Share

Bab 7. THE WEDDING PARTY

     Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Alfa sengaja mendatangkan seorang MUA terkenal untuk merias Gladys.  Dan keputusan Alfa memang benar. Gladys saat ini terlihat begitu cantik meski dengan riasan yang natural. Apalagi dengan gaun pengantin pilihannya yang kini sudah melekat di tubuhnya.

     Alfa merasa takjub saat melihat Gladys yang sedang memasuki ruangan untuk akad nikah dengan dibimbing oleh Bi Sani. Tak hanya Alfa, para tamu yang diundang pun tak kalah takjub. Wanita paruh baya itu mendudukan Gladys di samping Alfa yang sudah lebih dulu duduk di hadapan penghulu.

     “Cantik,” puji Alfa dengan berbisik ke telinga Gladys. Gladys merasakan tubuhnya meremang mendengar bisikan itu.

     “Sudah bisa dimulai?” tanya penghulu.

     “Sudah Pak!” jawab Alfa tegas. Sedangkan Gladys hanya menundukkan kepalanya.

     “Baiklah! Mari kita mulai,” ucap penghulu itu sambil menjabat tangan Alfa dan mengucapkan ijab qabul.

     “Bagaimana Sah?!” tanya penghulu itu setelah Alfa selesai mengucapkan ijab qabulnya.

     SAH!

     Terdengar seruan yang menandakan bahwa prosesi akad nikah hari itu telah sah dan resmilah Alfa dan Gladys sebagai suami isteri. Setelah saling memasangkan cincin di jari masing-masing, Alfa mengecup puncak kepala Gladys dan Gladys mencium punggung tangan Alfa. Penghulu membacakan do’a bagi pasangan pengantin yang baru saja sah itu.

     Malam harinya acara berlanjut ke acara pesta yang digelar dengan mewah di ruang aula dari  hotel yang disewa oleh Alfa. Sengaja pemuda itu tidak menggelar acara pesta pernikahannya di mansion pribadinya karena dia tidak ingin kolega atau bahkan saingan bisnisnya mengetahui mansionnya. Namun begitu, dia tetap menempatkan para pengawal di beberapa titik.

     Ucapan selamat mengalir dari kolega bisnis Alfa juga teman-teman Gladys yang sengaja Alfa undang untuk sedikit menghibur Gladys.

     “Selamat ya Gladys!” ucap dokter kepala tempat Gladys praktek sebagai koas selama ini.

     “Terima kasih, dok,” jawab Gladys dengan senyum yang dipaksakan.

     “Suamimu ini sangat baik. Dia sudah mengatur semuanya, bahkan untuk wisudamu beberapa hari kedepan,” ucap dokter itu lagi. Gladys hanya mengulas senyum. ‘Wisuda itu hanya menandakan pendidikanku telah selesai’ batin gadis itu sendu.

     Malam semakin larut para tamu undangan sudah banyak yang meninggalkan ruangan pesta hanya tinggal beberapa tamu undangan yang terlihat akrab dengan Alfa.

     “Bi Sani, antar Gladys ke kamar. Ini kuncinya, aku masih ada urusan!” titah Alfa.

     “Baik Tuan,” jawab Bi Sani patuh.

     “Sayang, kamu istirahat dulu ya. Kamu pasti capek, nanti aku menyusul,” ucap Alfa sambil mengecup kening isterinya. Gladys hanya diam dan mengikuti langkah Bi Sani.

     “Devan! Minta dua orang anak buahnmu untuk berjaga didepan kamar isteriku!” perintah Alfa. Devan segera memerintahkan dua anak buahnya sesuai dengan titah dari Alfa.

     Alfa bersama para koleganya mengayunkan langkah menuju bar yang ada di hotel itu. Seperti biasa dia memanggil para gadis untuk menghiburnya dan para koleganya. Ya, Alfa tetaplah Alfa yang meskipun telah menikah tetap mencari gadis-gadis untuk meghiburnya.

     “Tuan ... tega sekali Anda, membiarkan isteri Anda senidirian di kamar pengantin. Harusnya Anda menemaninya dan merayakan malam pengantin Anda!” seru salah satu koleganya yang disambut gelak tawa yang lain.

