Share

Bab 12

Penulis: Hana Pangestu
Dengan demikian, Ralph kembali mengambil satu udang dari piring, lalu mengupasnya dan meletakkannya di piring kecil di depan istrinya.

Nikki menunjukkan ekspresi rumit.

Tadi saat melihat Ralph mengupas udang untuk Shireen, Nikki juga sempat terkejut. Semua orang tahu hubungan mereka bertiga dekat sejak kecil. Namun, memperlakukan istri orang lain dengan terlalu akrab di depan suaminya sendiri, itu urusan lain.

Tak disangka, Ralph ternyata tahu menjaga perasaannya. Dia langsung membalik keadaan dengan memberinya satu udang juga. Sayangnya, dia tidak bisa makan.

"Terima kasih ...." Wajah Nikki yang anggun menampilkan senyuman ringan. Dia lalu memindahkan udang yang telah dikupas itu ke mangkuk milik Ralph sambil berkata pelan, "Aku nggak bisa makan. Si adik alergi udang. Kalau aku makan, dia bisa kena ruam."

Ucapan itu membuat ekspresi Ralph seketika kaku. Suasana di meja makan pun menjadi canggung.

Sebagai ayah dari anak-anaknya dan sebagai ayah baru selama tiga bulan, Ralph bahkan tidak tahu anak perempuannya punya alergi. Tampak jelas, betapa dia tak peduli pada istri dan anak-anaknya.

Irfan menyadari ketegangan itu, jadi langsung meletakkan sendoknya dan mulai mengupas udang untuk Shireen.

Tatapan mereka berdua bertemu. Pandangan Irfan jelas menyiratkan makna yang dalam, membuat Shireen ikut merasa canggung.

Dia buru-buru mengalihkan pandangan ke arah Nikki, memaksakan senyuman. "Jangan salah paham ya. Kami bertiga dari kecil seperti ini. Mereka berdua selalu sayang dan jaga aku seperti adik."

Penjelasannya justru terdengar semakin menyebalkan. Itu terdengar seperti sedang membanggakan diri, seakan-akan dua pria itu mengaguminya.

Nikki hanya tersenyum. "Nggak apa-apa. Kalau kamu suka, makan saja yang banyak."

Setelah itu, tak ada satu pun dari mereka melanjutkan obrolan.

Selesai makan, Ralph bersikeras mengantar Nikki pulang. Sementara itu, Irfan dan Shireen pergi ke rumah sakit menjenguk Iskak. Mereka berpisah di parkiran.

Begitu masuk ke mobil, Irfan tak menatap istrinya. Dia berkata dengan datar, "Mulai sekarang kalau ada istrinya, kamu harus jaga jarak dengan Ralph."

Shireen langsung tahu nada itu mengandung teguran. Dia manyun, lalu bergumam, "Tapi, itu bukan salahku juga. Aku minta kamu yang kupas, kamu yang nggak mau."

Irfan tetap mengemudi, tak menoleh, tetapi wajahnya menjadi semakin dingin. "Shireen, aku memang bukan pria selembut dan seperhatian Ralph. Tapi kupikir waktu kamu nikah denganku, kamu sudah tahu sifatku."

Shireen tak menyangka suaminya akan berbicara sekeras itu. Dia menoleh, menatap wajah Irfan yang dingin dengan ekspresi tak percaya. Air mata langsung menggenang, lalu mengalir begitu saja.

Dia mengusapnya, menahan dan terus menahan, tetapi tetap meledak juga. Nada suaranya langsung meninggi. "Irfan, maksudmu apa? Kamu bilang aku yang terlalu berharap padamu? Aku pantas diperlakukan seperti ini?"

Irfan bergeming. "Aku nggak bilang begitu."

Shireen tak bisa duduk diam lagi, dadanya hampir meledak karena kesal. Tiba-tiba, dia membentak, "Berhenti! Aku mau turun!"

Irfan menjawab, "Kita mau ke rumah sakit ketemu Kakek Iskak, 'kan?"

"Aku nggak mau pergi bareng kamu! Berhenti sekarang juga!"

Kalau pasangan biasa, setelah bertengkar sedikit, si suami biasanya akan memanjakan dan menenangkan istrinya agar suasana kembali mencair. Namun, Irfan berbeda. Dia benar-benar menepikan mobilnya seperti yang diminta.

Shireen awalnya hanya ingin marah-marah, menunggu suaminya meminta maaf. Siapa sangka, dia benar-benar berhenti. Tidak ada jalan mundur. Akhirnya, dia membuka pintu dan membantingnya keras-keras.

