Share

Bab 7

Author: Hana Pangestu
Ralph baru saja meluruskan kedua kakinya ke dalam selimut. Wajahnya langsung berubah dingin saat mendengar ucapan itu. Dia menoleh menatap belakang kepala Nikki. "Kenapa aku harus tidur di kamar lain?"

"Jangan salah paham. Aku bukan mau mengusirmu. Aku cuma merasa kamu nggak perlu memaksakan diri. Atau aku yang pindah ke kamar tamu juga nggak apa-apa."

Nikki mencoba memahami dari sudut pandang Ralph. Dia merasa pria ini cukup menyedihkan. Wanita yang dicintainya malah menikah dengan sahabatnya, lalu dia dipaksa membangun rumah tangga dengan wanita yang tidak dicintai, bahkan harus berbagi ranjang setiap malam. Mungkin setiap tidurnya penuh mimpi buruk.

Begitu ucapannya selesai, Nikki pun bangkit, bersiap turun dari tempat tidur. Namun, baru saja bergerak, suara dingin terdengar dari belakangnya. "Siapa pria itu? Kalian kenalan dari mana?"

"Hah?" Pertanyaan mendadak itu membuat Nikki terkejut. Dia menoleh, membelalak. "Pria mana? Maksudmu siapa?"

Ralph mencibir, bibir tipisnya membentuk senyuman dingin. "Masih mau pura-pura? Tiba-tiba minta cerai, terus sekarang ingin pisah ranjang juga. Bukan karena kamu sudah punya orang lain di hati?"

"Aku ...." Mata Nikki membelalak semakin besar. Bibirnya bergerak, tetapi tak ada suara yang keluar. Setelah terdiam sejenak, dia baru menjawab, "Aku minta cerai karena ... kamu dan Shireen ...."

"Dia sudah nikah. Nggak ada hubungannya lagi denganku."

"Heh!" Nikki merasa konyol. Seketika, dia nekat membalas dengan meniru gaya berbicara Ralph, "Jangan pura-pura deh. Tatapanmu selalu tertuju ke dia. Masih bilang nggak ada hubungan?"

Ralph tampak terkejut, seolah-olah tak percaya dia berani berkata seperti itu. Nikki memutar tubuh menghadapnya langsung.

"Aku cuma merasa kamu tersiksa dalam pernikahan ini. Aku cuma mau kasih kamu kebebasan. Tapi kamu malah nggak menghargai niat baikku, malah memfitnahku seenaknya!"

Setiap kali berdebat, Nikki selalu memulai dengan hati-hati. Namun, begitu marah, dia akan berubah setajam silet.

Ralph mulai menyadari hal itu. Seolah-olah dalam tubuh Nikki tinggal dua kepribadian. Wajah lembut dan sikap tenang hanya di permukaan. Aslinya, dia tegas, rasional, bahkan tajam dan tak takut melawan.

Jika dibandingkan dengan boneka porselen yang ditaruh di etalase, sisi kedua dari Nikki justru lebih menarik bagi Ralph. Aktif, pintar, berani, bahkan agak galak, seakan-akan siap tempur kapan saja.

Ralph menatapnya lama. Untuk pertama kalinya, dia benar-benar memperhatikan wajah Nikki. Wajah wanita ini sangat terstruktur. Dahi lebar, alis tebal, mata besar, hidung mancung, bibir merah, gigi putih.

Bukan tipe wajah tirus kekinian, tetapi kecantikan klasik yang kalem dan elegan. Semakin dilihat, semakin enak dipandang.

Saat awal kenal dulu, karena kondisi hidup Nikki buruk, dirinya terlihat agak kampungan. Namun setelah beberapa tahun hidup mewah, kulitnya menjadi lebih cerah, auranya lebih elegan. Bahkan tanpa riasan, dia tetap tampak menawan.

Ralph berpikir, kalau saja Nikki bukan wanita penuh perhitungan dan manipulatif, mungkin dia akan mempertimbangkan untuk benar-benar hidup bersamanya demi anak-anak.

Namun, belum sempat dia mencoba menerima keadaan, Nikki malah yang lebih dulu minta cerai. Seakan-akan hidup di rumah ini adalah siksaan besar baginya. Tidak tahu diri!

