Malam semakin pekat, seorang putra dan kedua orang tua renta itu masih betah mengobrol. Sepertinya obrolan yang cukup serius, ketiganya saling memandang dan bersahut - sahutan.
Pak Kyai: Jadi, gimana mas?Danung : Apanya bi?(Danung pura - pura tidak mengerti apa yang di maksud, padahal sebenarnya dia sudah tau maksud abinya karena sering kali abi menanyakan pertanyaan yang sama)Pak kyai: Umur kamu sudah 35 loh nak, sampai kapan kamu mau melajang? Apa kamu tidak ingin membina rumah tangga seperti teman-temanmu? Setiap gadis yang Abi dan Ummi pilihkan selalu kamu tolak. Kamu mau yang seperti apa Nak ?Danung : Sebenarnya ada satu wanita yang Danung suka bi.Pak Kyai: Siapa nak? coba katakan ke Abi. (Pak kyai pastinya penasaran siapa wanita yang dimaksud putranya).Danung : Danung sudah lama menaruh hati pada Nur, Danung cuma mau menikah sama Nur, bi,ummi.Ummi : Nur putrinya Pak Abdul, depan rumah?(Ummi yang sedari tadi hanya menyimak mereka menyahuti putranya).Danung: Inggih mi.Pak Kyai: Ya sudah, besok pagi Abi akan menemui pak Abdul dan bu Aminah untuk membicarakan niat baik ini. Niat yang baik lebih bagus jika disegerakan.Entah bagaimana reaksi Nur jika mengetahui niatan mas Danung untuk menikahinya. Sedangkan Gewa juga akan melamarnya bulan depan. Keadaan semakin rumit setelah pak Kyai menemui pak Abdul tadi pagi. Nur yang sudah berangkat bekerja tidak tahu menahu akan hal ini. Kedua orang tua Nur merasa terhormat karena akan berbesanan dengan pak Kyai. Tanpa meminta ijin putrinya mereka langsung mengiyakan niat baik pak Kyai. Dan tanpa memikirkan perasaan Nur pula mereka merasa berhak memilihkan apa pun yang terbaik untuk Nur, tak terkecuali jodoh. Sepulang kerja bapak meminta Nur untuk segera bebersih diri karena bapak ingin membicarakan hal penting. Tentu saja tentang niat kedatangan pak Kyai tadi pagi. Nur mendekat ke arah bapak dan ibu yang sedang duduk di depan tv. Bapak mengatakan apa yang terjadi tadi pagi. Nur yang kaget mendengar penjelasan dari bapak spontan memelototkan matanya ke arah bapak.
"Apa pak? Nur nggak salah dengar pak?" Nur memastikan, berharap yang dia dengar itu tidak benar.Bapak memandang ibu lalu menjelaskan semuanya kepada Nur, secara perlahan."Kamu nggak salah dengar nak, tadi pagi pak Kyai datang kerumah untuk membicarakan niat baiknya" terang bapak."Pak! Nur ini sudah punya pacar pak, bapak ibu juga sudah tau kan? Gewa bilang ke Nur sebentar lagi dia akan melamar Nur" ekspresi sedih tertanam di raut wajah Nur."Nur, bapak dan ibuk ingin yang terbaik buat kamu. Mas Danung itu pria baik loh Nur, dia putra seorang Kyai. Pasti mas Danung lebih sanggup membimbing kamu, dia lebih pantas jadi suami kamu di bandingkan Gewa Nur. Apa kamu nggak mau melihat bapak dan ibu ini bahagia? Kami juga mau melihat kamu bahagia, maka dari itu kami menikahkan kamu dengan pria yang kami kenal baik dan sudah jelas bibit, bobot, bebetnya." bapak berusaha meyakinkan Nur."Seharusnya kamu senang Nur. Pak kyai bilang mas Danung ini cuma mau menikah sama kamu, sudah beberapa gadis yang pak kyai pilihkan ditolak oleh. Bayangkan betapa cintanya mas Danung sama kamu nak, dia pasti akan setia. Kita semua mengenal mereka, mereka berasal dari keluarga baik - baik. Ketika nantinya kamu menikah kamu juga tidak perlu bingung tinggal dirumah mertua atau pun dirumah ini, karena rumah kita kan berdekatan nak. Kalian juga sama-sama saling kenal. Mas Danung juga lebih tampan dari Gewa. Dia pria yang bertanggung jawab". Ibu menambahkan berharap Nur mengerti.Bagaimana bisa kedua orang tuanya membanding - bandingkan kekasihnya dengan orang lain?Jelas-jelas Nur mengenal baik sikap Gewa. Ada perasaan kecewa