Beranda / Fantasi / Kembalinya Sang Raja Naga / Bab 2-Darrel Van Bertrand

Share

Bab 2-Darrel Van Bertrand

Penulis: Murlox
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-12 14:43:08

Kerajaan Morph terletak di lembah hijau yang dikelilingi oleh pegunungan megah, tempat angin dingin selalu menyapu desa-desa kecil yang tersebar di sekitarnya.

Di atas bukit tertinggi berdiri Kastil Bertrand, rumah bagi salah satu keluarga bangsawan terkuat di seluruh kerajaan. Keluarga Van Bertrand telah memerintah tanah ini selama beberapa generasi dengan kekuasaan dan kehormatan.

Duke Davin Van Bertrand, penguasa saat ini, dikenal sebagai seorang pemimpin tegas dan adil, dengan dua putra yang cerdas dan seorang anak ketiga yang berbeda dari mereka semua.

Darrel Van Bertrand, putra ketiga Duke, sedang berdiri di tepi balkon kamarnya, menatap ke cakrawala di kejauhan. Usianya baru menginjak lima belas tahun, namun beban kehidupan bangsawan sudah mulai terasa.

Angin yang menerpa wajahnya membawa bau pinus dari hutan yang membentang jauh di luar kastil. Matanya yang biru cerah memandangi lembah di bawahnya dengan perasaan campur aduk—di sanalah kebebasan terletak, di balik hutan, di luar batas yang ia kenal selama ini.

Darrel selalu merasa berbeda dari saudara-saudaranya. Kedua kakaknya, Lorcan dan Roderic, telah mengikuti jejak ayah mereka sebagai prajurit dan diplomat yang ulung. Lorcan, pria berotot, sang ahli strategi militer, dipuja karena kecerdasan dan keberanian di medan perang.

Sementara Roderic, dengan pesonanya yang menawan, telah menjalin aliansi kuat dengan bangsawan dari kerajaan tetangga. Darrel, sebaliknya, selalu lebih tertarik pada hal-hal yang tidak kasatmata, misteri sejarah kuno, dan suara-suara alam yang sering kali hanya dia yang bisa mendengarnya.

"Hari ini, seharusnya aku keluar ke hutan," gumamnya pada dirinya sendiri, tangannya menyentuh sarung pedang sederhana yang menggantung di pinggangnya. Pedang itu, hadiah dari mendiang ibunya, terasa terlalu ringan di tangannya. Seperti ada yang hilang—sesuatu yang lebih besar dari sekadar baja.

Ketukan di pintu menginterupsi lamunannya. Pintu kayu berderit terbuka, dan seorang pelayan muda, Maren, melangkah masuk.

"Yang Mulia, ayahmu memintamu ke aula utama. Para tamu telah tiba untuk pertemuan besar hari ini," katanya dengan hormat, meskipun nadanya terdengar agak cemas.

Darrel mengangguk, meskipun hatinya sedikit memberontak. Pertemuan besar itu hanyalah salah satu dari banyak kewajiban bangsawan yang selalu dia hindari. Keluarganya hari ini menjamu Lord Alistair, salah satu sekutu terdekat keluarga Van Bertrand. Pertemuan ini penting, tetapi bagi Darrel, semua itu terasa begitu jauh dari dunia yang ia inginkan.

Ketika Darrel berjalan menuju aula utama, pikirannya masih melayang pada hutan di luar kastil. Dia teringat cerita-cerita lama yang pernah dia dengar dari buku-buku tua tentang Naga dan makhluk-makhluk magis yang pernah hidup di kerajaan ini. Di suatu tempat, ia merasa ada sesuatu yang memanggilnya, sebuah bisikan yang hanya bisa ia dengar.

Sampai di aula utama, Darrel mendapati ayahnya, Duke Davin Van Bertrand, duduk di singgasananya dengan kedua kakaknya berdiri di samping. Wajah Duke yang keras dan tegas tidak menunjukkan emosi ketika melihat putra bungsunya masuk.

"Darrel," kata Duke dengan suara berat, "Aku berharap kau bisa memperhatikan pertemuan ini dengan lebih serius. Lord Alistair telah datang dari jauh untuk membicarakan masa depan kerajaan kita. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan."

Darrel hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Dia tahu bahwa ayahnya kecewa padanya. Bukan karena dia malas atau tidak berkompeten, tapi karena Darrel tidak pernah menunjukkan minat pada kehidupan yang seharusnya dia jalani sebagai seorang bangsawan. Dia lebih sering terlihat berkeliaran di perpustakaan tua atau pergi berburu di hutan sendirian daripada mempelajari seni perang atau politik.

