Air mata tak henti - hentinya mengucur lancar ke pipi mulus Nur. Isak tangis berusaha ia tahan agar tak satu pun orang rumah mendengar. Dunia seakan runtuh. Dia mengingat kembali saat Gewa melamarnya kemarin, tapi kata - kata bapak tadi sore tiba - tiba terbesit di kapala. Memperparah luka batinnya. Seolah tak di beri jeda untuk menikmati kabar bahagia yang baru kemarin malam di bawa oleh Gewa, mendadak direnggut paksa oleh kedua orang tuanya sendiri. Betapa kecewanya Nur karena ibu dan bapak tidak mendukung pilihannya sendiri. Ini sudah zaman modern kenapa masih ada perjodohan seperti itu ?Namun seegois apapun mereka tetaplah orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan Nur dengan kasih sayang.
Tangannya meraba-raba kasur, sedang mencari sesuatu. Gerakannya terhenti saat dia menemukan apa yang dia cari,yaitu sebuah ponsel. Dia menggeser layar ponselnya mencari nama kekasihnya. Ini belom terlalu larut, biasanya Gewa belum tidur jam segini. Dia juga belum balik ke perantauan, jatah liburnya masih 2 hari lagi. Segera dia menekan tombol panggilan setelah menemukan nama kekasihnya. Tak butuh waktu lama Gewa menjawab panggilan darinya. Nur yang masih sesenggukan hanya diam tak bergeming, hanya ada suara isakan, membuat Gewa semakin khawatir. Setelah diam selama beberapa menit akhirnya Nur berbicara walaupun terbata - bata. Dia mencoba memberanikan diri untuk menceritakan kepada Gewa segala hal yang telah terjadi. Gewa mematung, kaget, bingung, dan tentu dia sakit hati.seperti tersambar petir di malam hari. Mendengar apa yang dikatakan Nur membuat hatinya sangat berkecamuk. Walaupun sebenarnya sangat kecewa dia masih tetap berusaha menguatkan Nur yang sesenggukan sedari tadi, sebab tak tega mendengar kekasihnya menangis terisak. Dia juga berkata besok akan menemui kedua orang tua Nur untuk meyakinkan mereka bahwa dia akan segera menikahi putrinya itu. Bagaimana bisa dia membiarkan orang yang dicintai menikah dengan orang lain karena keterpaksaan ? Gewa terlihat gusar, dia tidak mau kehilangan wanitanya, tapi dia juga tidak yakin orang tua Nur akan memberikan mereka restu. Mengingat pertama kali pacaran saat Gewa bertamu ke rumah Nur, sikap orang tua Nur memang agak ketus padanya. Dari situ dia sudah tau bahwa mereka tidak menyukainya. Dia selalu berpikir mereka akan berubah perlahan - lahan, ternyata tidak. Mereka malah menghalangi hubungan Gewa dan Nur, bahkan tidak memberikan kedua pasangan ini ruang. Meskipun begitu ia tak rela jika hubungan yang sudah 1,5 tahun mereka jalani kandas begitu saja. Semoga jalannya jodoh masih berpihak pada pasangan nelangsa ini.****Seorang pria tengah memarkirkan sepeda motor matic di depan rumah Nur. Kakinya di langkahkan maju menuju pintu."Assalamualaikum" pria itu mengucapkan salam kepada pemilik rumah.Dani dan Dana (adik kembar Nur) yang sedang asik menatap ponsel mereka akhirnya mendongakkan kepala ingin tahu siapa yang bertamu ke rumah."Waalaikumsalam" jawab mereka bebarengan."Eh ada mas Gewa. Mau ketemu mbak Nur ya mas ?Tapi mbak Nur kan belum pulang kerja mas.Ini kan baru jam tiga, mbak nur pulang kerja jam 5 sore mas" terang Dana kepada mas Gewa, dia berpikir seharusnya mas Gewa sudah tau jika mbaknya belum pulang kerja. Atau mungkin saja mas Gewa lupa."Oh, enggak kok dek, mas mau ketemu sama bapak bukan mbak Nur" jawab Gewa.Si kembar mempersilahkan Gewa duduk, sedangkan mereka memanggil bapaknya yang sedang merokok di halaman belakang rumah. Beberapa menit kemudian bapak menemui Gewa yang sedang duduk menunggunya. Melihat kedatangan bapak Gewa segera bangkit dari tempat duduk lalu bersalaman kepada bapak sebagai tanda penghormatan pada orang tua itu. Setelahnya, bapak mempersilahkan Gewa duduk kembali. Sikap bapak begitu dingin dan ketus terhadap Gewa.Tanpa basa - basi bapak langsung bertanya apa tujuan Gewa datang ke rumah