Irfan juga bukan orang yang berhati lemah. Dia langsung menginjak gas dan melaju pergi tanpa menoleh.

Shireen berdiri di pinggir jalan besar, wajahnya merah karena malu. Meskipun sudah bulan Oktober, teriknya matahari seperti musim panas. Dia menatap mobil suaminya yang semakin jauh dan air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan.

....

Nikki duduk di dalam mobil, memikirkan apa yang terjadi saat makan siang tadi. Dia takut Ralph akan mengatakan sesuatu sehingga dia ingin sekali menghindar.

"Itu .... Kak Imran, antar aku ke stasiun saja ya. Aku pulang sendiri. Kalian balik ke kantor saja," ucap Nikki sambil menoleh ke kursi depan.

Imran melirik ke kaca spion. Melihat Ralph tidak memberi arahan, dia langsung paham dan berkata dengan sopan, "Bu, kami nggak terburu-buru kok. Biar kami antar pulang saja."

Nikki tidak bisa berkata-kata. Ralph baru saja naik ke mobil sambil membalas beberapa pesan. Ketika mendengar percakapan mereka, dia menyimpan ponselnya, lalu mengernyit sedikit.

"Maaf, aku nggak tahu kamu lagi nggak boleh makan udang," katanya dengan suara rendah dan nada tulus.

Dia harus mengakui, sejak anak kembar mereka lahir tiga bulan lalu, dia hampir tidak terlibat. Di rumah ada pengasuh, pembantu, kepala pelayan, bahkan Nikki sendiri. Menurutnya, itu sudah lebih dari cukup.

Ditambah lagi, saat itu dia memang belum siap menjadi seorang ayah. Melihat dua bayi mungil itu, dia tidak merasa terharu sedikit pun. Namun, sekarang dia mulai mengintrospeksi diri.

Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuh anak-anak itu. Setiap ayah yang punya hati nurani seharusnya mengambil tanggung jawab. Menjadi ayah bukan hanya soal uang atau mencarikan pengasuh, tetapi tentang kehadiran dan membimbing.

Nikki justru paling takut topik ini dibahas. Karena dia tak tahu bagaimana merespons. Jujur saja, dia tidak ingin memikirkannya terlalu jauh.

Suaminya mencintai istri orang lain, bersikap manis pada wanita lain. Sementara itu, dirinya yang merupakan istri sah justru diabaikan. Siapa pun pasti enggan memikirkannya lebih dalam. Itu sama saja dengan menyayat hati sendiri.

Namun, Ralph tetap membahasnya. Pikiran Nikki langsung kacau. Dia diam cukup lama, lalu berpura-pura tenang sambil memaksakan senyuman. "Kamu nggak perlu minta maaf. Urus bayi itu memang ribet. Wajar saja kalau kamu belum paham."

"Tapi, aku ayah mereka. Aku harus paham," sahut Ralph sambil menatap wajah samping Nikki yang tenang.

Nikki tahu Ralph sedang menatapnya. Makanya, dia memiringkan wajahnya lagi, tak ingin bertemu pandang dengan Ralph.

"Mulai sekarang aku akan belajar. Kamu boleh ajari aku," lanjut Ralph, merasa agak jengkel karena dihindari.

Nikki tidak menoleh, hanya mengangguk seadanya. "Hmm, oke."

Setibanya di Moonland, Nikki langsung ingin turun dari mobil. Ralph sempat berkata dari balik pintu mobil, "Aku akan pulang lebih awal malam ini. Kita makan bareng ya."

Tak jelas apakah Nikki mendengarnya atau tidak. Tubuh rampingnya pun berjalan menjauh menuju vila, tanpa menoleh sedikit pun.

Imran melihat bosnya masih memandang ke luar jendela. Dia yang bisa memahami situasi pun tidak langsung menyalakan mobil.

Beberapa saat kemudian, Ralph baru mengalihkan pandangannya dan memerintahkan dengan suara rendah, "Jalan."

Sesampainya di kantor, Pamela, sekretaris utama Ralph, langsung datang dengan wajah kesal. Alisnya sampai berkerut. "Pak Ralph, kenapa baru balik sekarang? File ini harus segera ditandatangani. Aku tunggu sampai berkarat!"

Pamela sudah berusia lebih dari 40 tahun. Dia adalah salah satu karyawan senior yang kompeten. Ralph sangat menghargai kemampuannya.

