LOGINXienna kembali terbangun di dalam mobil dan Gavin pun tidak ada. Xienna memegangi keningnya, mengingat kembali apa yang terjadi sebelum ia terbangun di tempat yang sama.
"Om Gavin naruh obat tidur ke minuman gue?" Tampak kesal, Xienna memandang keluar dan tertegun. Ia bergegas keluar, mendapati bahwa ia sudah berada di halaman rumah. Ia menghentakkan kakinya dengan kesal. "Om-om satu ini memang udah keterlaluan!" Membawa rasa kesalnya masuk rumah, Xienna hendak bergegas mencari Gavin sebelum teguran dari Ailyn menahannya. "Xienna?" Ailyn mendekat, memandang penampilan putrinya dengan tatapan bingung. "Xienna, baju kamu?" Ailyn memperhatikan gaun yang dikenakan oleh Xienna. Jelas-jelas tadi pagi putrinya pergi dengan mengenakan seragam sekolah. "Kamu dapat baju ini dari mana?" Fokus Ailyn teralihkan oleh jepit rambut yang dikenakan oleh Xienna sehingga ia refleks menyentuh kepala putrinya. "Seragam kamu ke mana?" Xienna menghela napas. "Ceritanya panjang. Om Gavin di mana, Ma?" "Kamu kenapa nyari om kamu?" selidik Ailyn. "Tadi itu aku minta diantarin ke sekolah. Tapi bukannya dianterin, aku malah dibawa ke hutan." Batin Ailyn tersentak hingga ia refleks menarik satu lengan putrinya. "Kamu pergi sama om kamu?!" Xienna sedikit kaget dengan reaksi Ailyn yang ia anggap berlebihan. "Bukan aku yang mau, Ma. Om Gavin aja yang nyebelin nggak mau kasih tumpangan." Ailyn kemudian bertanya dengan hati-hati. "Tapi kamu baik-baik aja, kan?" Xienna mengangguk meski ia pun ragu, apakah Gavin memang tidak melakukan hal yang buruk ketika ia pingsan tadi. Tapi Xienna tak ingin ambil pusing, ia hanya perlu menanyai Gavin secara langsung. "Om Gavin ada, kan, Ma?" "Om kamu pergi, baru aja pergi." Xienna kembali menghela napas. "Awas aja kalau sampai ketemu." "Xienna." Ailyn meraih kedua lengan putranya dan berbicara dengan lembut. "Mama, kan udah bilang. Kamu jangan terlalu dekat sama om kamu." Xienna sempat terdiam sebelum menyahut. "Sekarang aku paham kenapa mama sama papa ngelarang alu buat deket-deket sama Om Gavin." "Maksud kamu?" "Bukan preman lagi, dia itu psikopat." Batin Ailyn tersentak, ia terkejut. "Maksud kamu apa, Xienna? Kamu diapain sama om kamu?" Xienna menurunkan tangan ibunya dengan lembut. "Nggak diapa-apain kok, Ma. Nggak ada apa-apa. Cuma menurut aku jalan pikirannya Om Gavin itu nggak kayak orang normal. Ya udah, aku ke kamar dulu." Xienna bergegas pergi, meninggalkan ibunya yang dilanda kekhawatiran. Ailyn meremat tangannya sendiri, ia tampak masih belum bisa menerima keberadaan Gavin di sana. "Apa aku perlu bilang soal masalah ini ke Mas Arnold?" gumam Ailyn sebelum berjalan menuju kamarnya. ●●●●● Langit malam menyergap, akan tetapi kota besar itu masih sangat sibuk. Meninggalkan semua masalah di luar sana, Xienna singgah di ruang tertutup yang tak kalah ramai dari suasana di luar. Melenggang di antara orang-orang yang menikmati alunan musik, penampilan Xienna terlihat lebih tua dari usianya ketika ia mendatangi sebuah tempat hiburan malam yang cukup terkenal di kota besar itu. Tempat para anak pejabat biasanya menghamburkan uang mereka dengan cuma-cuma. Meski masih anak sekolahan, Xienna berhasil masuk ke tempat itu menggunakan koneksinya. Dan di tempat inilah para anak pejabat menunjukkan kenakalan mereka yang sebenarnya setelah menjadi anak anjinf yang manis di depan orang tua mereka. "Nana!" Seseorang berteriak memanggil sembari melambaikan tangannya. Senyum Xienna melebar, ia bergegas menghampiri teman-temannya yang duduk di sofa menghindari kerumunan. "Cuma berdua? Yang lain mana?" Xienna langsung mengambil tempat duduk. "Tuh." Salah seorang menunjuk ke wanita muda seusia mereka yang tengah bercengkrama dengan seorang pria di seberang. "Siapa? Cowok baru?" tanya Xienna. "Beda hari, beda cowok. Enak banget jadi orang cantik," sarkas teman di samping Xienna. "Lo tadi kenapa nggak ke sekolah?" Xienna kembali menghela napas ketika hal itu kembali diungkit. "Gue diculik." Bukannya