     “Malam pengantinku bisa kapan saja tapi berpesta dengan kalian mungkin akan menjadi sulit bagiku setelah ada isteriku,” jawab Alfa santai sambil menyesap minumannya.

     “Tuan, diantara gadis-gadis ini, tidak adakah yang membuat anda tertarik?” bisik salah satu koleganya yang duduk paling dekat dengannya. Alfa menatap tajam ke arah koleganya yang tadi berbisik padanya.

     “Aku hanya tertarik mereka menemaniku minum dan tidak lebih,” sahut Alfa dingin dan datar.

     “Ayolah Tuan, sekali-sekali cobalah untuk bersenang-senang dengan mereka. Lihatlah tatapan mendamba dari para gadis yang sejak tadi menempel pada Tuan,” ujar koleganya yang lain. Dan memang benar ucapan pria itu jika saat ini ada dua orang gadis dengan pakaian yang sangat menggoda sedang bergelayut manja di kedua lengan Alfa. Alfa melirik ke arah mereka berdua dan melihat mereka sedang tersenyum menggoda ke arahnya.

     “Apa kalian yakin bisa memuaskanku?!” tanya Alfa sinis.

     “Kami pasti bisa Tuan,” jawab salah satu dari mereka dengan senyum menggoda dan suara manja.

     “Kalo begitu, kalian ikut aku. Jika kalian tidak bisa memuaskan aku ... aku akan menghukum kalian. Apa kalian mengerti?!” ujar Alfa tegas sambil beranjak dari tempat itu. Kemudian dia memanggil Devan dan membisikkan sesuatu. Devan yang mengerti segera melaksanakan titahnya. Alfa hanya menyeringai dan pandangannya berubah gelap. Bahkan sepertinya dia telah lupa bahwa dia baru saja menikah dan saat ini isterinya sedang menunggunya.

     Sementara itu, di kamar hotel yang sudah dihias begitu indah menjadi kamar pengantin terlihat Gladys yang sedang duduk termenung di depan meja rias. Matanya terlihat sembab menandakan dia habis menangis. Ini adalah malam pengantinnya tapi pria yang pagi tadi mengucap janji suci untuknya hingga menjelang pagi tak menampakkan batang hidungnya. Dia bahkan sendirian di kamar itu karena Bi Sani sudah pergi ke kamarnya sendiri. Sempat dia memutuskan untuk kabur tetapi dia urungkan saat dia mendengar suara orang sedang mengobrol di depan pintu kamarnya.

     ‘Bahkan setelah menikahiku pun kamu tetap sama saja. Aku mencintaimu bukan untuk merasakan ini semua. Apa sebenarnya maumu?’ gumam Gladys. Kemudian dia mengayunkan langkah mendekati ranjang king size yang ada di kamar itu. Dibaringkannya tubuhnya yang lelah tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Pikirannya menerawang pada masa awal perkenalannya dengan Alfa.

     Di tempat lain, Alfa yang sudah sejak awal menahan amarahnya kini sedang meluapkan amarahnya pada dua orang gadis yang telah berani menggodanya. Dia mengikat dua gadis itu pada sebuah tiang dan melucuti pakaian keduanya hingga kini kedua gadis itu sudah polos tanpa sehelai benang pun. Tanpa peduli jerit tangis dua gadis itu, Alfa memerintahkan anak buahnya untuk menggilir dua gadis itu dengan kejam. Sedangkan dia hanya melihatnya sambil menampilkan seingaian puas.

     “Hentikan!” teriaknya di tengah anak buahnya sedang sibuk menggilir dua tubuh gadis itu.

     “Minggir!” perintah Alfa. Kemudian pemuda itu mendekati dua gadis itu. Banyak lebam biru dan tanda gigitan di seluruh tubuh dua gadis itu.

