Share

Chapter 3

Malam semakin pekat, seorang putra dan kedua orang tua renta itu masih betah mengobrol. Sepertinya obrolan yang cukup serius, ketiganya saling memandang dan bersahut - sahutan.

Pak Kyai: Jadi, gimana mas?

Danung : Apanya bi?

(Danung pura - pura tidak mengerti apa yang di maksud, padahal sebenarnya dia sudah tau maksud abinya karena sering kali abi menanyakan pertanyaan yang sama)

Pak kyai: Umur kamu sudah 35 loh nak, sampai kapan kamu mau melajang? Apa kamu tidak ingin membina rumah tangga seperti teman-temanmu? Setiap gadis yang Abi dan Ummi pilihkan selalu kamu tolak. Kamu mau yang seperti apa Nak ?

Danung : Sebenarnya ada satu wanita yang Danung suka bi.

Pak Kyai: Siapa nak? coba katakan ke Abi. (Pak kyai pastinya penasaran siapa wanita yang dimaksud putranya).

Danung : Danung sudah lama menaruh hati pada Nur, Danung cuma mau menikah sama Nur, bi,ummi.

Ummi    : Nur putrinya Pak Abdul, depan rumah?

(Ummi yang sedari tadi hanya menyimak mereka menyahuti putranya).

Danung: Inggih mi.

Pak Kyai: Ya sudah, besok pagi Abi akan menemui pak Abdul dan bu Aminah untuk membicarakan niat baik ini. Niat yang baik lebih bagus jika disegerakan.

Entah bagaimana reaksi Nur jika mengetahui niatan mas Danung untuk menikahinya. Sedangkan Gewa juga akan melamarnya bulan depan. Keadaan semakin rumit setelah pak Kyai menemui pak Abdul tadi pagi. Nur yang sudah berangkat bekerja tidak tahu menahu akan hal ini. Kedua orang tua Nur merasa terhormat karena akan berbesanan dengan pak Kyai. Tanpa meminta ijin putrinya mereka langsung mengiyakan niat baik pak Kyai. Dan tanpa memikirkan perasaan Nur pula mereka merasa berhak memilihkan apa pun yang terbaik untuk Nur, tak terkecuali jodoh. Sepulang kerja bapak meminta Nur untuk segera bebersih diri karena bapak ingin membicarakan hal penting. Tentu saja tentang niat kedatangan pak Kyai tadi pagi. Nur mendekat ke arah bapak dan ibu yang sedang duduk di depan tv. Bapak mengatakan apa yang terjadi tadi pagi. Nur yang kaget mendengar penjelasan dari bapak spontan memelototkan matanya ke arah bapak.

"Apa pak? Nur nggak salah dengar pak?" Nur memastikan, berharap yang dia dengar itu tidak benar.

Bapak memandang ibu lalu menjelaskan semuanya kepada Nur, secara perlahan.

"Kamu nggak salah dengar nak, tadi pagi pak Kyai datang kerumah untuk membicarakan niat baiknya" terang bapak.

"Pak! Nur ini sudah punya pacar pak, bapak ibu juga sudah tau kan? Gewa bilang ke Nur sebentar lagi dia akan melamar Nur" ekspresi sedih tertanam di raut wajah Nur.

"Nur, bapak dan ibuk ingin yang terbaik buat kamu. Mas Danung itu pria baik loh Nur, dia putra seorang Kyai. Pasti mas Danung lebih sanggup membimbing kamu, dia lebih pantas jadi suami kamu di bandingkan Gewa Nur. Apa kamu nggak mau melihat bapak dan ibu ini bahagia? Kami juga mau melihat kamu bahagia, maka dari itu kami menikahkan kamu dengan pria yang kami kenal baik dan sudah jelas bibit, bobot, bebetnya." bapak berusaha meyakinkan Nur.

"Seharusnya kamu senang Nur. Pak kyai bilang mas Danung ini cuma mau menikah sama kamu, sudah beberapa gadis yang pak kyai pilihkan ditolak oleh. Bayangkan betapa cintanya mas Danung sama kamu nak, dia pasti akan setia. Kita semua mengenal mereka, mereka berasal dari keluarga baik - baik. Ketika nantinya kamu menikah kamu juga tidak perlu bingung tinggal dirumah mertua atau pun dirumah ini, karena rumah kita kan berdekatan nak. Kalian juga sama-sama saling kenal. Mas Danung juga lebih tampan dari Gewa. Dia pria yang bertanggung jawab". Ibu menambahkan berharap Nur mengerti.

Bagaimana bisa kedua orang tuanya membanding - bandingkan kekasihnya dengan orang lain?Jelas-jelas Nur mengenal baik sikap Gewa. Ada perasaan kecewa di hatinya. Dadanya sesak seperti tersumbat sesuatu, tenggorokannya terasa kering, matanya menahan genangan air yang sudah sedari tadi ingin membanjiri pipi.

Dia hanya diam, tak tau harus berkata apa. Dia tidak bisa menolak perintah kedua orang tua nya. Tapi disatu sisi rasa cintanya terhadap Gewa begitu besar, apakah dia sanggup mengakhiri hubungannya? Yang orang tuanya tak tahu adalah Gewa juga pria baik,dia juga sangat mencintai Nur. Selama ini Gewa tidak pernah menyakiti Nur. Tapi, apakah kedua orang tua Nur mau mengerti? Karena saat ini menjadi besan seorang kyai adalah obsesi mereka. Baru kemarin malam dia begitu bahagia mendengar bahwa pujaan hatinya akan segera melamar, sekarang dia harus merasakan sedih yang teramat. Entahlah, perasaannya saat ini sedang campur aduk, sampai - sampai tidak bisa ia gambarkan.

Pikirannya melayang kemana-mana. Didalam kepalanya terdapat banyak pertanyaan - pertanyaan yang belum diketahui jawabannya.

"Apakah Gewa akan membenciku setelah mengetahui perjodohan ini? Apakah aku bisa melupakan Gewa?Apakah aku bisa hidup dengan orang yang tidak kucinta? Apakah aku bisa mencintai mas Danung sebagai suamiku nanti? Apakah aku akan bahagia?"

Sungguh dia tidak akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan - pertanyaan itu sebelum dia maju untuk melewatinya.

Kira-kira Gewa akan berusaha mempertahankan hubungan mereka  atau malah menyerah untuk memperjuangkannya ya? Ada yang relate sama kisah Nur nggak ? :(

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status