percaya, teman-teman Xienna justru menertawakannya. "Serius? Siapa yang berani nyulik lo?" ucap teman Xienna meremehkan. "Om gue," sahut Xienna dengan malas. "Om lo? Yang mana? Lo punya om?" "Ada... gue juga baru tahu. Dia udah lama tinggal di Jerman dan sekarang tidur di rumah gue." "Terus? Gimana ceritanya lo bisa diculik?" "Jadi, tadi pagi gue minta dianterin sekolah. Tapi lo semua tahu gue malah diajak ke mana?" "Ke mana memang?" Teman-teman Xienna mendengarkan cerita Xienna dengan senyum yang seolah mengejek. "Gue malah di bawa ke hutan. Ya bukan hutan juga sih, ada vilanya." "Jadi lo udah diapa-apain sama om-om dong?" celetuk salah seorang. "Ngawur aja lo! Om gue itu otaknya agak nggak bener. Masa dia mau nembak gue." Teman-teman Xienna tampak kaget. "Gila, kan!" celetuk Xienna. "Om lo... nembak lo? Om-om yang udah keriput, kumisan, terus ubanan." Xienna menertawakan pernyataan temannya. "Terus lo terima?" tegur yang lain. "Apanya?" "Katanya lo di tembak." Xienna menatap tak percaya. "Bukan ditembak yang itu, tapi ditembak beneran. Gue disangka babi hutan." "Hah?! Ditembak beneran?" Teman-teman Xienna tampak tak percaya. "Beneran... pakai yang panjang itu. Pokoknya Om Gavin itu gila banget. Lihat aja kalau papa gue udah pulang, gue aduin dia." "Sepanjang apa memang?" celetuk teman Xienna yang sebelumnya berada di meja seberang. "Gue kira lo masih polos, ternyata suka yang panjang," cibir gadis itu. Xienna menatap heran. "Gue nggak ngerti lo ngomong apaan." "Tuh, dari tadi ada om-om lihat ke sini. Kayaknya lagi kesepian." Seluruh pasang mata tertuju ke arah yang dimaksud. Xienna melihat seorang pria duduk tidak jauh dari tempat mereka, tapi tak bisa melihat wajahnya karena terhalang orang yang lewat. "Lumayan buat ukuran om-om, masih bisa dipanggil 'kak' atau 'mas'," celetuk seseorang. Xienna melongokkan kepalanya karena penasaran. Tapi begitu ia melihat orang yang dimaksud, ia langsung membeku. "Om Gavin?"Malam itu Linda sampai di Grand Shining Hotel, ia langsung diarahkan pergi ke kolam renang di lantai atas. Mungkin karena malam, tempat itu terlihat kosong. "Padahal tinggal dikasih di rumah, ngapain juga ngajak ketemuan di sini?" gerutu Linda. "Enak banget jadi orang kaya." Linda menyadari sebuah langkah mendekat dari arah belakang. Ia berbalik dan netranya terbelalak saat mendapati bahwa yang datang adalah Gavin. "Pak Gavin?" "Kaget melihat saya?" tegur Gavin. Linda menatap sekeliling. "Pak Gavin—" Ucapan Linda terhenti saat tamparan keras menyambar wajahnya dan membuatnya terlempar ke dalam kolam. Dengan sedikit kesusahan ia pun segera keluar dari air dan menatap tajam ke arah Gavin. "Kamu hanya berani mengancam anak kecil," ujar Gavin. Linda justru tertawa tanpa rasa sakit. "Saya nggak pernah memaksa Non Xienna, saya bisa minta ke Bu Ailyn atau Pak Arnold. Tapi Non Xienna yang memaksa saya menerima uangnya." "Jalang sialan," gumam Gavin, ia kemudian mengangka
"Pa, aku mau kuliah di Jerman," ujar Xienna, memulai pembicaraan di meja makan."Kenapa harus Jerman?" sahut Arnold, tak ada lagi pembicaraan hangat di keluarga itu. Semuanya terasa sangat dingin."Teman aku ada yang ke sana.""Teman yang mana?""Papa nggak akan kenal sekalipun aku kasih tahu. Aku udah pilih kampusnya, tinggal registrasi aja.""Ke mana pun selain Jerman," tandas Arnold."Apa gara-gara Om Gavin," celetuk Xienna yang justru semakin memanaskan pembicaraan."Kamu ke sana karena bajingan itu?""Om Gavin nggak akan kembali ke Jerman, aku dengar Om Gavin udah beli rumah di sini.""Kamu dengar dari siapa?""Orang yang sering jemput Om Gavin. Aku nggak sengaja ketemu dan tanya kabar Om Gavin. Dia bilang Om Gavin akan menetap di sini."Arnold terdiam, tampak tak percaya tapi juga mempertimbangkan ucapan putrinya."Pokoknya aku mau ke Jerman, aku udah nggak betah tinggal di sini." Xienna beranjak dan pergi.Ada sedikit kepuasan di wajah Arnold saat mengira putrinya sudah menjauh
