Nur yang baru saja memasuki pintu rumah teriak-teriak memanggil bapak, mencari keberadaannya. Namun yang dia temukan malah ibunya yang sedang mencuci piring di dapur.
"Ada apa sih Nak?baru datang kok teriak - teriak ?" tanya ibu.
"Bapak mana buk ?"
"Bapak lagi mandi, ada apa Nur?" mengulangi lagi pertanyaan ibu yang sedari tadi tidak mendapat jawaban dari Nur.Ibu bingung dengan putrinya, baru saja pulang kerja tiba - tiba emosi.
"Ya sudah, aku tunggu bapak aja buk" masih tidak menjawab pertanyaan ibu.
"Ada apa Nur ?" bapak sedari tadi mendengar Nur sedang memanggil - manggilnya, karena jarak antara dapur dan kamar mandi cuma sekitar 2 meter. Maklum saja memang rumah mereka tidak besar.
Nur yang mengetahui kemunculan bapaknya langsung melemparkan pertanyaan dengan nada tinggi. "Tadi Gewa datang ke rumah terus bapak usir pak?"
"Oh, anak itu mengadu rupanya? hehm!" bapak tersenyum kecut lalu memalingkan wajahnya.
"Bapak itu cuma nggak enak sama calon mertua kamu Nur. Rumah mereka tepat di depan rumah kita. Kalau salah satu dari mereka ada yang tahu bagaimana? Jadi terlihat nggak baik kan ? Anak gadis sudah punya calon suami kok masih di datangi pria lain. Mengertilah sedikit nak."
Pandai sekali orang tua ini membuat alasan.Mendengar hal yang dikatakan bapak, mata Nur langsung melotot tajam menyorot wajah bapak. Dia seperti tersulut api,ingin rasanya dia mengobrak - abrik seluruh isi rumah.
"Apa bapak bilang? mengerti pak?! bapak sendiri nggak bisa ngertiin Nur. Apa tadi ? Nggak enak dan gimana kalo mereka sampai tahu ? sekalian pak, biarin dibatalin pernikahan ini!Nur muak!"
"Nur!" bentak bapak. Tangannya mengayun ke pipi Nur. Belum sempat telapak tangan itu mendarat tiba-tiba bapak terjatuh ke lantai.
Bapak kesakitan menahan napasnya yang sesak. Penyakit asma bapak kambuh.
Ibu yang dari tadi hanya diam gusar menyimak perdebatan anak dan bapak itu segera memberikan pertolongan ke bapak. Nur pun spontan ikut menolong bapak,raut wajah mereka begitu khawatir. Ibu memanggil si kembar yang sedang asik main game di teras untuk membantu mengangkat bapak, karena tenaga 2 wanita itu tak cukup kuat.Bising suara lantang seorang wanita memenuhi kamar sempit tempat bapak terbaring. Suara itu adalah milik ibu, di tujukan pada Nur yang malang.
Dengan alis yang berdempetan dan mata tajam menyorot manik bola mata putrinya, pertanda ia sedang marah.Kejadian yang menimpa bapak membuat ibu menyalahkan Nur, menyebutnya sebagai penyebab kambuhnya penyakit bapak. Kedua adik hanya diam berdiri di samping ranjang bapak, prihatin melihat mbaknya yang hanya bisa menunduk pasrah ketika di marahi ibu, tidak sekalipun mereka melihat mbak Nur membantah apa yang dikatakan ibu kepadanya. Walau tanpa di salahkan pun sebenarnya Nur sangat merasa bersalah dan menyesal telah berdebat sampai sempat membentak bapak. Dalam hatinya berulangkali ia memaki dirinya sendiri.Memang benar asma bapak kambuh karena hal itu. Nur bukannya tak sayang bapak, justru dia sangat menyayangi bapak, ibu juga. Tapi saat amarahnya sedang memuncak dia tidak bisa mengendalikan emosi, beberapa hari ke belakang dia berusaha menahan emosinya yang sedang acak - acakan. Memendam rasa sedihnya seorang diri.Keadaan bapak sudah membaik setelah minum obat. Tapi bapak masih merasa kecewa terhadap sikap Nur, berani pada orang tua hanya karena membela pria bernama Gewa. Bapak memalingkan wajah, enggan menatap putrinya yang sedang berdiri disampingnya. Bapak juga hanya diam sedari tadi, bahkan ketika dia tahu baru saja ibu memarahi Nur. Padahal biasanya bapak yang membela Nur saat Nur sedang dimarahi Ibu.