Nikki sadar tatapan pria itu berbeda dari biasanya, tidak lagi terlihat meremehkan. Hatinya seketika gelisah. "Kamu ... kenapa lihat aku kayak gitu?" tanyanya dengan ragu.

Ralph mengerutkan alis, menarik diri dari pikirannya, menarik selimut sambil bersiap rebahan. "Nggak ada. Aku cuma nggak percaya kamu tiba-tiba jadi begitu baik. Jangan-jangan ini bagian dari rencana licikmu."

"Aku ...." Nikki langsung naik darah. Malam ini, dia benar-benar ingin menyelesaikan semuanya. "Kamu jelas-jelas menuduhku! Memangnya kapan aku menjebakmu? Sebelum bicara, keluarkan bukti dulu!"

Semakin dia marah, Ralph semakin menikmati reaksinya. Namun, wajahnya tetap datar tanpa emosi. Dia berbaring sambil menjawab dengan santai, "Buktinya kamu gendong setiap hari. Masih perlu aku kasih lihat?"

Gigi Nikki bergemeletuk. Dia tahu Ralph masih membahas soal kehamilannya!

Nikki lantas berdiri tegak, mengangkat tangan kanan, dan bersumpah dengan ekspresi serius. Hanya saja, nadanya terdengar sarkastis. "Pak Ralph, aku bersumpah demi langit dan bumi, malam itu setelah kejadian, aku benar-benar minum pil kontrasepsi darurat. Kalau aku bohong, biar aku disambar petir lima kali!"

Ralph membuka matanya. Meskipun posisinya berbaring, auranya tetap dingin dan angkuh. "Kalau sumpah bisa menyelesaikan masalah, Dewa Petir sudah lembur tiap hari."

Nikki merasa darahnya mendidih.

Ralph kembali berbicara dengan santai, "Sebenarnya kalau kamu akui saja, aku juga bisa terima. Di usia segini, jadi ayah memang wajar. Yang aku nggak bisa terima adalah kamu sudah lakuin, tapi malah ...."

"Aku nggak lakuin apa-apa! Nggak ada yang perlu aku akui! Dokter sendiri bilang, nggak ada metode kontrasepsi yang 100% efektif! Itu yang terjadi!" Nikki menyela dengan keras, membela diri lagi.

Tatapan Ralph yang tajam kembali tertuju pada Nikki. Ralph seketika dipenuhi minat melihat amarah wanita itu. Dia bangkit dan duduk bersandar di kepala ranjang.

"Dokter juga bilang, kalau kamu memang minum pil kontrasepsi, nggak dianjurkan mempertahankan kehamilan karena risiko cacat janin. Tapi, kamu tetap ngotot ingin melahirkan. Artinya, kamu sebenarnya nggak minum, 'kan? Kalau nggak, masa kamu mengambil risiko melahirkan anak cacat?"

Nikki menarik napas. "Waktu tahu aku hamil, niat awalku juga ingin gugurkan. Memang berat, tapi aku tahu risikonya. Tapi saat periksa, dokter bilang ada dua kantong janin, yang berarti kembar."

Dia menatap mata Ralph yang dalam dan gelap, lalu melanjutkan, "Dua janin, dua nyawa! Siapa pun akan berat hati menggugurkan!"

"Aku berpikir, sekarang teknologi kedokteran sudah maju. Kalau janinnya bermasalah, aku bisa ambil tindakan selanjutnya. Tapi kalau sehat? Bukankah itu berkah? Kenyataannya, aku menang taruhan!"

Mulut Ralph baru terbuka, tetapi lagi-lagi disela oleh Nikki, "Lagi pula, yang salah itu kamu! Kenapa aku yang harus tanggung akibatnya? Kamu pikir aborsi itu nggak bahaya? Gimana kalau itu buat aku mandul seumur hidup?"

"Tapi sekarang anak-anak lahir sehat, aku jadi ibu dan menyelesaikan tugas terpentingku. Aku bersyukur atas keputusanku waktu itu. Meskipun kamu tuduh dan hina aku, aku nggak pernah menyesal!"

