Share

2. Bukan Sedarah

Author: See Sha
last update Last Updated: 2024-01-10 18:28:18

"Aku sangat mencintai Papa."

Untuk sesaat, suasana menjadi sangat hening. Danan terpaku di dalam mata Olive, begitu juga sebaliknya. Masing-masing mencari jawaban dan kebenaran atas lontaran pernyataan, yang harusnya biasa saja. Sampai kemudian Danan tertawa kecil. Didekapnya kembali kepala Olive di dadanya yang bidang.

"Olive ... Olive ... Anakku tersayang. Cuma ngomong gini aja, kamu sampai harus seperti ini. Papa juga mencintaimu, Sayang. Papa juga sayang sama kamu."

"Tapi aku bukan anakmu."

Pernyataan Olive seketika menghentikan tawa kecil Danan dan juga usapan lembut jemari Danan di punggung Olive. Wajah Danan berubah menjadi sangat kaku sekaligus tubuhnya menjadi tegang.

"Jangan bicara sembarangan. Kamu anak Papa, Olive," tegas Danan dengan nada suara yang tidak meyakinkan.

Olive melepaskan diri dari pelukan Danan yang hangat. Dia sedikit mendongak, menantang tatapan mata ayahnya dengan serius.

"Aku tau kalau aku bukan anak Papa dan Mama. Sudah lama aku tau itu."

Danan tidak bisa berkutik. Tatapan matanya menjadi nanar dengan pikiran yang mulai kalut.

"Memangnya kamu tau apa, Olive? Siapa yang udah kasih tau kamu hal gila ini?" desak Danan.

"Dokter."

Kedua alis mata Danan saling menaut. Kepalanya sedikit dimiringkan. Danan mencoba mencerna ucapan putrinya itu.

"Papa ingat waktu aku SMP, yang aku kecelakaan karena naik sepeda motor tanpa bimbingan?"

Danan mengangguk lemah karena masih tidak mengerti.

"Saat itu aku butuh donor darah AB. Tapi, Mama tidak bisa memberikannya."

Danan kemudian tersenyum geli. Jelas sekali kalau ada kelegaan di raut wajahnya.

"Ya kan itu karena golongan darah mamamu A dan saat itu kan Papa lagi urusan bisnis ke Malaysia. Jadinya, demi keselamatanmu, ya pakai donor darah," jelas Danan tenang.

"Dan golongan darah Papa O. Aku tahu itu karena Papa pernah ikut bakti sosial donor darah di sekolahku. Itu sudah menjelaskan semua kan, Pa?"

Danan benar-benar dibuat tidak berkutik. Itu adalah yang tidak terpikirkan oleh Danan dan Nadia saat memutuskan mengambil Olive. Keduanya sudah melakukan berbagai cara untuk menutupi masa lalu Olive, termasuk pembuatan akta kelahiran yang sudah melalui jalur belakang.

Tapi itu bukanlah suatu masalah yang sudah diperkirakan Danan. Suatu pengakuanlah yang membuat dunia Danan menjadi bolak balik tidak karuan. Sebuah pernyataan yang bahkan tidak pernah dipikirkan sedikit saja di benak Danan.

"Aku tau kalau aku bukan sedarah dengan Papa ataupun Mama. Jadi, aku tidak salah dengan perasaanku ini kan, Pa?"

Bibir Danan terkatup rapat. Kepalanya sudah tidak mampu berpikir apa-apa. Tubuhnya juga menjadi kaku karena secara agresif Olive mendekat dengan kepala yang menjulur hampir sejajar dengan kepalanya.

"Aku mencintaimu, Pa."

Tanpa diduga, kedua tangan Olive menempel di kedua pipi Danan. Memastikan kepala Danan hanya terarah pada dirinya. Dengan berani, Olive meninggikan tubuhnya dengan bertumpu pada kedua kaki yang terlipat, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Danan, mempersempit jarak wajah di antara keduanya.

"Aku menganggumi Papa sejak aku masih kecil. Itu kemudian menjadi sebuah rasa yang berbeda yang aku takuti. Sampai kemudian aku menyadari fakta darah itu dan aku tahu aku tidak salah dengan perasaanku ini."