Diamnya bapak padanya membuat Nur semakin sedih.Nur tak tahan menanggung rasa bersalahnya lebih lama lagi, dengan berbesar hati dia mengkesampingkan ego dan perasaannya sendiri demi bapak dan ibu.
Dia berpikir selama ini orang tuanya memang tidak pernah menuntut apapun dari dia. Mungkin ini adalah waktu baginya untuk berbakti membalas kasih sayang kedua orang tuanya, dengan menuruti kemauan mereka. Dia tidak mau menjadi anak durhaka.Nur mendekat pada bapak,meraih tangan bapak untuk meminta maaf atas apa yang sudah dia perbuat pada bapak. Tak ingin menjadi penyebab kedua orang tuanya bersedih bahkan sampai sakit lagi, dengan berat hati Nur akhirnya bertekad melepaskan pria pujaan hatinya,Gewa dan dia berkata pada bapak bahwa dia akan mencoba ikhlas menerima perjodohannya dengan mas Danung. Cintanya pada bapak dan ibu kandungnya sendiri memang harusnya lebih besar dari pada cintanya pada pria yang baru 3 tahun dia temui.Raut wajah bapak dan ibu seketika berubah berseri, mendengar apa yang ingin mereka dengar dari mulut putrinya. Walau sebernarnya tanpa persetujuan putrinya mereka akan tetap menjodohkannya dengan putra pak kyai itu. Ya, memang faktanya dia tega mengorbakankan hati putrinya hanya untuk kehendaknya yang selalu digadang - gadang adalah menjadi pilihan terbaik dari pada apa yang di pilih putrinya sendiri.Nur sudah pasrah dengan takdir kedepannya. Apapun yang terjadi akan dia jalani.Bapak menghela napasnya pelan.
"Bapak dan ibu senang kamu sudah legowo. Besok mas danung balik kampung, sepulang kamu kerja mas Danung dan kedua orang tuanya akan datang ke rumah untuk menentukan tanggal pernikahan kalian" terang bapak.Perkataan bapak tak membuat Nur bersuara, hanya mengangguk lemah mengiyakan.
Dengan hatinya yang penuh beban, segala yang terjadi sudah ia pasrahkan pada Tuhan. Biar jalan takdir yang menuntunnya.Kita buktikan yuk! Pilihan siapa yang lebih tepat? Apakah mas Danung benar-benar pria yang tepat untuk Nur ?
Lanjut chapter berikutnya ya guys!
