Malam turun dengan angin yang membawa aroma daun pinus juga bara arang dari dapur jauh di ujung paviliun.Di kamar utama, Jiali duduk di sisi ranjang, masih mengenakan jubah tidurnya yang lembut warna krem. Xiumei masuk dengan membawa wadah anyaman bambu yang dihias dengan pita. Aroma manis memenuhi ruangan ketika Xiumei membuka tutupnya. Xiumei menunduk, berbisik, “Tuan Yang menitipkan ini, Nyonya. Katanya dia ingat bahwa Nyonya menyukai kue seperti ini waktu di Guan. Pengrajin lama dari utara yang membuatnya. Beliau pesan khusus.”Jiali mengangguk, matanya berbinar samar. “Terima kasih, Xiumei. Letakkan saja di sini.”“Baik, Nyonya.”Tak lama setelah Xiumei mundur, Yuwen masuk. Wajahnya terlihat lelah tampaknya berniat langsung beristirahat, tetapi langkahnya terhenti saat mencium aroma kue manis yang menggoda. “Apa itu?”“Kue beras,” jawab Jiali, dengan nada santai. Ia mengambil sepotong kecil dan menggigitnya pelan. “Isinya biji teratai. Tidak terlalu manis, tapi lembut.”Yuwen
“Kalau dia tidak sadar-sadar juga, maka kita yang harus menyadarkannya.”Ucapan Qiaofeng menggantung di udara kamar Qing An, disambut keheningan sejenak. Hanya suara kayu terbakar di perapian yang terdengar, pelan-pelan mengisi ruang.Qing An menghela napas, lalu menoleh pada ibunya, Selir Agung Shu Qiongshing, yang sedang duduk tenang di sisi tempat tidur. “Aku rasa ide ini tidak salah.”“Kalian mau menyadarkan dia? Bagaimana?” tanya Jiali akhirnya bersuara.Qiongshing tersenyum lembut, matanya penuh pengertian. “Yuwen harus diberi dorongan kecil,” komentarnya menyulut semangat Qiofeng.Qing Qiaofeng mencondongkan tubuh, suaranya bersemangat. “Makanya kami punya rencana.”“Rencana yang sedikit berisiko,” sambung Qing An.Saat itu pintu kamar diketuk pelan, dan pelayan masuk, memberi jalan bagi seseorang yang dikenal semua orang di ruangan itu.Yang Zili yang masuk sambil membawa kotak kayu kecil. “Maaf terlambat. Aku—”“Justru tepat waktu,” potong Qiaofeng, matanya bersinar jahil. “k
Ketika Yuwen melangkah tenang memasuki aula utama, langkah-langkahnya menggema lembut di lantai batu yang telah dibersihkan. Di tangannya ada sebuah kotak persembahan berbalut kain emas. Semua orang menoleh penasaran.Dengan hormat, Yuwen melangkah ke hadapan Kaisar Tao lalu menyerahkan kotak itu. Sang Kaisar mengerutkan dahi, menatap kotak tersebut sejenak sebelum menerima dan membukanya. Pandangannya langsung berubah dari bahagia hingga heran.“Ini?” tanya Kaisar, matanya kini menatap lurus ke arah Yuwen.Yuwen menundukkan kepala sedikit, suaranya mantap dan dingin. “Mei Qilan membatalkan pernikahan ini, Yang Mulia.”Ruangan langsung hening. Seolah seluruh udara diserap oleh pernyataan itu. Beberapa tamu saling berpandangan, beberapa lainnya menutup mulut mereka yang ternganga.Jiali yang mendengar itu hanya bisa membeku. Matanya menatap Yuwen, seakan tidak percaya. Tidak ada Qilan. Tidak ada pengantin perempuan. Dan sekarang, tidak ada pernikahan.Lien Hua menarik tangan Jiali hing
Jiali tidak menyangka kalau dirinya terbujuk rayu Lien Hua dan Qiaofeng untuk mau ikut dalam acara menyedihkan ini. Suasana aula utama ramai dan penuh semarak. Para pejabat, tetua keluarga, dan tamu kehormatan sudah duduk di tempatnya masing-masing. Genderang dan alat musik tradisional berhenti sesaat, menandakan upacara akan segera dimulai. Yuwen duduk di kursi utama, mengenakan pakaian resmi berwarna merah tua. Raut wajahnya terlalu tenang malah cenderung terkesan tidak peduli. Ia menoleh ke arah di mana seharusnya Qilan berada, tetapi sang mempelai belum juga tiba. Tiba-tiba, Kasim Hong datang dengan tergesa, wajahnya menyiratkan panik yang tidak sanggup disembuhkan. Ia menghampiri Yuwen lantas membungkuk, berbisik di dekat telinga. Yuwen mengangguk singkat. Tatapannya sempat beralih ke arah Jiali sebelum akhirnya ia berdiri lalu berjalan keluar aula, meninggalkan tatapan heran para tamu. Pandangan Jiali mengikuti gerak langkah Yuwen, ketika punggung suaminya tidak lag
Langkah Xiumei tergesa membawa dua kendi arak seperti yang diperintahkan. Namun, senyum kecil yang sempat muncul lenyap saat mendapati bangku telah kosong.Ia menoleh ke kiri dan kanan. Tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Jiali sampai pandangan matanya menyapu ke arah kolam.Airnya masih beriak, seolah baru saja diganggu.Kendi-kendi porselen itu terlepas begitu saja dari tangan Xiumei, pecah di tanah, serpihannya tersebar memantulkan cahaya bulan yang separuh tertutup awan.“Nyonya?” lirih Xiumei, nyaris tak terdengar.Ia berlari ke tepi kolam.“Nyonya!” jeritnya, lebih keras kali ini, lututnya jatuh menghantam batu.“JANGAN! JANGAN, NYONYA!!”Tangisnya pecah. Hatinya serasa ikut hancur membayangkan hal yang mungkin nekat Jiali lakukan. Tangan mungilnya mencengkeram batu-batu pembatas, tubuhnya menggigil hebat.“NYONYA!!” Tiba-tiba, suara petasan kembali meledak di langit seperti tawa kemenangan kejam.Xiumei bangkir, diam sejenak menatap kolam kemudian berlari seperti orang gila