Olive semakin merapatkan wajahnya ke wajah Danan. Merasakan embusan napas Danan yang hangat. Ada keinginan liarnya untuk melakukan sesuatu yang lebih pada Danan. Dengan kesadaran yang mengambang, bibir Olive menyentuh bibir Danan.

Tindakan ringan itu, cukup membuat tubuh Danan tersentak terkejut. Secara reflek, Danan memegang kedua pundak Olive, memundurkan tubuh gadis itu, dan Danan berdiri gelisah. Apa yang terjadi membuat Danan benar-benar kalut.

Danan menarik napas dalam berulang kali. Kedua tangannya menekuk di pinggang. Setelah beberapa saat hening, Danan menunduk. Niatnya adalah untuk memastikan keadaan Olive. Tapi itulah adalah kesalahan berikutnya.

Olive justru mendongak, menatap Danan dengan tatapan lembut. Sikapnya bagaikan seorang pelayan yang memuja majikannya. Menunggu tenang dengan sikap bersimpuh yang sempurna. Paha putih Olive menyembul sebagian, dan untuk pertama kalinya, Danan menatap paha itu dengan cara yang berbeda.

Itu benar-benar menganggu. Danan tidak mau menjadi gegabah. Dia harus keluar.

"Papa pulang dulu. Kasihan adikmu sendirian di rumah." Sebuah keputusan yang tepat yang Danan ambil.

Tapi Olive tidak mau Danan pergi. Ditangkapnya pergelangan tangan Danan, menahannya dengan kedua tangan, dan Olive segera berdiri. Gadis itu menempelkan tubuhnya ke tubuh Danan. Mendongak dengan cara yang sensual.

"Jangan pergi ...," bisik lembut Olive.

Kedua tangan gadis itu, mengalung di leher Danan. Tatapan matanya yang sayu tak lepas menangkap kedua mata Danan yang bimbang.

"Tidak ada yang salah dengan cinta ini kan, Pa? Aku bukan anakmu dan kamu bukan ayahku."

Danan mencoba memalingkan wajah, tapi Olive langsung menahan dengan memegangi pipi Danan. Jari-jemari lentik Olive, merabai bagian pinggir luar pipi yang terasa sedikit kasar karena mulai tumbuh jambang. Terasa sedikit geli bagi Danan, sekuatnya dia menahan diri.

"Jangan berpaling dariku, Pa. Lihatlah aku. Tataplah aku. Sekarang aku adalah wanita dewasa."

"Jangan seperti ini Olive," erang Danan yang mencoba melepaskan diri dari putri angkatnya itu.

"Kenapa tidak boleh, Pa? Papa selalu bilang menyayangiku. Kenapa sekarang seperti menolakku?"

"Itu beda Olive. Ayolah. Jangan seperti ini. Ini tidak benar." Dengan tegas Danan melepaskan pelukan Olive dan melangkah mundur dengan gelisah.

"Ini adalah benar!" pekik Olive yang kecewa karena Danan menghindarinya. "Papa menyayangiku dan aku juga menyayangi Papa. Kita bahkan bukan ayah dan anak yang sebenarnya."

"Tapi, buat Papa, kamu masih adalah anak."

"Bagian mana dari diriku yang Papa sebut anak?"

"Semua," jawab Danan putus asa. Pikirannya sudah menjadi kusut. Keadaannya menjadi mulai tidak terkendali, sejak ciuman lembut tadi.

Olive mendekati Danan dengan sangat cepat. Berdiri menantang dengan sikap tubuh tegap, yang justru semakin menonjolkan bukit kembarnya. Itu menciptakan lekukan sensaional bagi visualisasi Olive. Danan tidak mengerti kenapa kali ini sangat berbeda.

Dengan kedua tangannya, Olive menarik tangan kanan Danan. Tanpa sempat berpikir, di bawa ke mana tangannya, sekejap saja, telapak tangan Danan sudah menempel di salah satu buah dada Olive.

Danan benar-benar terkejut. Kedua matanya mendelik lebar. Dia merasakan kalau telapak tangannya menjadi hangat. Jantungnya juga berpacu sangat cepat.