Waktu begitu cepat, ayam berkokok menandakan hari kembali berganti pagi. Setelah menghabiskan menu sarapan dia buru - buru mengaktifkan motor kesayangannya melaju ke arah tempat dia bekerja. Nur terlihat tidak bersemangat hari ini.Ketika toko sepi, Diana menghampiri Nur sedang merapikan buku yang berantakan di etalase, akibat tangan ceroboh para pelanggan toko ketika sedang memilah - milah buku yang mereka cari."Nur!" panggil Diana.Hening tak ada sahutan dari sabatnya.Tangan Nur memang sedang bekerja menata buku - buku yang berjejeran itu, tapi pikirannya seperti melayang entah ke mana. Terlihat jelas bahwa dia sedang bengong, dan tampak kacau."Nuurrr!" Panggilnya sekali lagi dengan suara yang lebih keras dari pada sebelumnya."Hisss apa sih Di teriak - teriak ?" Nur menoleh ke kanan menatap Diana yang tanpa dia sadari ternyata sudah berdiri di sampingnya sedari tadi.Diana mendengus kesal."Ya habis kamu aku panggil dari ta
Tidak ada yang tahu apa yang Nur rasakan saat ini.Menangis pun sudah tidak bisa, air matanya enggan keluar dari penampungan.Diingatnya kembali momen - momen indah bersama Gewa. Ketika hanya Gewa yang merangkulnya saat ia sedih. Ketika hanya Gewa yang mengerti perasaannya.Gewa itu ibarat rumah, tempatnya berpulang, tempatnya bersandar, tempatnya untuk beristirahat, juga berkeluh kesah.Sekarang Nur sudah kehilangan rumahnya.Mimpi dan rencana - rencana yang sudah mereka susun bersama hancurlah kini.Terlepas dari lamunan, wajahnya beralih menatap pintu kamar yang lupa tidak ia tutup, beradu pandang dengan ibu yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu kamarnya.Ibu mengayunkan kakinya perlahan mendekati anaknya yang sedang terbaring lemas.Mengambil posisi duduk disamping Nur, di usapnya lembut puncak kepala putrinya itu."Ibu dan Bapak berharap kamu akan bahagia dengan pernikahan ini Nur. Sungguh tidak ada orang tua
"Nggak Gew! Kamu kira pernikahan kita akan bahagia tanpa restu orang tua? tidak akan. Aku sudah janji ke bapak dan ibu untuk menuruti perintah mereka. Aku nggak mau jadi anak durhaka Gew!." Nur mengeraskan suaranya menolak ajakan mantan kekasihnya.(Apakah menurut Gewa pernikahan itu sepele sehingga dengan seenaknya dia mengajak Nur kawin lari. Menikah bukan hanya menyatukan pasangan, antara laki - laki dan perempuan saja, tapi juga menyatukan keluarga kedua belah pihak)."Kita masih bisa berteman Gew! Aku harap kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari aku. Maafkan aku. Tidak sedikitpun aku membencimu, ku harap kamu juga tidak membenciku atas keputusan yang sudah aku ambil" pungkas Nur sebelum dia menyeka air matanya lalu pergi meninggalkan pria yang duduk termenung dengan mata yang berkaca - kaca itu.***Kata umpatan bertubi - tubi nyaring terdengar dari sebuah kamar yang gelap.Beberapa botol alkohol berjejeran di lantai secara a
Melihat putrinya yang lemas membuat ibu sangat khawatir. Segera ibu memanggil bapak. Bapak pun tentu ikut khawatir, ia langsung buru - buru menelpon bidan yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah pasien.Dalam waktu kurang lebih 45 menitan akhirnya bidan itu datang ke rumah Nur.Seiring pemeriksaan, ibu dan bapak harus menunggu di luar kamar. Membiarkan bu bidan fokus memeriksa Nur."Bagaimana ini buk? Padahal 2 hari lagi Nur akan menikah tapi malah jatuh sakit"bapak dan ibu menunggu hasil pemeriksaan dengan hati yang tidak tenang. Risau mengkhawatirkan keadaan calon pengantin itu.Tak butuh waktu lama bidan selesai memeriksa Nur.Krieeetttt!!!Bunyi pintu kamar Nur terbuka.Ibu dan bapak langsung menghampiri bidan yang baru melangkah keluar dari pintu kamar Nur."Gimana kondisi anak kami bu ?" tanya ibu Nur, dia terlihat begitu gelisah."Bapak dan ibu tidak usah khawatir, Putri bapak dan ibu tidak apa - apa.
Acara ijab qobul akhirnya selesai, di lanjut resepsi yang terbilang lumayan mewah, digelar di rumah mas Danung. Keluarga mas danung memang terkenal cukup berada di kampung itu. Mungkin hal ini lah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan orang tua Nur untuk menerima lamaran mas Danung.Sepanjang acara resepsi Nur hanya terdiam dan sesekali tersenyum ketika ada tamu undangan yang menyalami mereka untuk memberikan ucapan selamat.Melihat Nur seperti itu mas Danung berpikir mungkin Nur masih tidak enak badan, karena istrinya sempat sakit 2 hari yang lalu."Kamu bener - bener sudah sehat Nur?" tanya mas Danung lembut pada Nur."Sudah kok" jawab Nur datar."Terus kenapa kamu diam aja Nur?" tanya mas Danung lagi."Nur gapapa mas,cuma capek" Nur meyakinkan mas Danung agar pria itu tidak mencoba bertanya - tanya lagi.Mas danung pun terdiam lalu kembali menyambut tamu undangan yang masih ramai berdatangan."Duh...