Lord Alistair, seorang pria tua dengan jubah ungu yang dihiasi simbol-simbol kekaisaran, bangkit berdiri. Wajahnya yang penuh kerutan menunjukkan kebijaksanaan dari usia yang panjang dan pengalaman yang mendalam. Dia menatap Darrel sejenak, sebelum beralih ke Duke.

"Putramu yang ketiga ini tampak memiliki jiwa petualang, Davin," katanya dengan senyum samar. "Mungkin takdirnya berbeda dari saudara-saudaranya."

Duke Devin menatap Darrel dengan mata yang penuh harapan bercampur kekhawatiran. "Aku hanya ingin yang terbaik untuknya, Lord Alistair," katanya berat. "Tapi dia tampaknya tidak bisa melihat pentingnya kekuasaan dan tanggung jawab yang menanti."

Setelah beberapa jam diskusi, pertemuan itu akhirnya selesai. Darrel, yang nyaris tidak mengatakan apa-apa, segera keluar dari aula utama, kembali ke kamar dengan kepala penuh pertanyaan. Ketika dia berjalan melalui koridor panjang kastil, langkahnya tiba-tiba berhenti di depan perpustakaan tua yang jarang dikunjungi siapa pun.

Tanpa sadar, kakinya membawanya masuk ke dalam. Cahaya matahari sore menyelinap melalui jendela-jendela kecil, menerangi debu yang menari di udara. Darrel berjalan menuju rak buku yang dipenuhi dengan teks-teks tua yang mengandung sejarah dan legenda kuno.

Di sudut ruangan, matanya tertuju pada sebuah buku besar dengan sampul kulit yang tebal dan hiasan perak yang usang. Buku itu tampak lebih tua daripada yang lain. Ia menariknya dari rak, membersihkan debu yang menempel, dan membukanya dengan hati-hati.

Judulnya membuat darah Darrel berdesir: "Sang Drakonis: Penguasa yang Terlupakan."

Jantungnya berdebar keras ketika dia mulai membaca. Di dalam halaman-halaman buku itu, tersembunyi rahasia tentang naga yang pernah memerintah dunia, tentang kekuatan besar yang sekarang terlupakan, dan tentang peran penting keturunan manusia yang akan membangkitkan kembali kekuatan itu.

Darrel membaca dengan mata yang lebar, setiap kalimat seolah menggema dalam benaknya. Tiba-tiba, ia merasa seolah-olah telah menemukan bagian dari dirinya yang selama ini hilang.

Namun, yang tidak dia sadari adalah bahwa dari bayang-bayang di dalam perpustakaan itu, seseorang memperhatikan. Seorang wanita dengan mata tajam, Elara, yang selama ini bertindak sebagai pelayan keluarga, mengamati Darrel dari kejauhan, senyum tipis tersungging di bibirnya.

“Waktunya hampir tiba,” bisik Elara pelan, sebelum menghilang ke dalam kegelapan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 144- Epilog

    Malam yang terasa panjang penuh darah dan kehancuran akhirnya berakhir. Pertarungan besar antara cahaya dan kegelapan mencapai puncaknya dengan kemenangan mutlak Darrel dan pasukan dari pihaknya. Ketika fajar pertama mulai menyingsing di ufuk timur, sinarnya menerangi medan perang yang sunyi, menyisakan jejak kehancuran. Bangkai monster raksasa tergeletak di atas tanah yang retak, bersama dengan mayat-mayat undead yang sebelumnya dikendalikan para penyihir kegelapan. Kini, semua ancaman itu telah musnah tanpa sisa. Darrel berdiri di tengah medan perang, tubuhnya yang masih diselimuti aura keemasan perlahan memudar. Wujudnya kembali seperti semula, seorang pemuda dengan tekad baja yang telah memenuhi kewajibannya sebagai pewaris Drakonis. Ia memandang sekeliling, melihat para prajurit yang tersisa mulai bergerak untuk mengumpulkan rekan-rekan mereka yang gugur. Duke Davin dan Duke Melwyn mendekati Darrel, keduanya membawa luka pertempuran yang terlihat jelas. Mata mereka penuh ra

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 143- Kekalahan dan Kebangkitan Penguasa

