Share

Bab 3. Menolak

"Becca, ikuti saya!" perintah Yandi tegas.

"Ba - baik," saut Becca terbata, ia sungguh tidak siap menghadapi apa yang terjadi pada dirinya.

Dengan langkah gemetar, Becca memasuki sebuah ruangan yang didesain mewah dan elegan. Jika tidak dalam situasi seperti ini, Becca pasti akan mengagumi ruang kantor Tuan Arga. Tapi untuk saat ini, ruangan ini malah seperti mimpi buruk untuknya.

Becca memberanikan diri mendongakkan kepalanya, memandang orang yang selama ini hanya dapat didengar namanya saja, Arga Armando.

Aura yang terpancar dari wajah dan matanya terasa berkharismatik. Tidak salah jika ia telah menjadi pengusaha sukses di usianya yang masih muda.

Untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti saat mata tajam Tuan Arga menatap lekat mata Becca. Deg ... Jantung Becca berdetak kencang, terbius oleh pandangan mata yang tak dapat ia artikan.

Becca membuang nafasnya panjang, mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Ia memaki dirinya sendiri, tak seharusnya ia merasa tertarik dengan Tuan Arga sementara posisinya saat ini seperti di ujung tanduk.

Yandi berdiri tegap di samping Tuan Arga yang semakin membuat Becca merasa terintimidasi.

"Jadi kamu yang merusakkan kalung milikku?" tanya Tuan Arga tenang namun menakutkan.

"Ya, tapi saya tidak sengaja, Tuan. Saya akan berusaha menggantinya," kata Becca dengan berani menatap wajah Tuan Arga.

"Haha ... Kamu membuat saya tertawa." Tuan Arga tertawa keras. Sementara itu, Yandi terlihat berbisik di telinga Tuan Arga, yang Becca tidak bisa mendengarnya. Becca berdiri tegar, mengumpulkan keberaniannya.

"Kau tahu nilai kalung itu? Mungkin seumur hidup, kau tidak akan bisa membayarnya," kata Tuan Arga masih tersenyum di ujung bibirnya.

"Saya akan bertanggung jawab walaupun harus melunasinya seumur hidup saya." Becca berkata tegas. Bagaimanapun juga ini adalah kesalahannya.

"Hem ... Tapi ada satu cara agar kamu bisa membayarnya dalam satu hari." Tuan Arga berdiri, berjalan mendekati Becca.

"Bagaimana caranya, Tuan?" tanya Becca dengan mata berbinar. Mungkin Tuan Arga memang baik hati, tidak seperti perkiraan banyak orang.

"Kamu menemani saya selama sehari," kata Tuan Arga menatap lurus mata Becca.

"Itu saja? Menemani bagaimana?" tanya Becca bingung.

"Haha ... Kau ini memang masih polos atau ingin menggodaku?" Tuan Arga tertawa terbahak-bahak.

"Tuan Arga, tolong jelaskan maksudnya. Saya benar-benar tidak mengerti," kata Becca memohon, berharap ini adalah jalan keluar baginya.

"Haruskah? Kamu akan menyanggupinya?!" Mata Tuan Arga memicing menatap Becca.

"Saya mohon, Tuan. Saya akan berusaha untuk menyanggupinya," ucap Becca memohon.

"Oke, saya akan jelaskan. Kamu hanya menemani makan siang, lalu menunggu sementara saya bermain golf. Malamnya kita makan malam bersama dan setelah itu kamu menemani saya tidur hingga pagi. Sudah jelas?" Tuan Arga tersenyum senang.

"Ti ... Tidur bersama?!" kata Becca menelan ludahnya.

Tuan Arga kini tertawa terbahak-bahak, seakan Becca adalah seorang badut lucu. Sementara Yandi tetap berdiri di tempatnya, mengamati apa yang terjadi.

Namun Becca merasakan amarah mulai naik ke ubun-ubun kepalanya. Becca sadar jika ia orang tidak mampu, tapi ia tidak sudi jika harga dirinya diinjak-injak seenaknya.

"Tuan Arga, saya sanggup menemani Tuan hingga makan malam. Selebihnya saya tidak bisa," ucap Becca menahan emosinya, berusaha agar suaranya setenang mungkin.

"Haha ... kamu ingin bernegoisasi dengan saya? Kamu ini lucu sekali. Kamu tidak punya apa-apa untuk ditawarkan, saya sudah berbaik hati padamu. Tunangan saya pasti akan mencincangmu jika tahu kalungnya yang indah sudah putus ditanganmu." Tuan Arga tertawa mengejek.