Ini pacar kamu kah Di?" jari ibunya menunjuk ke arah Gewa.(Note:Jari ibu dipakai untuk menunjuk agar lebih sopan)."Ehhhh...bukan mas. Ini tu..." (belum sempat Diana melanjutkan dialognya Gewa langsung memotongnya)"Aku temennya Nur, dan... temen Diana juga. Hehe.. Selamat ya atas pernikahan kalian"Gewa melirik ke arah Nur yang terlihat tegang sedari tadi, melihat pertemuan antara suami dan mantan pacarnya itu."Semoga kalian berbahagia" pungkas Gewa.Kemudian para tamu undangan sudah membuyarkan diri. Acara resepsi telah usai. Bumi kian menggelap pekat, detak jam dinding menggema di ruang yang sudah dihiasi bunga - bunga indah.Ini hari pertama Nur dan mas Danung sebagai suami istri, hari pertama Nur tinggal di rumah mertua, dan juga malam pertama mereka, malam yang dinanti sepasang anak manusia yang saling mencintai. Tapi, bagaimana dengan pasangan pengantin yang cintanya bertepuk sebelah tangan seperti
Mendengar kejujuran dari mulut Nur, mas Danung mencoba mendinginkan kepalanya.Memejamkan matanya, ditariknya napas dalam - dalam lalu dihembuskan, terdengar agak berat. Dia pun terdiam sejenak sambil menatap Nur dengan matanya yang sayu, yang malah membuat Nur merasa tidak enak setelah mengucapkan perkataan tadi."Nur apa alasan kamu menerima lamaran mas Danung waktu itu? Apakah bapak dan ibu memaksa kamu?" tanya mas Danung setelah dirinya sudah merasa lebih tenang."iya mas". Nur menundukkan kepalanya.Mas Danung meraih tangannya, membuat Nur mendongakkan kepalanya kembali, menatap suaminya."Tidak apa Nur, setidaknya kamu udah berkata jujur. Mas akan menunggu sampai Nur siap" ucap mas Danung membuat hati Nur yang sesak terasa lebih lega."Terima kasih mas" pungkas Nur sebelum akhirnya mereka sama - sama terlelap.***Nur bangun pagi - pagi sekali, lalu melangkah ke dapur untuk membantu Ummi yang sedang memasak."Eehh pe
Nur sedang rebahan dikamar tidurnya sembari memainkan ponsel untuk menghilangkan rasa jenuhnya. Orang - orang di rumah itu sedang sibuk dengan aktifitasnya sendiri - sendiri, sedangkan Aisyah sudah balik ke pondok.Adanya Aisyah beberapa hari yang lalu membuat rasa jenuhnya lumayan hilang, usia mereka sebaya. Jadi pembicaraan atau obrolan mereka terbilang nyambung.Nur dan Aisyah sekelas pada saat duduk di bangku sd. Waktu itu mereka sangat dekat. Tapi ketika kenaikan kelas ke jenjang smp Aisyah melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren, sampai saat ini. Mereka sangat jarang bertemu, jadi setelah itu pertemanan mereka agak merenggang. Dan lucunya sekarang mereka malah jadi saudaraan."Nur!"Terdengar panggilan dari ummi. Sepertinya suaranya dari arah dapur.Nur segera bangkit dan mendekat ke sumber suara."Dalem mi? Ada apa nggih mi?" sahut Nur lembut dan santun."Ini ummi buat kolak banyak, kamu berikan ini ke ibu- bapak. Ini banyak