    Darrel mengangkat tangannya perlahan, memperlihatkan sebuah artefak berbentuk sarung tangan yang bersinar gelap, Abyssal Zephyrion. Cahaya kemerahan dari artefak itu tampak kontras dengan aura keemasan yang mengelilingi tubuhnya."Artefak ini…" gumam Darrel, sambil memandangi sarung tangan itu dengan tatapan penuh keyakinan. "Sudah terlalu lama aku menyembunyikannya. Aku tidak ingin menggunakannya, kecuali di saat terakhir. Kini waktunya telah tiba."Arkanis menggeram, mencoba menyeret tubuh raksasanya untuk mendekat. "Kau pikir benda itu bisa menghancurkanku?!" Ia meraung, memaksakan dirinya berdiri meski tubuhnya terus kehilangan energi.Namun, Darrel hanya menggeleng. "Waktumu sudah habis," katanya sembari mengulurkan tangannya ke depan.Aura keemasan di sekeliling Darrel semakin terang, menyatu dengan energi dari artefak di tangannya. Pusaran energi besar mulai terbentuk, menarik setiap partikel di sekitarnya ke dalam putaran dahsyat.Arkanis menyadari bahaya itu. "Tidak! Aku tida

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 142- Perlawanan yang Sia-sia III

    Pemuda itu, yang sebelumnya terkapar tak berdaya, kini berdiri dengan teguh. Tubuhnya dilingkupi aura keemasan yang berkilauan, retakan-retakan pada sisiknya telah menyatu sempurna.Matanya bersinar terang, memancarkan kekuatan Drakonis yang sepenuhnya terbangkitkan. Udara di sekelilingnya terasa berat, penuh dengan energi yang mendebarkan.“Arkanis,” suara Darrel terdengar rendah namun jelas, dipenuhi dengan ketegasan. “Aku tidak akan membiarkanmu menginjak-injak kehormatan ras Drakonik lagi. Usaha sia-siamu berakhir di sini.”Arkanis menatap Darrel dengan mata penuh kemarahan dan keterkejutan. “Kau…! Kau seharusnya sudah mati!” raungnya dengan suara serak. “Tidak mungkin kau bisa bangkit setelah seranganku tadi!”Darrel melangkah maju, auranya yang memancar membuat tanah di bawah kakinya retak. “aku harus berterimakasih pada Falkor, berkatnya kekuatan Drakonis dalam diriku bangkit kembali setelah kristal hitam itu hancur.”Sementara itu, Arkanis memandang Darrel dengan tatapan tajam

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 141- Perlawanan yang Sia-sia II

    Langit yang kelam menjadi saksi atas kehancuran yang perlahan-lahan menghampiri Arkanis. Kristal hitam, yang menyimpan usahanya selama ribuan tahun, kini telah hancur berkeping-keping. Energi keemasan menyapu medan perang, menciptakan gelombang yang mengguncang tanah sejauh ribuan mil. Arkanis menoleh dengan mata yang penuh keterkejutan. Mulutnya menganga, tak mampu menyembunyikan ekspresi ngeri. “T-tidak mungkin…! Bagaimana bisa ini terjadi?!” suaranya menggema di antara sisa-sisa kehancuran, penuh kemarahan dan kebingungan. Falkor, naga kecil yang baru saja terpental akibat ledakan energi dari kristal hitam itu, mencoba bangkit dengan tubuh yang gemetar. Sayap kecilnya berkibar penuh getaran, namun matanya tetap terpancang pada sosok Arkanis yang kini dilingkupi aura gelap yang semakin pekat. Falkor menggeram pelan, matanya membara dengan keberanian yang entah dari mana asalnya. Arkanis, dalam kemarahannya yang membara, membiarkan tubuhnya bergetar hebat. Aura hitam menyel

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 140- Perlawanan yang Sia-sia

    Di bawah langit yang gelap dan berkabut, Arkanis berdiri tegak dengan tangan terangkat, memegang kristal hitam yang berkilau. Kristal itu memancarkan cahaya samar yang berkilau dalam dua elemen yang saling bertabrakan—sebuah cahaya gelap yang menyatu dengan kilatan keemasan yang berputar di dalam intinya. Aura yang begitu kuat mengelilingi Arkanis, menciptakan suasana menegangkan yang mencekam seluruh medan pertempuran.Tawa puas Arkanis menggema di tengah heningnya mendan perang. Suaranya penuh dengan kemenangan yang sudah terasa di ujung jari. Wajahnya yang dingin kini dipenuhi kebanggaan, dan matanya yang bercahaya dengan kegembiraan yang hampir tak terkendali, mencerminkan keyakinannya bahwa ia akan segera mengakhiri semuanya. Semua usaha dan pengorbanan ribuan tahun lamanya, semuanya menuju satu titik—kekuasaan absolut di tangannya.“Bocah…” gumamnya dengan penuh kebencian, matanya yang tajam menatap Darrel yang terkapar tak berdaya di tanah. Setiap kata yang keluar dari bibi

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 139- Artefak Kuno: Kristal Hitam