“Bagaimana?” Kali ini Yuwen yang bertanya dengan wajah lebih serius.Tabib menatap Yuwen lalu menjawab. “Mohon maaf, Yang Mulia, dari pemeriksaan hamba. Detak nadi Nyonya belum menunjukkan tanda kehamilan. Bila Nyonya tidak datang bulan dalam dua pekan ini, mohon panggil hamba kembali.”Yuwen hanya menarik napas kemudian menatap istrinya yang kini hanya menunduk kecewa.Tabib menutup kotak perlengkapannya, memberi hormat sebelum meninggalkan kamar.Yuwen menoleh ke arah Xiumei. “Pergilah, tinggalkan kami sendiri.”Xiumei menggigit bibir sempat menatap sejenak Jiali lalu membungkuk hormat. “Baik, Yang Mulia.”Setelah Xiumei menutup pintu, Yuwen kembali menatap Jiali. “Apa kau bisa menjelaskan?” Jiali terdiam. “Kau bertingkah aneh sejak kembali dari paviliun An. Kalau kau diam, maka aku akan bertanya pada An.”Cepat Jiali menarik lengan baju Yuwen ketika suaminya itu hendak bangkit.“Baiklah, aku akan ceritakan semuanya.”Yuwen kembali menatap Jiali. “Baik.”Jiali menarik napas. “Ibu be
“Nyonya, apa Putri Lien Hua akan menyukai hadiahnya?” tanya Xiumei menatap keranjang kecil berisi camilan juga sekotak minyak esens yang biasa dipakai Lien Hua.“Tentu saja. Ini semua kesukaannya. Aku akan menjelaskan padanya kalau pernikahan ini hanya formalitas saja. Yuwen tetap sepenuhnya milikku.”“Kita juga belum menjenguk An dan bayinya lagi. Kita harus berbelanja hadiah untuknya.”“Baik, Nyonya, Xiumei akan mengantar.”Langkah mereka tidak tergesa-gesa ketika menyusuri lorong utama. Sesekali Xiumei melirik Jiali. Hatinya gembira karena tampaknya pernikahan majikannya telah mencapai kata bahagia yang sebenarnya. Ketenangan antar keduanya sirna ketika mereka berbelok ke arah persimpangan dekat taman batu, dari kejauhan tampak, seorang pria berbalut jubah biru tua berjalan mendekat.Langkah Jiali melambat, nyaris berhenti.Qing Yunqin. Sang Pangeran Mahkota.Pandangan Yunqin mengarah lurus pada Jiali. Ada kerinduan yang nyata dalam binar mata Yunqin.Senyum kecil yang tadi tergan
“Kau sungguh keterlaluan. Bagaimana kau bisa mengusulkan ide berbahaya ini?” bisik Ren Shuo.Bai Ning sibuk mengipasi wajahnya tak peduli akan ucapan sang suami. “Bukankah itu adil? Sang suami di tengah dua istri menunjukkan ketangkasan mereka. Ideku sangat bagus. Aku tidak suka dengan Nyonya Han yang angkuh itu,” balas Bai Ning.Ren Shuo menatap sekeliling, memastikan tak ada yang mendengar. “Ini bukan sekadar ketangkasan. Ini ajang mempermalukan! Bagaimanapun, kemampuan beladiri Nona Qilan sangat tinggi. Kalau Pangeran menyadarinya—”“Justru aku ingin Yang Mulia sadar kalau Nyonya Han itu tidak sebanding dengan Nona Qilan. Aku ingin lihat, seberapa besar Pangeran itu membela nyonya angkuhnya,” potong Bai Ning, wajahnya menyeringai.Di sisi lain, Jiali berdiri kaku di antara para pelayan yang tengah mempersiapkan lapangan. Firasatnya buruk. Kalau meleset sedikit saja, jelas Yuwen akan celaka.Matanya melirik Qilan yang bersiap. Wanita itu tampak percaya diri menatap tiga belati yang
Yu Yong spontan menarik sedikit tangannya, coba menjaga jarak.Jiali menoleh cepat. “Yuwen! Jangan ganggu. Ini bagian dari latihan!”“Aku tidak mengganggu. Aku hanya mengingatkan,” sahut Yuwen tenang, meskipun nadanya terdengar lebih keras daripada yang ia maksudkan.Jiali kembali fokus ke Yu Yong, mengatur napas dan kembali mengangkat sikap. Mereka bergerak lagi, kini lebih cepat. Tubuh Jiali berputar, mencoba menyelinap keluar dari tekanan tangan Yu Yong. Gerakannya terayun sedikit, membuat ujung rambutnya menyentuh bahu Yu Yong.Dan saat itu juga, Yuwen melangkah maju. Suaranya menegang. “Cukup.”“Belum selesai,” kata Jiali tajam, terengah. “Kenapa kau—”Yuwen menatap Yu Yong tanpa senyum. “Kau sudah memperagakan cukup banyak.”Yu Yong membeku. “Yang Mulia.”“Aku akan meneruskannya,” ujar Yuwen, matanya tidak lepas dari Jiali. “Aku yang akan menjadi lawan latihannya.”“Ini bukan—” Jiali ingin protes, tetapi Yuwen sudah berdiri di hadapannya, menggulung lengan jubahnya, lalu berdir