di hatinya. Dadanya sesak seperti tersumbat sesuatu, tenggorokannya terasa kering, matanya menahan genangan air yang sudah sedari tadi ingin membanjiri pipi.Dia hanya diam, tak tau harus berkata apa. Dia tidak bisa menolak perintah kedua orang tua nya. Tapi disatu sisi rasa cintanya terhadap Gewa begitu besar, apakah dia sanggup mengakhiri hubungannya? Yang orang tuanya tak tahu adalah Gewa juga pria baik,dia juga sangat mencintai Nur. Selama ini Gewa tidak pernah menyakiti Nur. Tapi, apakah kedua orang tua Nur mau mengerti? Karena saat ini menjadi besan seorang kyai adalah obsesi mereka. Baru kemarin malam dia begitu bahagia mendengar bahwa pujaan hatinya akan segera melamar, sekarang dia harus merasakan sedih yang teramat. Entahlah, perasaannya saat ini sedang campur aduk, sampai - sampai tidak bisa ia gambarkan.Pikirannya melayang kemana-mana. Didalam kepalanya terdapat banyak pertanyaan - pertanyaan yang belum diketahui jawabannya."Apakah Gewa akan membenciku setelah mengetahui perjodohan ini? Apakah aku bisa melupakan Gewa?Apakah aku bisa hidup dengan orang yang tidak kucinta? Apakah aku bisa mencintai mas Danung sebagai suamiku nanti? Apakah aku akan bahagia?"Sungguh dia tidak akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan - pertanyaan itu sebelum dia maju untuk melewatinya.Kira-kira Gewa akan berusaha mempertahankan hubungan mereka atau malah menyerah untuk memperjuangkannya ya? Ada yang relate sama kisah Nur nggak ? :(
Jarum jam bertengger tepat di angka empat. Nur masih menunggu di depan gerbang toko buku, tempat Diana bekerja, dan merupakan bekas tempat kerja Nur dulu. Tak lama kemudian, nampak para karyawati yang melangkahkan kaki keluar dari toko yang besar itu. Tentu saja, itu toko buku terbesar di kota ini.Di sana juga terlihat Bela yang sedang terburu - buru keluar dari toko."Hey, Nur!" sapa Bela."Eh, Bela. Diana belum keluar ya?" tanya Nur."Tadi sih Diana masih ngambil tasnya di loker. Mungkin bentar lagi keluar kok." jawab Bela.Bela menengok ke belakang, ke pintu keluar toko. Dan benar saja, Diana baru saja melangkahkan kaki keluar dari toko itu."Tuh Diana. Ya udah, aku duluan ya Nur." Nur mengangguk sembari tersenyum.Pandangan Nur beralih ke arah Diana yang semakin mendekat ke arahnya. "Nur, kamu ngapain di sini?" tanya Diana."Aku nungguin kamu Di." jawab Nur."Kok nggak ngabarin dulu?" tanya Diana lagi.Wajah Nur berubah sendu."Hp ku hilang Di." "Hilang? Ya udah yuk pulang du
Retina Nur terpaku pada bias Indah dari wujud pria yang bernama Gewa itu. Lalu, tersadar oleh pertanyaan iseng yang Gewa lemparkan kepadanya."Ngomong - ngomong kita selalu bertemu secara tidak sengaja ya Nur? hehe..." tanya Gewa. Beberapa menit setelah pertemuan tadi, kini dia sudah duduk di kursi kosong tepat di depan Nur."Iya. Apa jangan - jangan kamu buntuti aku terus ya? haha... enggak deh bercanda." kata Nur sembari tertawa.Setelah semua masalah yang Nur hadapi, baru kali ini Nur tertawa lewas. Seakan ia lupa atas semua beban yang sedang di pikul pada pundaknya."Ah, mana berani aku buntuti istri orang." jawab Gewa. Gewa pun tertawa kecil, namun, tawa itu sangat terlihat ia paksakan.Nur sontak terdiam, lalu, termenung sejenak. Melihat ekspresi Nur, Gewa tahu bahwa Nur tak nyaman dengan jawaban darinya. Sehingga membuat Gewa jadi tak enak hati."Emm... Nur, aku salah ngomong ya? Ma.." Nur segera membuka mulutnya, dan memotong kalimat Gewa."Tidak Gew! Tidak usah minta maaf da
