Share

Bab 6. TAKTIK GLADYS

     Tak seperti sebelum-sebelumnya, hari ini Gladys tampak begitu segar. Dia baru saja selesai mandi. Dia memilih mengenakan gaun dengan warna kesukaan Alfa. Gadis itu telah memutuskan untuk mengikuti nasehat Bi Sani. Dia akan berusaha untuk kembali melunakkan hati kekasihnya. Tentu agar dia bisa bebas dari sangkar emas kekasihnya. Selain itu, dia ingin agar Alfa kembali mengijinkannya untuk mengabdikan ilmunya untuk menolong banyak orang.

     Sudah dua hari Alfa tidak datang ke mansion. Tepatnya sejak hari dimana dia mencoba untuk kabur. Bi Sani juga tidak berani membiarkannya keluar kamar karena selama dua hari itu dia tidak bisa dihubungi.

     Gadis itu sedang berada di balkon kamar yang ditempatinya sambil menikmati udara pagi ketika tiba-tiba dia merasakan tangan kekar melingkari pinggang hingga perutnya.

     “Pagi sayang,” bisik suara yang dikenalnya. Meski separuh hatinya telah beku karena ulah kekasihnya, tak bisa dia punngkiri, tubuhnya tetap meremang saat mendengar bisikan dari sang kekasih. Gadis itu memutar tubuhnya, hingga kini dia berhadapan dengan kekasihnya itu. Dia berusaha mengulas senyum terbaiknya.

     “Pagi,” jawabnya selembut mungkin. Kemudian gadis itu berjinjit untuk mengecup pipi kekasihnya. Membuat Alfa sedikit terkejut.

     “Maafkan aku, Sayang. Aku terlalu marah saat melihat foto-foto itu, hingga aku mengambil keputusan yang bodoh,” lirih gadis itu sambil menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya.

     “Aku senang, akhirnya kamu meyadarinya. Nanti siang, kita fitting baju ya. Waktunya tinggal emapat hari lagi. Semua sudah aku persiapkan, tinggal fitting baju pengantin saja,” ujar Alfa sambil membelai rambut panjang Gladys. Gadis itu menelan salivanya. Dia tak menyangka jika ternyata Alfa serius ingin menikahinya.

     “Emm ... Alf ... w-wisudaku ...”

     “ ... Kamu akan tetap wisuda, Sayang. Aku sudah mengatur semuanya,” ujar Alfa lembut. Gladys terkesiap tak percaya.

     “Kamu juga akan praktek menjadi dokter ...”

     “ ... Terima kasih Alf!” seru gadis itu sambil mempererat pelukannya.

     “Kamu akan praktek di Klinik perusahaanku, bukan di rumah sakit!” ucap Alfa tegas. Senyum yang terukir di wajah gadis itu pelan-pelan menghilang. Entah kenapa tiba-tiba dia merasakan dadanya sesak. ‘Aku pikir aku akan bebas, ternyata ... sama saja’ batin gadis itu.

     “Kamu suka kan? Kita akan selalu bersama. Kita akan bekerja di tempat yang sama,” ujar Alfa. Gladys mengulas senyum yang dipaksakan. Sebisa mungkin, dia berusaha menyembunyikan rasa kecewanya.

     “Turun yuk, kita sarapan terus ke butik Tante Sherly,” ajak Alfa. Dia merangkul pinggang Gladys dan mengajaknya untuk sarapan.

     ***

     “Selamat datang, Tuan Alfa. Nona yang cantik ini, pasti calon Nyonya Alfa,” sapa seorang wanita yang masih tampak cantik meski tak muda lagi.

     “Tolong pilihkan gaun yang terbaik untuk calon istriku, Tante,” ujar Alfa dengan sopan.

     “Tentu Tuan,” jawab wanita itu. Alfa memilih menunggu di ruang tunggu. Gladys tak bisa menghapus rasa kagumnya terhadap gaun-gaun yang ada di sana. Sherly memilihkan beberapa gaun dan memperlihatkannya kepada Gladys. Semua gaun itu sangat indah. Namun entah kenapa tak ada yang sreg di hatinya. Jika tidak terlalu ketat, bagian punggungnya terlihat, belahan dada yang rendah bahkan ada yang memiliki belahan setinggi paha.

     “Emm ... maaf, apa ada model yang lain?” tanya Gladys sopan.

     “Tentu masih ada, Nona. Mari ikut saya,” sahut wanita itu tak kalah sopan. Bagaimanapun, dia tak ingin terlibat maslah dengan Alfa. Sherly mengajak Gladys ke ruangan lain. Di sana , gadis itu kembali dibuat takjub dengan koleksi gaun pengantin milik Sherly. Dia mengedarkan pandangannya hingga netranya tertumbuk pada sebuah gaun yang memiliki model tak terlalu mewah namun tetap terlihat elegan. Gaun dengan warna putih itu, memiliki lengan panjang dan model kerah v-neck namun tak terlalu rendah. Ada aksen mutiara pada bagian pinggangnya.