menemuinya.Dengan tenang Gewa menjelaskan tujuannya menemui bapak. Dari raut wajah bapak sepertinya bapak sudah tau apa yang akan pria itu bicarakan padanya. Tapi dia tetap diam mendengarkan, untuk sedikit menghargai pria itu."Pak, saya akan langsung ke intinya saja. Saya ingin meminta ijin bapak untuk menikahi Nur. Kami saling mencintai, saya berjanji tidak akan mengecewakan atau menghianati Nur pak. Jadi, tolong berikan kami restu".Bapak terdiam beberapa detik mendengarkan hal itu,lalu menyunggingkan bibirnya masam."Pertama, Nur sudah dijodohkan dengan pria pilihan kami. Kedua, restu kami tidak akan berpihak kepadamu. Calon suami Nur ini pria yang baik.Nur akan bahagia menikah dengannya. Pria itu sangat mencintai Nur. Saya minta relakan Nur, lepaskan dia. Jangan pernah berhubungan lagi dengan Nur!" pinta bapak, mungkin lebih tepatnya memberi perintah."Seharusnya bapak sudah tahu kalau Nur hanya mencintai saya. Mengertilah pak, Nur tidak akan bahagia dengan pernikahannya. Dia..."(belum selesai Gewa berbicara bapak menyela) "Tahu apa kamu tentang kebahagiaan Nur ?memangnya kamu siapa ? Saya sebagai orang tuanya lebih tahu apa yang terbaik buat Nur ! Sudah! Keputusan saya sudah bulat. Nur akan segera menikah,jadi tolong jangan ganggu dia lagi!. Sekarang lebih baik kamu pulang!" bapak mengusir gewa. Urat - urat mengapung di kulit leher, pertanda dia sedang marah.Gewa yang di usir segera mengangkat kaki dari rumah itu. Jelas dia merasa sakit hati. Cinta dan ketulusan yang dia berikan ke putrinya disia - siakan. Jika saja bukan orang tua, ingin sekali menyumpal mulut pedas itu.Merelakan katanya ? Apa dia pikir akan semudah itu?Apa dia pikir hubungan yang selama ini mereka jalani hanya main - main ? Sungguh Gewa merasakan patah - sepatah - patahnya.Apakah ini akhir perjuangan Gewa untuk Nur?
Lanjut ke chapter berikutnya ya teman-teman!
Jarum jam bertengger tepat di angka empat. Nur masih menunggu di depan gerbang toko buku, tempat Diana bekerja, dan merupakan bekas tempat kerja Nur dulu. Tak lama kemudian, nampak para karyawati yang melangkahkan kaki keluar dari toko yang besar itu. Tentu saja, itu toko buku terbesar di kota ini.Di sana juga terlihat Bela yang sedang terburu - buru keluar dari toko."Hey, Nur!" sapa Bela."Eh, Bela. Diana belum keluar ya?" tanya Nur."Tadi sih Diana masih ngambil tasnya di loker. Mungkin bentar lagi keluar kok." jawab Bela.Bela menengok ke belakang, ke pintu keluar toko. Dan benar saja, Diana baru saja melangkahkan kaki keluar dari toko itu."Tuh Diana. Ya udah, aku duluan ya Nur." Nur mengangguk sembari tersenyum.Pandangan Nur beralih ke arah Diana yang semakin mendekat ke arahnya. "Nur, kamu ngapain di sini?" tanya Diana."Aku nungguin kamu Di." jawab Nur."Kok nggak ngabarin dulu?" tanya Diana lagi.Wajah Nur berubah sendu."Hp ku hilang Di." "Hilang? Ya udah yuk pulang du
Retina Nur terpaku pada bias Indah dari wujud pria yang bernama Gewa itu. Lalu, tersadar oleh pertanyaan iseng yang Gewa lemparkan kepadanya."Ngomong - ngomong kita selalu bertemu secara tidak sengaja ya Nur? hehe..." tanya Gewa. Beberapa menit setelah pertemuan tadi, kini dia sudah duduk di kursi kosong tepat di depan Nur."Iya. Apa jangan - jangan kamu buntuti aku terus ya? haha... enggak deh bercanda." kata Nur sembari tertawa.Setelah semua masalah yang Nur hadapi, baru kali ini Nur tertawa lewas. Seakan ia lupa atas semua beban yang sedang di pikul pada pundaknya."Ah, mana berani aku buntuti istri orang." jawab Gewa. Gewa pun tertawa kecil, namun, tawa itu sangat terlihat ia paksakan.Nur sontak terdiam, lalu, termenung sejenak. Melihat ekspresi Nur, Gewa tahu bahwa Nur tak nyaman dengan jawaban darinya. Sehingga membuat Gewa jadi tak enak hati."Emm... Nur, aku salah ngomong ya? Ma.." Nur segera membuka mulutnya, dan memotong kalimat Gewa."Tidak Gew! Tidak usah minta maaf da
