasi bibirnya saat kenangan masa lalu terlintas di benaknya. "Semua anak-anakku tidak tinggal di sini... istriku bahkan sedang mendekam di penjara..." Ia menghela napas panjang, membiarkan kesedihan itu menyergapnya.Saat Jusuf duduk di sofa yang dulu menjadi saksi tawa dan kebersamaan keluarganya, matanya menerawang kosong. Ia membayangkan kembali malam-malam ketika Devina, istrinya, selalu menyambutnya pulang dengan penuh cinta, sementara anak-anak mereka berlarian dengan riang gembira. Kini, keheningan rumahnya terasa begitu menusuk. "Dulu, setiap malam, Devina selalu rajin menyiapkan makan pagi dan malam. Anak-anak berlarian, tertawa riang sambil ngobrol. Dulu rumah ini penuh kehangatan," gumamnya, suara pelan yang dipenuhi kerinduan. Sekarang... semuanya telah berubah
“Nak, kamu mau makan apa hari ini?” tanya Rania pada cucunya.Isabella menatap gambar menu makanan dengan mata berbinar penuh semangat, “Ica mau spaghetti dan banana split!”“Wah, porsi besar nih. Sudah jadi kakak yang bertanggung jawab, ya.” timpal Jusuf, sambil melihat menu juga.Rania senang melihat Isabella mulai tumbuh dengan baik, walaupun tanpa kehadiran ibu kandungnya, putri semata wayang Rania dan mendiang suaminya. “Kalau begitu, saya pesan sup ayam dan nasi tim,” ucapnya sambil menatap pramusaji.Jusuf mengangguk, lalu ikut memesan, “Aku pesan ikan bakar dan tumis sayur brokoli.”Makanan mereka datang, bertiga menikmati hidangan hangat di siang hari, suasana penuh canda dan tawa saat Isabella mulai bercerita dengan semangat.Namun, kehangatan itu sedikit mereda setelah selesai makan, Isabella menguap dan mulai tertidur di pangkuan neneknya.Tentu! Berikut versi yang sudah diperbaiki agar lebih natural dan lembut:Rania melirik Jusuf dengan tatapan penuh perhatian, lalu bert