Share

Chapter 4

Air mata tak henti - hentinya mengucur lancar ke pipi mulus Nur. Isak tangis berusaha ia tahan agar tak satu pun orang rumah mendengar. Dunia seakan runtuh. Dia mengingat kembali saat Gewa melamarnya kemarin, tapi kata - kata bapak tadi sore tiba - tiba terbesit di kapala. Memperparah luka batinnya. Seolah tak di beri jeda untuk menikmati kabar bahagia yang baru kemarin malam di bawa oleh Gewa, mendadak direnggut paksa oleh kedua orang tuanya sendiri. Betapa kecewanya Nur karena ibu dan bapak tidak mendukung pilihannya sendiri. Ini sudah zaman modern kenapa masih ada perjodohan seperti itu ?Namun seegois apapun mereka tetaplah orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan Nur dengan kasih sayang. 

Tangannya meraba-raba kasur, sedang mencari sesuatu. Gerakannya terhenti saat dia menemukan apa yang dia cari,yaitu sebuah ponsel. Dia menggeser layar ponselnya mencari nama kekasihnya. Ini belom terlalu larut, biasanya Gewa belum tidur jam segini. Dia juga belum balik ke perantauan, jatah liburnya masih 2 hari lagi. Segera dia menekan tombol panggilan setelah menemukan nama kekasihnya. Tak butuh waktu lama Gewa menjawab panggilan darinya. Nur yang masih sesenggukan hanya diam tak bergeming, hanya ada suara isakan, membuat Gewa semakin khawatir. Setelah diam selama beberapa menit akhirnya Nur berbicara walaupun terbata - bata. Dia mencoba memberanikan diri untuk menceritakan kepada Gewa segala hal yang telah terjadi. Gewa mematung, kaget, bingung, dan tentu dia sakit hati.seperti tersambar petir di malam hari. Mendengar apa yang dikatakan Nur membuat hatinya sangat berkecamuk. Walaupun sebenarnya sangat kecewa dia masih tetap berusaha menguatkan Nur yang sesenggukan sedari tadi, sebab tak tega mendengar kekasihnya menangis terisak. Dia juga berkata besok akan menemui kedua orang tua Nur untuk meyakinkan mereka bahwa dia akan segera menikahi putrinya itu. Bagaimana bisa dia membiarkan orang yang dicintai menikah dengan orang lain karena keterpaksaan ? Gewa terlihat gusar, dia tidak mau kehilangan wanitanya, tapi dia juga tidak yakin orang tua Nur akan memberikan mereka restu. Mengingat pertama kali pacaran saat Gewa bertamu ke rumah Nur, sikap orang tua Nur memang agak ketus padanya. Dari situ dia sudah tau bahwa mereka tidak menyukainya. Dia selalu berpikir mereka akan berubah perlahan - lahan, ternyata tidak. Mereka malah menghalangi hubungan Gewa dan Nur, bahkan tidak memberikan kedua pasangan ini ruang. Meskipun begitu ia tak rela jika hubungan yang sudah 1,5 tahun mereka jalani kandas begitu saja. Semoga jalannya jodoh masih berpihak pada pasangan nelangsa ini.

****

Seorang pria tengah memarkirkan sepeda motor matic di depan rumah Nur. Kakinya di langkahkan maju menuju pintu.

"Assalamualaikum" pria itu mengucapkan salam kepada pemilik rumah.

Dani dan Dana (adik kembar Nur) yang sedang asik menatap ponsel mereka akhirnya mendongakkan kepala ingin tahu siapa yang bertamu ke rumah.

"Waalaikumsalam" jawab mereka bebarengan.

"Eh ada mas Gewa. Mau ketemu mbak Nur ya mas ?Tapi mbak Nur kan belum pulang kerja mas.Ini kan baru jam tiga, mbak nur pulang kerja jam 5 sore mas" terang Dana kepada mas Gewa, dia berpikir seharusnya mas Gewa sudah tau jika mbaknya belum pulang kerja. Atau mungkin saja mas Gewa lupa.

"Oh, enggak kok dek, mas mau ketemu sama bapak bukan mbak Nur"  jawab Gewa.

Si kembar mempersilahkan Gewa duduk, sedangkan mereka memanggil bapaknya yang sedang merokok di halaman belakang rumah. Beberapa menit kemudian bapak menemui Gewa yang sedang duduk menunggunya. Melihat kedatangan bapak Gewa segera bangkit dari tempat duduk lalu bersalaman kepada bapak sebagai tanda penghormatan pada orang tua itu. Setelahnya, bapak mempersilahkan Gewa duduk kembali. Sikap bapak begitu dingin dan ketus terhadap Gewa.Tanpa basa - basi bapak langsung bertanya apa tujuan Gewa datang ke rumah menemuinya.

Dengan tenang Gewa menjelaskan tujuannya menemui  bapak. Dari raut wajah bapak sepertinya bapak sudah tau apa yang akan pria itu bicarakan padanya. Tapi dia tetap diam mendengarkan, untuk sedikit menghargai pria itu.

"Pak, saya akan langsung ke intinya saja. Saya ingin meminta ijin bapak untuk menikahi Nur. Kami saling mencintai, saya berjanji tidak akan mengecewakan atau menghianati Nur pak. Jadi, tolong berikan kami restu".

Bapak terdiam beberapa detik mendengarkan hal itu,lalu menyunggingkan bibirnya masam.

"Pertama, Nur sudah dijodohkan dengan pria pilihan kami. Kedua, restu kami tidak akan berpihak kepadamu. Calon suami Nur ini pria yang baik.Nur akan bahagia menikah dengannya. Pria itu sangat mencintai Nur. Saya minta relakan Nur, lepaskan dia. Jangan pernah berhubungan lagi dengan Nur!"  pinta bapak, mungkin lebih tepatnya memberi perintah.

"Seharusnya bapak sudah tahu kalau Nur hanya mencintai saya. Mengertilah pak, Nur tidak akan bahagia dengan pernikahannya. Dia..."(belum selesai Gewa berbicara bapak menyela)   

"Tahu apa kamu tentang kebahagiaan Nur ?memangnya kamu siapa ? Saya sebagai orang tuanya lebih tahu apa yang terbaik buat Nur ! Sudah! Keputusan saya sudah bulat.  Nur akan segera menikah,jadi tolong jangan ganggu dia lagi!. Sekarang lebih baik kamu pulang!" bapak mengusir gewa. Urat - urat mengapung di kulit leher, pertanda dia sedang marah.

Gewa yang di usir segera mengangkat kaki dari rumah itu. Jelas dia merasa sakit hati. Cinta dan ketulusan yang dia berikan ke putrinya disia - siakan. Jika saja bukan orang tua, ingin sekali menyumpal mulut pedas itu.Merelakan katanya ? Apa dia pikir akan semudah itu?Apa dia pikir hubungan yang selama ini mereka jalani hanya main - main ? Sungguh Gewa merasakan patah - sepatah - patahnya.

Apakah ini akhir perjuangan Gewa untuk Nur?

Lanjut ke chapter berikutnya ya teman-teman!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status