Karena memercayai kemampuan Pamela, dia langsung menerima berkas dan menandatanganinya tanpa membaca. Pamela pun segera pergi.

Ralph kembali ke ruangannya. Dia menatap tumpukan dokumen di atas meja, tetapi pikirannya terus memikirkan situasi saat makan siang tadi.

Hanya karena mengupas seekor udang untuk Shireen, kini dia merasa sangat bersalah. Padahal selama belasan tahun, mereka bertiga seperti saudara. Hal semacam itu sudah biasa. Entah kenapa, hari ini dia merasa dirinya telah membuat kesalahan besar.

Di jalan tadi, Ralph sebenarnya ingin menjelaskan kepada Nikki, tetapi selalu tersangkut di tenggorokan. Sekarang pun saat mengingatnya kembali, hatinya tetap gelisah.

Pintu kantor kembali diketuk. Pamela masuk dan mengingatkan, "Pak Ralph, sepuluh menit lagi, Pak Roury dan timnya akan tiba."

"Hmm." Ralph mengangguk. Kemudian, dia menatap wanita dewasa dan bijaksana di depannya. Dia tiba-tiba bertanya, "Pamela, kalau perempuan lagi marah, cara apa yang paling ampuh buat hibur mereka?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sri Asri
buka kuncinya kok susah seeeee
goodnovel comment avatar
Hamidah Makalalag
bagus banget aku suka jalan cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 311

    Ternyata begitu! Nikki akhirnya mengerti."Apa sih yang susah dijelaskan? Dia suka sama kamu, kamu juga cinta dia, itu 'kan hal yang bagus." Awalnya Nikki mengira di dalam mobil tadi mereka melakukan sesuatu yang tidak pantas sehingga tidak sengaja membuat kandungannya terguncang."Aku sudah nggak mencintainya lagi!" Ralph menatapnya, lalu kembali menegaskan sikapnya.Nikki tersenyum tipis. "Kalian berdua saling balas dendam, lumayan seru juga dilihatnya."Ralph memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Benar saja, apa pun yang dia katakan, Nikki tetap tidak akan percaya. Jadi sekalipun dia benar-benar menyatakan perasaan sekarang, Nikki hanya akan menganggapnya sebagai lelucon.Sang adik yang berada di pelukan Nikki, berusaha menyusu dengan susah payah cukup lama, tetapi tetap saja tidak bisa merasa kenyang. Nikki mengangkat payudaranya yang sudah kosong, lalu membujuk adiknya untuk melepaskan dengan penuh rasa bersalah.Namun, mana mungkin si kecil rela melepaskannya? Setelah di

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 310

    Sebagai orang luar saja, Imran merasa perkataan itu tidak pantas! Di depan Nikki berbicara seperti itu? Apa yang sebenarnya dipikirkan Shireen? Bukankah ini jelas-jelas menjadi orang ketiga secara terang-terangan?"Bu Shireen, tolong pergi dari sini." Imran menarik lengan Shireen, menyeretnya keluar.Shireen menolak, masih menatap Ralph dan berusaha. "Memang aku yang menyakitimu, tapi kamu juga sudah membalasnya! Anakku gugur karena kamu, itu belum cukup sebagai balasan? Tapi aku nggak menyalahkanmu, anggap saja itu hukuman untukku!""Sekarang kita sudah seri, siapa pun nggak berutang apa-apa lagi! Kenapa kita nggak mulai dari awal lagi? Kak Ralph, aku mohon, kasih kesempatan sekali saja untuk kita ....""Imran!" Ralph sama sekali tidak menyangka Shireen bisa merendahkan dirinya sejauh ini, bahkan menyeret-nyeret urusan yang tak ada hubungannya.Melihat bosnya marah, Imran juga tidak peduli lagi soal perbedaan laki-laki dan perempuan. Dia nyaris memeluk Shireen dengan kedua tangan, mem