"Milikku ini harusnya adalah bagian dari pembuktian kalau aku bukan lagi anak-anak, Pa. Aku adalah wanita dewasa, yang berhak jatuh cinta dengan pria pilihannya. Dan aku jatuh cinta padamu, Danan Wijaya."

Jakun Danan naik turun saat namanya disebutkan. Semakin belingsatan saat Olive merapatkan tubuhnya dan menjijit. Salah satu tangannya mengalung di leher Danan, sedangkan tangannya yang lain, menahan tangan Danan agar tetap menempel di salah satu bukit indahnya.

"Aku ingin menyerahkan cintaku padamu, Danan Wijaya."

Dan bibir Olive, menempel kuat ke bibi Danan. Melumat bibir bawah Danan dengan lembut. Memberikan sensasi baru pada hasrat liar Danan yang bergejolak dan menuntut pelepasan. Olive sedang berusaha, menghancurkan kesetiaan Danan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   20. Keributan di Meja Makan

    Shanas sudah di meja makan lebih awal. Dia adalah seorang yang selalu tepat waktu. Mendului adalah yang terbaik yang Shanas lakukan. Itu menguntungkan baginya, karena dengan begoitu, Shanas bisa mencerna situasinya dan menganalisa kemungkinan.Danan muncul kemudian, tapi tanpa Nadia, karena istrinya itu masih merapikan rambutnya. Danan menyapa putri bungsunya itu, sembari memberikan kecupan ringan di kening. Setelah duduk, kepala Danan celingukan, seperti mencari sesuatu."Kakakmu belum turun?"Shanas menatap heran pada ayahnya dan menaikkan bahu malas."Kak Olive kan di paviliun." Shanas mengingatkan pindahnya kamar Olive."Oh iya..., Papa lupa. Apa dia gak sarapan, ya?" Danan memeriksa jam tangannya dan kini celingukan ke arah belakang rumah yang pintu gesernya sudah dibuka lebar."Udah jam segini, kok belum datang dia? Papa panggil dia dulu, ya." Danan berdiri, hendak pergi ke paviliun."Gak usah, Pa." Suara Nadia yang cukup tegas, membatalkan niat Danan keluar dari kursinya.Nadia

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   19. Janji yang Dilupakan

    Di tempat tidurnya, Danan terlihat gelisah. Danan sendiri tidak sedang benar-benar tidur. Dia duduk bersandar di sandaran tempat tidur, sembari melihat-lihat konten virtual melalui tabletnya. Tapi Danan tidak benar-benar fokus dengan apa pun bentuk konten virtual yang disajikan, pikirannya justru terpecah pada Olive yang ada di paviliunnya dan Nadia yang masih sibuk dengan sisa pekerjaanya di meja kerja.Danan memeriksa ponselnya yang diletakkannya terbalik—bagian layar menghadap ke bawah. Ada pesan lagi masuk dan lagi-lagi itu dari Olive yang tidak sabar.Olive: Pa, ini udah jam satu lebih lima menit.Danan: Mamamu belum tidur.Olive: Papa bohong, kan? Mama gak pernah tidur lewat jam dua belas malam.Danan mengarahkan kamera ponsel pintarnya ke Nadia yang masih fokus dengan laptopnya dan mengirimnya ke Olive.Danan: Percaya? Udahlah kamu tidur aja. Kayaknya mamamu bakal lebih lama lagi kerja.Olive: Aku tetap tunggu Papa.Danan menghela napasnya kasar. Tanpa dia sadari, suara helaan

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   18. Drama Olive 1

    Dengan sengaja Olive mematikan semua lampu, kecuali lampu di teras paviliun dan lampu baca di dalam kamarnya. Dia berjalan mondar-mandir di ruang utama, sembari mengintip keluar beberapa kali melalui jendela. Olive menunggu kemunculan Danan. Gadis itu yakin kalau ayah angkatnya itu akan datang menjemputnya kalau tahu dirinya tidak muncul di ruang makan.Seperti yang sudah diduga, Olive melihat kemunculan Danan yang berjalan cepat dan secepat itu juga Olive berlari masuk ke dalam kamar, naik ke tempat tidur, duduk dengan kaki menekuk dan kedua tangan merangkul kaki. Wajahnya memelas, sikapnya benar-benar seperti seornag gadis kecil yang merajuk.Tak lama terdengar suara Danan yang memanggil nama Olive dari ruang utama paviliun. Keheranan karena lampu belum menyala dan Olive juga tidak menyahut. Setelah menyalakan lampu, juga melihat kalau Olive tidak ada, Danan bergerak cepat menuju ke kamar."Kamu kenapa, Live?" tanya Danan sembari melangkah masuk. Ada nada kesal dari caranya bertanya