"Apa kamu sudah merasa senang dan merasa bebas sekarang? Apa kamu merasa bangga menjadi janda di usia semuda ini?" bunyi pertanyaan ibu Nur yang tiba - tiba saja ia lontarkan kepada putrinya yang malang.Nur masih hanyut dengan tangisnya, ia tak ingin mendengar ataupun menjawab pertanyaan - pertanyaan ibunya yang semakin melukai hati Nur.Sedangkan bapak terduduk kaku, menatap Nur yang tak berdaya. Ada rasa kecewa di hati bapak. Bapak marah, namun, di satu sisi bapak tak tega melihat keadaan dan situasi putrinya yang sulit dan telah menjadi berantakan."Memalukan! Karena ulahmu, semua anggota keluarga kami harus menanggung malu!" imbuh ibu Nur.Nur yang mendenger hal itu, sontak menatap tajam mata ibunya, lalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih duduk di ruang tamu. "Hei! orang tuamu belum selesai bicara!" bentak ibu Nur."Buk, sudah buk." kata bapak menenangkan ibu, lalu bapak pun berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Nur mengambil kunci motornya yang ada di kamar lalu bergeg
Suasana pada pagi ini begitu cerah. Namun, tidak dengan suasana hati Nur. Hatinya berdebar, tubuhnya sedikit gemetar. Sebentar lagi Ummi, Abi, dan mas Danung akan kembali mendatangi rumahnya. Lebih tepatnya menemui Nur, untuk mencari penyelesaian dari bab permasalahan rumah tangga Nur dan mas Danung yang tak kunjung tamat. Selesai Nur mandi, dia ingin mengambil ponsel yang tadinya ia simpan di kasur, tapi sekarang ponselnya sudah tidak ada."Kemana ponsel ku?" gumam batin Nur.Nur mengingat - ingat kembali dimana ia meletakkan ponselnya sebelum ia pergi mandi. Padahal ia ingat betul bahwa ia meletakkan ponselnya di atas kasurnya.Ia cari - cari di laci make up dan di meja samping ranjangnya pun tak ada. Nur kebingungan. Nur mencurigai bapak, bahwa mungkin saja bapak mengambil ponselnya lagi.Belum tuntas kebingungan Nur, ada suara salam dari teras rumah.Suara yang tak asing di telinga Nur, yaitu suara Ummi.Nur menarik napas dalam - dalam, lalu men
Sepasang mata mas Danung mendelik, menatap Nur dengan penuh kemarahan. Lalu yang membuat Nur semakin tak enak hati adalah tatapan kecewa kedua mertuanya. Nur menundukkan kepalanya, sebab ia merasa malu.Abi memberi isyarat dengan arahan tangannya, menyuruh Nur untuk duduk di kursi kosong samping mas Danung. Karena sedari tadi ia memang berdiri saja."Jadi, bagaimana Nur?" tanya Abi mengawali pembicaraan.Nur masih terdiam sembari menundukkan kepala. Sama hal nya dengan mas Danung, ia tak berbicara sekecap pun."Waktu itu sebelum penentuan pernikahan kalian, bukankah Abi sudah bertanya 'apakah pernikahan itu atas kemauan nak Nur sendiri atau atas dasar keterpaksaan?'. Lantas nak Nur sendiri yang menjawab bahwa pernikahan itu atas kemauan nak Nur. Tapi kenapa sekarang nak Nur malah seperti ini?" lanjut Abi.Dengan amat sangat berat Nur memberanikan diri untuk berkata sejujurnya pada kedua mertua."Sebelumnya Nur minta maaf Abi, Ummi. Saat
Tubuh Nur gemetaran. Keringat dingin pun membasahi pipinya. Ia memberanikan diri mengarahkan pisau ke pergelangan tangan kirinya. Belum sempat ia menggoreskan benda tajam itu ke tubuhnya sendiri, tiba - tiba seseorang menampik tangan kanan Nur.Seketika Nur shock.Seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Nur dan tampak membelalakkan mata itu adalah Ibu Nur.Ternyata sedari tadi Nur tak menyadari bahwa pintu kamarnya lupa tak ia tutup. Ibu yang tadinya berniat akan ke teras rumah pun harus berjalan melewati kamar Nur terlebih dahulu dan Ibu tak sengaja melihat anaknya akan melakukan hal bodoh itu.Syukurlah Ibu masih sempat mengetahuinya sebelum Nur benar - benar melakukannya.Ibu mengambil pisau yang terjatuh di atas lantai lalu melemparnya ke luar pintu kamar.Bunyi lemparan yang cukup keras pun membuat Nur kaget."Apa kamu sudah tidak waras?" tanya ibu dengan nada tinggi.Nur tak menjawab, hanya terdengar suara sese