Ucapannya sangat lantang. Setelah itu, Nikki bangkit dari ranjang dengan marah. "Lebih baik kita jaga jarak. Kalau aku terus-terusan kesal kayak gini, air susuku bisa kering!"

Nikki berjalan setengah lingkaran dari ujung ranjang, lalu tiba-tiba berhenti seolah-olah teringat sesuatu. Dia menoleh lagi ke arah pria itu.

"Oh ya, kali ini aku nggak minum pil darurat. Obat itu sangat keras dan aku masih menyusui. Aku nggak mau ambil risiko buat kesehatan anak-anak."

Ralph langsung mengerutkan alis. Barulah dia sadar satu hal penting. Menatap wajah Nikki yang merah padam karena marah, untuk pertama kalinya dia berbicara dengan suara lemah, "Kamu ... kamu nggak akan hamil lagi, 'kan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 202

    Setelah seharian sibuk bekerja, menjelang pulang, Nikki menerima panggilan telepon dari Kennedy."Gimana kabarmu beberapa hari ini?" Suara Kennedy terdengar lembut seperti biasa dan penuh senyum saat berbicara.Nikki teringat kejadian memalukan waktu dia pulang ke kampung. Perlakuan berlebihan Ralph membuatnya merasa malu dan canggung. Bahkan saat ini dia masih agak sulit membicarakannya. "Ya ... lumayan. Setiap hari kerja, cukup padat.""Baguslah. Aku sempat khawatir Ralph akan mempersulitmu.""Nggak ... dia juga sibuk."Sebenarnya Kennedy menelepon untuk menanyakan apakah Nikki sudah serius mempertimbangkan soal perceraian. Namun kalau langsung menanyakan begitu saja terasa tidak sopan, jadi dia hanya mengutarakan hal-hal seputarnya.Namun, Nikki bisa merasakan ada maksud lain di balik kata-katanya. Dia pun memilih untuk jujur, "Kak Kennedy, kalau ada yang mau disampaikan langsung saja."Kennedy terkekeh kecil dan memujinya, "Pintar sekali. Bahkan lewat telepon pun kamu bisa merasaka

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 201

    Dari sudut pandang seorang ayah, Gaston tentu ikut sakit hati melihat kondisi putrinya. Namun, pikirannya tetap lebih tenang dan rasional.Di antara tiga keluarga ini ada hubungan kerja sama dan kepentingan bisnis. Masalah rumah tangga sekalipun, tidak bisa sampai membuat hubungan antar keluarga hancur. Kalau sampai pecah, kelak bagaimana mereka bisa tetap bekerja sama di dunia bisnis?Apalagi, Gaston juga tahu tabiat putrinya sendiri. Shireen selalu bimbang antara dua pria, sehingga membuat hubungannya berantakan. Kalau bukan karena itu, tidak mungkin muncul masalah besar seperti hari ini.Maka baginya, yang terpenting sekarang adalah meredakan keadaan. Jangan memperbesar masalah. Semakin ramai, semakin merugikan semua pihak.Namun, istrinya jelas tidak bisa menerima sikap tenang itu. Begitu mendengar kata-kata Gaston, dia langsung menoleh dengan amarah."Ngomong memang mudah! Rasa sakitnya bukan kamu yang tanggung. Kamu tahu nggak, keguguran bisa menghancurkan tubuh seorang wanita se

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 200

    Irfan masih cukup tenang. Dengan suara rendah dia berkata, "Sudahlah, semua ini sudah ditentukan takdir. Apa pun yang kita bicarakan sekarang tetap nggak ada gunanya."Sebenarnya, Irfan barusan juga mendengar percakapan ibu mertuanya dengan Indah, jadi dia kira-kira sudah tahu apa yang terjadi semalam.Shireen sedang hamil, seharusnya dia yang paling berhati-hati menjaga dirinya sendiri. Namun, dia malah bertengkar dengan Ralph di dalam mobil hingga terjadi insiden. Ralph mungkin memang punya tanggung jawab, tapi kesalahan Shireen sendiri jauh lebih besar.Sudah bertahun-tahun saling mengenal, juga lebih dari setahun berumah tangga, Irfan tahu persis tabiat Shireen. Saat Shireen sedang keras kepala, dia bisa membuat masalah sebesar apa pun.Kali ini, anggap saja sebagai pelajaran. Jika memang anak ini tidak bisa bertahan, baik mereka bercerai ataupun tetap bersama, keadaan justru akan lebih sederhana.Setelah menutup telepon, Ralph masih merasa gelisah. Setelah dipikir-pikir lagi, dia