     Dengan mata berbinar, Gladys mendekati gaun itu.

     “Saya mau yang ini!” ujar gadis itu. Sherly tersenyum mengetahui pilihan Gladys.

     “Nona, ini terlalu sederhana untuk Tuan Alfa. Pilihlah yang lain,” saran Sherly.

     “Tidak! Saya mau yang ini!” seru Gladys tanpa mengalihkan pandangannya.

     “Baiklah!” sahut Sherly pasrah. Dia pun mengambil gaun itu dan memberikannya pada Gladys untuk dicoba.

     “Tuan!” panggil Sherly. Alfa yang saat itu asik dengan ponselnya, mengangkat kepalanya. Mulutnya ternganga dan matanya tak berkedip menatap Gladys dalam balutan gaun pengantin pilihannya. “Cantik!” gumam pemuda itu yang masih bisa didengar oleh Gladys dan Sherly.

     “Bagaimana, Tuan?!” tanya Sherly.

     “Saya ambil yang itu Tante, jika kekasih saya menyukainya,” sahut Alfa.

     “Kirimkan ke rumah bersama beberapa gaun yang saya pilih!” titah Alfa sambil mengurus pembayaran.

     “Ah iya, Sayang, tidak sekalian pilih kebaya untuk wisudamu?” tanya Alfa. Gladys terkesiap mendengar pertanyaan Alfa. Dia tak menyangka Alfa akan bertanya seperti itu.

     “Wisudanya kan, masih bulan depan. Apa tidak bulan depan saja?” jawab Gladys.

     “Baiklah! Sesuai titahmu, Ratuku,” ujar Alfa. Tak pelak hal itu membuat Gladys merona.

     Setelah selesai dengan urusan fitting baju pengantin. Alfa membawa Gladys ke toko perhiasan. Di sana, dia meminta Gladys memilih perhiasan yang disukai gadis itu. Lagi-lagi Gladys hanya memilih perhiasan yang memiliki model sederhana.

     Merasa gemas, akhirnya Alfa ikut memesan perhiasan dengan model yang lebih mewah. Gladys hanya diam saja, meski sejujurnya dia tak menyukainya.

     Selesai dengan semuanya, Alfa mengajak Gladys kembali ke mansion. Di tengah perjalanan, Gladys meminta untuk ke rumah sakit sebentar.

     “Alf ... bolehkah aku ke rumah sakit sebentar?” tanya gadis itu hati-hati.

     “Tidak perlu, Sayang. Aku yang akan mengurus semuanya!” jawab Alfa cepat. Pandangannya lurus ke depan karena dia sedang memegang kemudi. Gladys hanya bisa menghela napas kecewa.

     “Kita ke Apartement saja, ambil semua baju dan yang kau perlukan. Aku ingin, kamu pindah ke mansion!” ucap Alfa tegas. Bahkan saat itu Alfa sudah mengarahkan mobilnya ke jalan menuju Apartement. Gladys hanya diam. Bicara pun percuma. Hanya penolakan yang dia dapatkan. Ingin rasanya dia menangis. Namun, dia tahu jika dia sampai menangis, maka Alfa pasti akan murka dan entah apa yang akan dilakukan pemuda itu untuk menyakitinya lagi. Dalam hati dia merutuki nasibnya yang harus terjebak pada cinta Alfa Shaquille Bimantara. Andai dia masih memiliki orang tua, pasti mereka kebingungan mencari keberadaannya.

     Sesampainya di mansion, Alfa kembali membawa Gladys ke kamarnya.

     “Sayang, aku tak akan mengunci kamar ini dan mengijinkan kamu berkeliling mansion. Tapi dengan satu syarat, kau akan menuruti semua perintahku. Aku tak kan segan menghukummu jika kau berani melanggarnya. Mengerti kan, Sayang?!” tutur Alfa dengan tegas. Gladys menelan salivanya dengan susah payah. Tak ada pilihan lain bagi Gladys selain menuruti kemauan kekasihnya.

     “Kau mau kemana?” tanya Gladys saat melihat Alfa kembali bersiap untuk pergi.

     “Aku ada urusan sebentar. Secepatnya aku akan pulang,” jawab Alfa sambil mengecup singkat bibir Gladys.

     ‘Aku tahu kau akan menemui gadis-gadis karaoke itu’ batin Gladys nelangsa sambil menahan nyeri di dadanya. Entah sampai kapan dia harus hidup seperti itu. Baginya sekarang, tak ada pilihan lagi bagi hidupnya yang telah hancur selain bertahan di sisi Alfa meski dia harus selalu menahan perih di hatinya. Kebebasan yang dirindukannya seakan semakin menjauhi dirinya karena Alfa seolah telah menebar ranjau di setiap langkahnya. Bahkan rencana yang telah disusunnya seakan telah gagal sebelum dia berhasil melaksanakannya.

     Gadis itu menatap nanar mobil Alfa yang mulai meninggalkan mansion yang bagaikan sangkar emas baginya, dari balkon kamar itu.

    

    

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status