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   17. Olive Tidak Muncul di Ruang Makan

    Dengan wajah berseri-seri dan saling berpegangan tangan, Danan dan Nadia masuk ke ruang makan. Bahkan Danan membuat lelucon yang membuat wajah Nadia bersemu merah dan tertawa lebar. Rupanya, Danan sedang menggoda Nadia perihal permainan mereka di hotel tadi siang.Shanas yang melihat kemunculan kedua orang tuanya, diam-diam tersenyum bahagia. Sebenarnya itu bukan pemandangan yang luar biasa, bahkan itu adalah hal biasa jika Danan dan Nadia masuk ruang makan bersamaan sembari bercanda. Tapi, kali ini terasa ebrbeda bagi Shanas yang sudah berprasangka aneh tentang ayahnya dan kakak perempuannya."Lho, mana Olive?" tanya Nadia sembari matanya mencari-cari.Shanas hanya menaik turunkan pundak dengan sikap tidak acuh. Nadia dan Danan duduk pelan-pelan dengan kepala yang masih celingukan."Kamu gak ajak Olive makan bersama?" tanya Nadia ke Shanas."Enggak. Malas," jawab singkat Shanas.Shanas mengernyit heran dan menoleh ke Danan. Tatapan matanya menyiratkan tanya perihal apa yang terjadi a

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   16. Bohong!

    Satu jam sebelum sampai rumah"Beri aku alasan kenapa kamu menolakku?" tanya Rasyid dengan tatapan gelap yang menekan Shanas"Aku masih magang," jawab Shanas."Halah, kamu kira aku bodoh? Kamu sudah lulus PKPA dan lolos ujian UPA. Kamu bahkan lulusan terbaik sekaligus termuda. Saat ini kamu magang cuma untuk mendapatkan izin praktek saja. Tapi teknisnya, kamu bisa menerima klien. Ada yang perlu dikoreksi?" Rasyid tersenyum dengan jumawa. Kedua tangannya dikembangkan seolah menantang Shanas untuk menyanggah apa yang sudah Rasyid ketahui tentang hukum juga tentang Shanas.Diam-diam Shanas kagum dengan pengetahuan Rasyid yang selama ini dia anggap hanyalah lelaki manja kaya-raya dan sedikit bodoh."Aku tidak suka mengurusi perintilan. Apalagi ini hanya perihal asmara biasa. Urus saja sendiri!"Shanas segera bangkit berdiri. Perasaannya tidak nyaman jika terlalu lama dekat dengan Rasyid."Bilang saja kamu takut!"Shanas langsung menghentikan langkahnya yang baru dua tiga jengkal. Dia men

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   15. Manipulatif 1

    Setelahnya Danan tidak banyak bicara lagi, begitu juga Nadia. Masing-masing memilih diam untuk menenangkan diri sendiri, agar keributan tidak menjadi jauh lebih besar.Dalam diamnya, kepala Danan berputar-putar memikirkan cara untuk memebritahukan ke Nadia, perihal kepulangan Olive dan niatan gadis itu untuk kembali tinggal di rumah ketimbang di apartemennya. Danan khawatir kalau itu akan kembali membuat ricuh di antara dirinya dan istrinya.Tapi, jarak ke rumah sudah hampir dekat. Danan tetap tidak menemukan cara dan tidak mendapatkan waktu yang tepat untuk menyampaikan ke Nadia. Akhirnya Danan pasrah. Lebih baik ribut di luar drai pada di rumah, yang bisa dilihat orang-orang di rumah, terutama pembantu dan satpam."Ma..., Olive pulang ke rumah."Seperti yang sudah diduga, Nadia menarik napasnya dengan dramatis, hingga terdengar suara seperti tercekik. Dia menoleh cepat dengan kedua mata mendelik lebar."Sejak kapan? Kok, kamu bilang ke aku, Pa? Kenapa gak ada diskusinya sama aku? Ol