     “Dengar! Aku ... tak pernah tergoda dengan kalian. Tapi kalian sudah berani menggoda seorang Alfa maka inilah akibatnya. Kalo pun aku suka ada kalian di sekitarku itu hanya sebatas untuk melayaniku menuangkan minuman dan menemaniku minum tapi tidak untuk naik ke ranjang bersamaku. Cuih!” seru Alfa sambil menatap jijik ke arah dua orang gadis itu.

     Kemudian Alfa melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Tiba-tiba dia teringat Gladys isterinya.

     “Aku akan pergi menemui isteriku. Kalian ... terserah mau melanjutkan bersenang-senang dengan dua jalang itu atau mau kalian apakan mereka!” seru Alfa sambil beranjak meninggalkan tempat itu. Membiarkan dua gadis itu kembali di gilir anak buahnya yang tak kurang dari sepuluh orang. Benar-benar biadab bukan.

     “Tuan, mereka bisa mati jika semalaman dipaksa melayani mereka semua,” uajr Devan hati-hati. Alfa menoleh ke arah Devan dan memberikan tatapan tajam.

     “Kenapa tak kau tolong tadi?!” sarkas Alfa.

     “Maaf Tuan,” jawab Devan menundukkan kepalanya tak berani menatap ke arah Alfa. Dia tahu benar jika sudah murka tuannya ini akan berubah menjadi sangat kejam. Jangankan dengan orang lain dengan Gladys yang dia cintai saja dia bisa berlaku kejam. Devan teringat kejadian beberapa hari sebelum pernikahan tuannya, dimana dia tega menyuntikkan obat bius hanya untuk membuat gadis itu tetap berada di mansion. ‘Semoga saja gadis itu kuat dan bisa bertahan di samping Tuan’ batin pemuda itu.

     Hari sudah pagi saat Alfa memasuki kamarnya dimana Gladys masih tertidur pulas. Alfa mendekati ranjang dan duduk di tepinya. Dibelainya wajah ayu Gladys dan dikecupnya dengan lembut bibir ranum isterinya.

     Gladys yang tak mengetahui suaminya telah datang terkejut dan segera bangun dari tidurnya. Samar-samar dia melihat bayangan seseorang.

     “Siapa kau!” serunya. Baru bangun tidur dengan pandangan masih kabur membuatnya tak bisa mengenali suaminya. Dia beringsut menjauhi Alfa.

     “Hai ... hai! Sayang ... ini aku, Alfa ... suami kamu!” ujar Alfa sambil menarik tubuh Gladys dalam pelukannya. Gladys menajamkan pandangannya dan benar saja pria yang sedang memeluknya dalah Alfa suaminya. Alih-alih merasa bahagia karena kehadiran suaminya, gadis itu justeru menangis pilu sambil memukul dada suaminya.

     “Kamu jahat, Alf ... kamu jahat! Untuk apa kau nikahi aku jika kau perlakukan aku seperti ini!” seru gadis itu di sela tangisnya.

     “Ssst! Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengabaikanmu. Tapi kolegaku ...”

     “ ... Kenyataannya kamu mengabaikan aku! Kamu pasti dengan gadis-gadis penghibur itu kan?!” seru Gladys yang tak bisa lagi membendung emosinya.

     “Tidak Sayang. Aku hanya menemani kolegaku,” Alfa masih berusaha berdusta dan berharap isterinya akan percaya.

     “Aku sekarang isterimu Alf .... Aku isterimu! Tapi bagimu ... aku tak lebih penting dari kolegamu,” lirih gadis itu.

     “Ssst! Sudahlah! Sekarang pergilah mandi lalu kita sarapan dan bersiap pulang ke mansion. Aku sudah meminta Devan mengantar Bi Sani terlebih dahulu.

     “Alf ... kita tinggal di Apartement saja. Aku nggak mau tinggal di sangkar emasmu,” ujar Gladys hati-hati.

     “Tidak! Kita pulang ke mansion!” seru Alfa. Pandangannya menggelap membuat Gladys sedikit merinding. Akhirnya dia melesat ke kamar mandi. Dia tak ingin lagi merasakan kemurkaan Alfa. Meihat hal itu membuat Alfa menyeringai puas. ‘Ternyata harus seperti ini aku memperlakukanmu’ batin pria muda itu.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status