"Maaf Tuan Arga, jika memang begitu, saya menolaknya. Saya masih punya harga diri. Saya akan bekerja lebih keras untuk mengganti kalung berlian itu walaupun harus menghabiskan waktu seumur hidup saya." Becca berkata yakin, ia tidak akan menyesalinya.

"Kamu yakin menolak tawaran saya? Saya ini sudah berbaik hati padamu lho," ucap Tuan Arga terdengar mengejek di telinga Becca.

Becca semakin merasakan darahnya mendidih. Ia ingin memukul Tuan Arga yang berdiri sombong di depannya, seakan Tuan Arga membantu dan berbuat baik padanya.

Berbuat baik dengan tidur dengannya? Apa dia sudah gila jika menerimanya?

"Sekali lagi saya sangat berterima kasih untuk kebaikan hati Tuan Arga. Tapi saya tidak sanggup melakukannya. Saya akan membayarnya walaupun harus mencicilnya seumur hidup saya," kata Becca tegas.

Becca berbalik dari hadapan Tuan Arga. Dengan kepala tegak ia berjalan keluar kantor. Dadanya terasa sesak menahan marah. Ia selalu tidak bisa menahan diri jika ada yang menginjak harga dirinya.

Tuan Arga dan Yandi memandangi kepergian Becca dengan bingung. Selama ini belum ada yang berani meninggalkan Tuan Arga tanpa ijin.

"Tuan , apa perlu saya memanggil kembali gadis itu?" tanya Yandi pada Tuan Arga.

"Tidak perlu, biarkan saja. Gadis itu cukup berani menentangku. Sepertinya menarik jika aku bermain-main sebentar dengannya," kata Tuan Arga dengan senyum di sudut bibirnya yang nyaris tak terlihat.

Sebenarnya dalam hati, Tuan Arga merasa ada perasaan aneh karena selama ini belum ada seorang gadis pun yang berani menolak keinginannya. Tapi di hadapan gadis yang terlihat lugu, kenapa ia ditolak mentah-mentah seperti ini?

Tuan Arga berjalan ke jendela besar di samping meja kerjanya. Hari sudah mulai sore, matahari sudah tidak terasa menyengat di kulit. Tuan Arga mengamati pemandangan di bawahnya, namun ia sendiri tidak tahu apa yang dicarinya.

Dahi Yandi mengernyit, heran melihat Tuan Arga yang tidak seperti biasanya. Tuan Arga bukanlah orang yang pemaaf dan sabar seperti yang ditunjukkannya saat ini. Apalagi penampilan gadis itu bukanlah tipe kesukaan Tuan Arga. Dengan bingung, Yandi kembali bertanya," Apa yang hendak Tuan Arga lakukan padanya?"

"Hem ... Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia gadis yang pemberani. Kau lihat tadi? Lututnya gemetar tapi matanya tajam menatapku, seperti mengingatkanku pada seseorang."

Yandi terdiam mencerna apa yang dikatakan Tuan Arga.

"Yan, siapa nama gadis tadi?" tanya Tuan Arga yang masih mengamati pemandangan luar.

"Rebecca, Tuan. Tapi biasanya dia dipanggil 'Becca' saja. Baru 3 bulan ini dia bekerja di Jewelry Gallery. Apa perlu saya menyelidiki latar belakangnya?" tanya Yandi.

"Oke, kamu selidiki saja dia. Tapi aku yakin tidak akan ada hal istimewa. Aku malah curiga dia tidak sepolos yang ditampilkannya tadi. Apa kamu punya pendapat yang sama?"

"Maaf Tuan, tapi saya tidak yakin. Mengetahui jalan pikiran wanita itu suatu kesulitàn buat saya, Tuan," kata Yandi bingung. Ia sendiri belum pernah memiliki pacar, apalagi istri.

"Ah kamu ini. Cari pacar sana lah, Yan."

"Baik, Tuan." Yandi hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan Tuan Arga daripada nanti malah Tuan Arga mencarikannya jodoh. Itu malah akan membuat dirinya dalam bencana.

"Apakah Tuan Arga akan menemui Becca?" tanya Yandi lagi.

"Sepertinya akan menarik, gadis itu lumayan manis tapi bukan tipeku. Hem ... aku sudah tidak sabar melihat matanya yang indah jika marah seperti tadi. Yandi, pastikan gadis itu berangkat ke galeri besok pagi. Aku akan memberi sedikit kejutan untuknya. Haha .... " Tawa Tuan Arga terdengar senang. Yandi hanya mengernyit heran. Tapi ia harus melaksanakan apapun perintah Tuannya.

"Baik, Tuan," kata Yandi, ia akan memastikan Tuan Arga bertemu Becca besok.

-

-

-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status