    Baru saja pasukan Duke Melwyn Lionheart tiba di medan perang, mereka disambut oleh kekacauan yang sulit dipercaya. Pasukan monster terus mengamuk, menghancurkan segala yang ada di jalurnya. Para prajurit Duke Melwyn, yang dikenal sebagai pasukan elit kerajaan, tetap bertahan dan mencoba mengendalikan situasi.Namun, perhatian mereka teralihkan ketika suara ledakan besar menggema di langit. Gelombang kejutnya terasa hingga ke permukaan tanah, membuat banyak prajurit terjatuh. Ketika mereka menoleh ke atas, mata mereka terbelalak melihat pemandangan yang tak masuk akal."Astaga... apa itu?" salah satu prajurit bergumam, suaranya dipenuhi ketakutan.Di atas langit, kepulan asap hitam mengepul tebal, menutupi pandangan. Namun, di balik asap itu, kilauan keemasan yang samar terlihat seperti bintang yang jatuh ke bumi.“Apa itu…” gumam Duke Melwyn, yang berdiri di atas kudanya. Matanya tajam menatap ke arah cahaya itu.Dari kilauan itu, sosok Darrel terjatuh dengan kecepatan tinggi. Tubuhn

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 138- Kekacauan Medan Perang

    Darrel melesat bagai kilat, membelah angkasa yang penuh dengan aura gelap yang mendominasi medan perang. Tubuhnya, berselimut cahaya keemasan yang menyala terang, memancarkan keagungan kekuatan Drakonik. Di atas langit, Arkanis tetap berdiri dengan tenang, dikelilingi puluhan naga undead yang melayang di udara. Mata merah mereka menyala, penuh kebencian dan kehampaan.Arkanis mengangkat tangannya, dan puluhan undead Drakonik langsung bergerak, membentuk formasi melingkar. Mulut mereka terbuka, mengumpulkan bola-bola energi hitam yang berkedip-kedip seperti bintang kematian. Dalam sekejap, lusinan bola energi itu melesat, memburu Darrel dengan kecepatan luar biasa.Di bawah, para prajurit yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa tertegun, rasa takut merayapi tubuh mereka. Dentuman demi dentuman dari ledakan energi memenuhi udara, mengguncang tanah dan menghancurkan apa saja yang ada di jalurnya.“Ini… ini bukan pertarungan manusia,” gumam salah seorang prajurit, tubuhnya bergetar

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 137- Ketegangan Medan Perang

    Darrel terpental jauh ke bawah, tubuhnya menghantam bumi dengan kekuatan dahsyat, menciptakan kawah besar yang memekakkan medan perang. Debu dan pecahan tanah beterbangan, mengiringi getaran yang terasa hingga jarak bermil-mil. Tubuhnya, yang berselimut energi keemasan, tampak seperti meteor yang baru saja jatuh dari langit.Namun, di tengah rasa sakit yang mendera, Darrel menggenggam pedangnya lebih erat. Matanya menatap lurus ke atas, ke arah musuh yang masih melayang di udara. Napasnya berat, tapi tekadnya tidak goyah.Di sisi lain, kengerian melanda setiap sudut medan perang. Para prajurit, yang sebelumnya berjuang mati-matian melawan gelombang monster, kini berdiri terpaku, menyaksikan pemandangan yang tidak dapat dijelaskan oleh akal sehat. Langit bergemuruh oleh ledakan energi, dan bumi bergetar seolah takut pada kekuatan entitas yang bertarung di atas sana.Lorkan berdiri di antara tumpukan mayat monster, tubuhnya gemetar bukan karena luka, melainkan karena rasa ngeri yang me

  • Kembalinya Sang Raja Naga   Bab 136- Pertarungan Darrel Vs Arkanis

    Di atas tanah yang porak-poranda, Darrel berlutut, menahan rasa sakit yang merambat di seluruh tubuhnya. Luka-luka menganga di setiap sudut tubuhnya, darah segar mengalir, menciptakan genangan merah di medan pertempuran yang hancur. Napasnya berat, namun matanya memancarkan keteguhan.Dari kejauhan, Balroth berdiri terpaku. Tubuhnya gemetar menyaksikan pertarungan yang baru saja usai, meskipun ia tahu ini belum selesai. Ledakan sebelumnya telah mengguncang seluruh medan perang, membuatnya nyaris kehilangan harapan pada sang pewaris Drakonis."Yang Mulia!" serunya dengan suara parau, mencoba memanggil Darrel yang masih terhuyung, berdiri dengan satu lutut di tanah. Wajahnya penuh ketegangan, dan rasa takut membakar hatinya.Langkah kaki terdengar mendekat, semakin berat dan jelas. Dari balik debu dan asap sisa ledakan, Arkanis muncul dengan senyum dingin yang menghina. Wajahnya tetap tenang, seolah tak terpengaruh oleh apa yang baru saja terjadi. Tubuhnya masih diselimuti aura kegelap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status