Waktu berjalan begitu cepat bagi bagi sebagian orang. Skandal perselingkuhan antara Gavin dan Ailyn sudah mereda dan tak ada lagi orang yang membicarakan hal itu. Berita itu mulai terlupakan meski Gavin belum bisa membersihkan namanya akibat skandal itu.Setelah hari itu Gavin tidak pernah lagi datang ke rumah Arnold. Ia menetap di hotel dan sesekali berkunjung ke rumah sakit. Sementara Xienna beberapa kali sempat mengunjungi Gavin di hotel. Dari Xienna Gavin mengetahui hubungan dingin antara Ailyn dan Arnold. Namun, sudah satu minggu sejak terakhir kali Xienna datang. Tak ada riwayat panggilan atau pun pesan. Gadis itu tiba-tiba bertingkah di luar kebiasaan.Sore itu Gavin meninggalkan kamar, bergegas ke tempat gym di lantai bawah yang baru saja dibuka bulan ini untuk sekadar mengisi waktu istirahat panjangnya. Tentu saja menjadi pengangguran adalah pekerjaannya selama ini. Dia adalah anak emas yang disembunyikan, tidak perlu repot-repot bekerja hanya untuk uang. Tabungannya pun tida
"Dua kali," celetuk Aiden, duduk di sofa yang berseberangan dengan Gavin.Setelah pemecatannya, Gavin bertamu ke rumah Aiden dan inilah yang terjadi. Tidak ada orang yang menasehati Gavin selama ini selain Aiden."Satu kali kebetulan, yang kedua kalinya bisa jadi direncanakan. Dengan orang yang sama pula."Gavin bersikap tak acuh seolah tak masalah jika ia baru saja dipecat meski belum lama bekerja."Sekarang kamu jujur, kamu memang ada hubungan dengan istri Arnold?""Aku udah klarifikasi, perlu aku jelaskan lagi?""Perlu, sangat perlu. Kamu pikir om tidak tahu jika yang membuat pernyataan itu Allan? Om mau mendengar dari mulut kamu sendiri.""Aku udah punya seseorang.""Siapa? Pacar?""Bukan kakak ipar," tandas Gavin.Mitha yang duduk di samping Aiden mengelus lengan suaminya dan turut berbicara."Jadi semua foto-foto itu memang dipalsukan?""Tidak ada asap tanpa api," celetuk Aiden. "Sekalipun kamu dijebak, harus ada alasan untuk memulai skandal dengan seorang wanita."Gavin menggar
Pagi itu sebuah kabar perselingkuhan menggegerkan media sosial. Istri seorang menteri dengan CEO baru Group Raharja menjadi serbuan para pengguna internet di mana foto-foto yang tersebar menunjukkan wajah Ailyn dan Gavin dengan sangat jelas. Hal itu semakin memanas setelah rumor sebelumnya yang berhasil diredam.Tanpa tahu bahwa dunia sedang gonjang-ganjing karena skandal percintaannya, Gavin memasuki kantor seperti biasa. Namun, sejak ia datang, ia sudah menyadari tatapan orang-orang yang tengah menghakiminya. Gavin tak peduli karena dia adalah bos di sana dan pegawai kecil tentunya tidak akan berani mengusiknya.Kerumunan karyawan segera membubarkan diri begitu melihat kedatangan Gavin. Ketika sudah sampai di ruangannya, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Gavin. Dua pesan sekaligus dari Allan. Gavin duduk di balik mejanya dan membuka pesan tersebut."Pak Gavin harus melihat ini."Allan melampirkan sebuah link dan Gavin langsung membukanya. Jemari Gavin sontak berhenti bergerak
"Karena aku udah tidur dengan anak kamu."Sebuah pengakuan terucap tapi sayangnya tak akan pernah sampai pada Ailyn karena hanya sebuah hati yang berucap dalam keterdiamanan mulut yang terkatup rapat. Dan senyum remeh itu datang sebagai ganti atas jawaban yang ditunggu."Kenapa aku harus kasih alasan yang udah jelas?"Ailyn sedikit terkejut. Entah kenapa hatinya sangat kecewa."Aku memang nggak tahu diri," ujar Ailyn, tersenyum pahit dan mengambil beberapa langkah mundur."Om Gavin..."Sebuah teriakan dari bawah mengalihkan perhatian mereka. Xienna melambaikan tangannya ke arah mereka. Lebih tepatnya ia memanggil Gavin.Gavin kemudian kembali berbicara pada Ailyn. "Kamu mungkin sedang bingung. Kamu butuh healing agar pikiran kamu kembali jernih."Dengan seulas senyum tipisnya Gavin meninggalkan Ailyn dan menghampiri Xienna. Keduanya lantas pergi ke pantai, mencuri waktu untuk mengukir kenangan romantis berdua ketika Ailyn tak melihat keberadaan mereka. Saat langit sudah gelap, Xienna