"Apa kamu sudah merasa senang dan merasa bebas sekarang? Apa kamu merasa bangga menjadi janda di usia semuda ini?" bunyi pertanyaan ibu Nur yang tiba - tiba saja ia lontarkan kepada putrinya yang malang.Nur masih hanyut dengan tangisnya, ia tak ingin mendengar ataupun menjawab pertanyaan - pertanyaan ibunya yang semakin melukai hati Nur.Sedangkan bapak terduduk kaku, menatap Nur yang tak berdaya. Ada rasa kecewa di hati bapak. Bapak marah, namun, di satu sisi bapak tak tega melihat keadaan dan situasi putrinya yang sulit dan telah menjadi berantakan."Memalukan! Karena ulahmu, semua anggota keluarga kami harus menanggung malu!" imbuh ibu Nur.Nur yang mendenger hal itu, sontak menatap tajam mata ibunya, lalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih duduk di ruang tamu. "Hei! orang tuamu belum selesai bicara!" bentak ibu Nur."Buk, sudah buk." kata bapak menenangkan ibu, lalu bapak pun berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Nur mengambil kunci motornya yang ada di kamar lalu bergeg
Suasana pada pagi ini begitu cerah. Namun, tidak dengan suasana hati Nur. Hatinya berdebar, tubuhnya sedikit gemetar. Sebentar lagi Ummi, Abi, dan mas Danung akan kembali mendatangi rumahnya. Lebih tepatnya menemui Nur, untuk mencari penyelesaian dari bab permasalahan rumah tangga Nur dan mas Danung yang tak kunjung tamat. Selesai Nur mandi, dia ingin mengambil ponsel yang tadinya ia simpan di kasur, tapi sekarang ponselnya sudah tidak ada."Kemana ponsel ku?" gumam batin Nur.Nur mengingat - ingat kembali dimana ia meletakkan ponselnya sebelum ia pergi mandi. Padahal ia ingat betul bahwa ia meletakkan ponselnya di atas kasurnya.Ia cari - cari di laci make up dan di meja samping ranjangnya pun tak ada. Nur kebingungan. Nur mencurigai bapak, bahwa mungkin saja bapak mengambil ponselnya lagi.Belum tuntas kebingungan Nur, ada suara salam dari teras rumah.Suara yang tak asing di telinga Nur, yaitu suara Ummi.Nur menarik napas dalam - dalam, lalu men
Sepasang mata mas Danung mendelik, menatap Nur dengan penuh kemarahan. Lalu yang membuat Nur semakin tak enak hati adalah tatapan kecewa kedua mertuanya. Nur menundukkan kepalanya, sebab ia merasa malu.Abi memberi isyarat dengan arahan tangannya, menyuruh Nur untuk duduk di kursi kosong samping mas Danung. Karena sedari tadi ia memang berdiri saja."Jadi, bagaimana Nur?" tanya Abi mengawali pembicaraan.Nur masih terdiam sembari menundukkan kepala. Sama hal nya dengan mas Danung, ia tak berbicara sekecap pun."Waktu itu sebelum penentuan pernikahan kalian, bukankah Abi sudah bertanya 'apakah pernikahan itu atas kemauan nak Nur sendiri atau atas dasar keterpaksaan?'. Lantas nak Nur sendiri yang menjawab bahwa pernikahan itu atas kemauan nak Nur. Tapi kenapa sekarang nak Nur malah seperti ini?" lanjut Abi.Dengan amat sangat berat Nur memberanikan diri untuk berkata sejujurnya pada kedua mertua."Sebelumnya Nur minta maaf Abi, Ummi. Saat
Tubuh Nur gemetaran. Keringat dingin pun membasahi pipinya. Ia memberanikan diri mengarahkan pisau ke pergelangan tangan kirinya. Belum sempat ia menggoreskan benda tajam itu ke tubuhnya sendiri, tiba - tiba seseorang menampik tangan kanan Nur.Seketika Nur shock.Seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Nur dan tampak membelalakkan mata itu adalah Ibu Nur.Ternyata sedari tadi Nur tak menyadari bahwa pintu kamarnya lupa tak ia tutup. Ibu yang tadinya berniat akan ke teras rumah pun harus berjalan melewati kamar Nur terlebih dahulu dan Ibu tak sengaja melihat anaknya akan melakukan hal bodoh itu.Syukurlah Ibu masih sempat mengetahuinya sebelum Nur benar - benar melakukannya.Ibu mengambil pisau yang terjatuh di atas lantai lalu melemparnya ke luar pintu kamar.Bunyi lemparan yang cukup keras pun membuat Nur kaget."Apa kamu sudah tidak waras?" tanya ibu dengan nada tinggi.Nur tak menjawab, hanya terdengar suara sese