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 309

    "Shireen, urusan rumah tanggaku nggak perlu kamu campuri. Waktu itu aku nggak menuntut tanggung jawabmu, kamu seharusnya bersyukur." Ralph kembali membela Nikki, wajahnya serius saat memberi peringatan pada Shireen.Kali ini gantian Shireen yang menjadi gugup. Dia kembali memasang wajah polos dan manja. Dengan suara lembut, dia berkata, "Itu semua kemauan Ibu Angkat. Aku cuma jadi tameng ....""Shireen, jangan anggap orang lain bodoh. Jangan pula terlalu pintar sampai akhirnya justru menjerat dirimu sendiri." Tanpa basa-basi, Ralph membongkar kebohongannya.Apakah memang benar ide Indah atau sebenarnya Shireen yang sengaja menjadikan Indah perisai, Ralph sangat jelas memahaminya.Wajah Shireen langsung menegang. Bibirnya terkatup erat, kepalanya menunduk.Melihat pemandangan itu, entah kenapa Nikki justru merasa agak iba pada Shireen. Dengar-dengar, sejak kecil Shireen selalu dikelilingi kasih sayang, dimanjakan habis-habisan oleh Ralph dan Irfan yang sama-sama menjadi pelindungnya. Bi

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 308

    Nikki mengalihkan pandangan. Wajahnya tampak tenang, tetapi pikirannya sudah kalut dan hatinya bergejolak hebat. Apa maksudnya ini?Sikap Ralph yang seperti sedang menahan penghinaan tetapi juga enggan melepaskan, nyaris membuatnya salah sangka, seolah-olah pria itu benar-benar mencintainya, bahkan cinta yang dalam dan tak tergoyahkan.Suasana di ruangan berubah aneh. Nikki tidak tahu harus bicara apa untuk memecah keheningan, jadi akhirnya hanya menunduk menatap putrinya di pelukan.Beberapa hari ini Nikki sakit, jadi selera makan pun hilang, membuat ASI berkurang banyak. Shani yang sudah terbiasa minum lahap pun merasa tidak puas. Dia mulai menangis sambil terus mengisap semakin keras.Sudah seminggu Nikki tidak menyusui langsung. Dia benar-benar tak tahan dengan tarikan kuat itu, sampai-sampai dahinya mengernyit menahan sakit.Melihat adegan itu, Ralph hendak memarahinya karena dianggap bukan ibu yang baik. Anak sendiri pun tak bisa diberi kenyang. Namun, saat ini Bulan berjalan mas

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 307

    Ralph berdiri di samping, hanya menonton Nikki yang pakaian dan rambutnya berantakan, sibuk kelabakan. Sementara itu, dirinya sama sekali bersikap seolah-olah tidak ada hubungannya dengan semua ini.Sejak Nikki masuk ke Moonland, Bulan sudah lebih dulu menyuruh semua pembantu dan pengasuh keluar dari rumah.Nikki jelas tak sanggup mengurus dua bayi sekaligus. Dia mendongak, menoleh ke sekeliling, tetapi tidak ada seorang pun. Dia segera paham, lalu terpaksa meminta bantuan Ralph. "Kamu cepat gendong salah satu, nanti jatuh gimana!""Kalau minta tolong, bukannya seharusnya sikapmu lebih baik?" Ralph membalas dengan santai."Mereka 'kan anakmu juga?""Bukannya juga anakmu?""Kalau begitu, satu orang gendong satu, itu paling adil.""Tapi aku sudah urus mereka berhari-hari. Kamu absen sekian lama."Maksud tersembunyi, sekarang gilirannya yang menebus, harus bisa mengurus keduanya sekaligus.Nikki sudah menduga akan dipersulit olehnya, tetapi tidak menyangka caranya seaneh dan sekonyol ini.

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 306

    Ketika kembali melangkah masuk ke Moonland, Nikki merasa dirinya seperti pencuri. Dia berjalan dengan hati-hati dan penuh rasa bersalah.Bulan menyambutnya dengan wajah penuh senyuman. "Nyonya, cepat masuk! Shavin sedang main di matras, dia sudah bisa duduk sendiri!"Ketahuan, dia tidak bisa menghindar lagi. Nikki hanya bisa tersenyum, melangkah masuk ke vila, lalu berjalan ke arah putranya.Si kecil sedang menggigit mainan, air liurnya mengalir sampai membentuk garis panjang. Saat tiba-tiba melihat ibunya muncul, Shavin menatap dengan mata bulatnya beberapa detik, lalu langsung mengangkat kedua tangannya sambil bergumam, seakan-akan memanggil "Mama".Hati Nikki seketika penuh kebahagiaan. Dia buru-buru membungkuk, mengangkat putranya ke dalam pelukan.Anak kecil memang berubah setiap hari, apalagi seminggu tak bertemu. Nikki benar-benar merasa putranya sudah tumbuh besar! Ternyata dia sudah bisa duduk sendiri!"Ah, ah, ah, oh, oh, oh ...." Shavin yang belum bisa berbicara pun menendan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status