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 199

    Indah sama sekali tidak tahu detail apa pun. Tadi dia hanya mengucapkan beberapa kata penghiburan kepada Keluarga Maulana. Namun begitu menutup telepon, dia langsung menanyai Ralph dengan penasaran.Ralph sendiri masih tenggelam dalam suasana muram setelah pertengkarannya dengan Nikki pagi itu. Mendengar serangkaian pertanyaan ibunya, perasaannya semakin suntuk. Dia hanya menjawab dengan nada datar, "Tadi malam ada sedikit insiden. Sudah terlalu malam, jadi aku nggak kasih tahu kalian. Aku segera bawa dia ke rumah sakit. Setelah itu, Pak Gaston dan Irfan juga datang, jadi aku pulang duluan."Indah makin bingung. "Insiden apa? Kalian kecelakaan mobil?""Bukan ...."Indah makin penasaran dan nadanya bertambah tegang, "Lalu apa sebenarnya? Aku dengar katanya kalian berdua sempat bertengkar di dalam mobil, kemudian Shireen tiba-tiba sakit perut ...."Wajar saja Indah banyak bertanya. Pasalnya, dari cara bicara Keluarga Maulana, jelas-jelas penuh dengan nada menyalahkan Ralph. Dia khawatir

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 198

    Wajah Ralph yang sedari tadi sudah muram, langsung menjadi semakin masam setelah mendengar ucapan Nikki. Suaranya dingin dan penuh kemarahan yang ditahan."Kamu ingin bercerai supaya bisa hidup mesra dengan pria lain, kenapa harus menaruh tuduhan di kepalaku? Memang benar tadi malam aku bertemu Shireen, tapi nggak ada apa-apa yang terjadi.""Dia cuma tiba-tiba sakit, harus dibawa ke rumah sakit darurat dan tas itu tertinggal di mobilku dalam keadaan panik. Aku sendiri bahkan nggak tahu. Kalau cuma karena itu kamu langsung menuduhku, bukankah kamu terlalu gegabah?"Nikki menoleh dan matanya menatap tajam. "Ralph, sebenarnya siapa yang terus melempar tuduhan? Bisa nggak kamu pakai sedikit logika? Kamu dan Shireen sudah punya perasaan bertahun-tahun lamanya, apa sekarang semua mau kamu pungkiri?"Awalnya Nikki tidak ingin memperpanjang lagi. Semua ini sudah seperti kaset rusak, berulang-ulang membicarakan hal yang sama. Membosankan dan melelahkan. Namun melihat Ralph masih saja bisa memut

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 197

    Begitu masuk ke rumah, seluruh bangunan sudah sunyi senyap. Saat Ralph mendorong pintu kamar utama, seperti yang dia duga, ranjang besar yang rapi dan nyaman itu kosong. Nikki tidak tidur di sana.Ralph berdiri di ambang pintu beberapa detik, entah apa yang dipikirkannya. Lalu dengan langkah berat, dia melangkah masuk dan menutup pintu pelan dari belakang.Di kamar tamu, Nikki yang baru saja berbaring mendengar suara dari luar. Suara itu berisik sejenak, lalu kembali hening. Saat itu, barulah kegugupannya sedikit demi sedikit mereda. Sudah lama sekali mereka tidak mengalami perang dingin seperti ini. Sepertinya, semuanya benar-benar hampir berakhir.....Keesokan paginya ketika Nikki bangun, Ralph belum berangkat kerja. Setelah selesai menyusui bayi kembarnya, dia turun untuk sarapan. Saat tiba di ruang makan, Hadi baru saja masuk dari luar dengan membawa sebuah tas tangan wanita edisi terbatas."Nyony ... eh, Bu, tas Anda tertinggal di mobil Tuan."Hadi memang setiap pagi akan members

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status