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   14. Jadi Pengacaraku

    Rasyid jadi tidak selera makan. Cara bicara Shanas yang datar dan terkesan tidak peduli, sedikitnya membuat Rasyid menjadi gemas. Ini juga seperti usaha Rasyid sia-sia. Dia yang tadinya mengira kalau Shanas bisa membantunya, ternyata kosong. Malah gadis itu terlihat menikmati makanannya.Rasyid menyandarkan tubuhnya, menatap lekat gadis yang kecantikannya sangat berbeda dengan Olive. Sejak kenal dengan keluarga Olive, diam-diam Rasyid menaruh pertanyaan untuk dirinya sendiri, ini tentang perbedaan mencolok antara Olive dan Shanas, atau bahkan Olive dan kedua orang tuanya. Rasyid tidak berani menanyakan, karena dia berpikir bahwa adalah mungkin saja jika dalam satu keluarga, ada satu yang berbeda.Shanas memiliki kecantikan yang natrural. Alisnya tebal, dan melengkung dengan benar, hingga sepertinya itu tidak perlu lagi ditambah dengan penebal dan pembentukan dari pensil alis. Hidungnya mancing dan sedikit bangir. Bibirnya kecil, sedikit bulat, seperti seorang yang cemberut.'Itu mengg

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   13. Rasyid Bertemu Shanas

    Rasyid memegang setirnya dengan kedua tangan mencengkeram kuat. Wajahnya terlihat kaku dan marah. Tatapannya lurus, juga fokus terhadapa padatnya lalu lintas di siang hari. Sesekali dia menekan bel mobil dengan kuat, agar dia mendapat akses jalan."Itu serius?" tanya Teguh dari seberang telepon. Agar nyaman dan aman menyetir, Rasyid menggunakan TWS atau sambungan nirkabel ke telinga."Serius! Memang perempuan brengsek! Gak ada otak!" Rasyid semakin gemas meremas setir mobilnya."Bisa-biasanya dia mengganti kunci pin apartemen dan sekaligus memblokir kunci kartuku ke manajemen apartemen. Kan setan!" lanjut Rasyid."Wah, kalau gitu, dia memang sudah terniat buat mendepakmu.""Aku gak peduli! Masalahnya, itu kan juga masih apartemenku. Ditambah, barang-barangku juga masih di sana dan mobilku masih juga ada di garasi sana. Thats teh problem! Aku mau ambil itu semua dan termasuk apartemen. Kalau dia mau ambil, ya dia harus bayar setengahnya saat pembelian," ucap Rasyid."Ya, udah, ke tempa

  • Kelakuan Gila Kakak Angkatku   12. Seperti Kepergok

    Suara lenguhan pendek yang keluar dari bibir Danan dan suara memekik lemah dari Olive, menjadi tanda kalau permain bercinta keduanya sudah mencapai puncaknya. Pelepasan atas hasrat masing-masing sudah tersalurkan. Tubuh keduanya lembab dan berkeringat.Danan yang berada di atas tubuh Olive, perlahan melepaskan diri dan bergeser rebah di sebelah Olive. Sedangkan Olive, merentangkan tangan kanan Danan, baru kemudian menyelusup masuk ke dada Danan yang bergerak naik turun dengan ritme cepat. Danan pun otomatis merangkul Olive, serta membelai lembut lengan Olive.Masing-masing masih menikmati sisa-sisa romantisme yang menggelora, sembari mengatur napas agar kembali normal. Tidak ada yang bicara. Hanya belaian-belaian sebagai bentuk kasih sayang."Papa keluar dulu, ya. Liat keadaan. Kalau Papa telpon kamu, baru kamunya keluar," ucap Danan, dengan tubuh yang menggeliat, bersiap untuk bangun.Tapi, Olive menahannya. Gadis itu justru memeluk erat Danan."Sebentar. Aku masih kangen," ucap manj

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status