Rasul mengerutkan dahinya, ia berusaha mencerna apa yang Zahra katakan. Jelas saja ia bingung, baru pagi tadi ia menggunakan kompornya dan semua baik-baik saja. Namun sekarang? “Rusak bagaimana? Pagi tadi saya pakai masih bisa kok,” sahut Rasul. “Zahra juga nggak tahu, Kak! Coba deh kak Rasul cek! Masalahnya apinya nggak mau keluar! Zahra udah coba sepuluh kali! Kalau kak Rasul nggak percaya coba aja!” ujar Zahra. Rasul bangkit dari sofa lalu berjalan ke arah dapur diikuti Zahra di belakangnya. Pemuda itu kini mengamati sebentar kompornya, semua tampak normal bahkan gas pun terpasang dengan baik. Pemuda itu tampak sedikit menunduk demi mendapatkan posisi yang nyaman untuk menyalakan kompor itu. Dipegang tuas kecil untuk menyalakan benda itu. Tak ada tarikan gas, semuanya terasa anyep begitu saja. Pundak Rasul langsung mengendur lalu menoleh dan menatap Zahra dengan tatapan datar. “Zahra Sayang, kamu memang suka bikin saya kaget?” ujar Rasul. “Iya ‘kan? Nggak bisa ‘kan! Zahra ba
“Astaga, Zahra ini larinya cepat banget! Pergi kemana sih dia di mall sebesar ini?!”Seorang pemuda dengan jas pernikahan lengkap dengan sepucuk bunga di sakunya tampak kebingungan mencari keberadaan seorang wanita yang baru saja sah menjadi istrinya beberapa menit yang lalu.“Kenapa telepon saya juga tidak diangkat? Kebiasaannya sejak dulu tidak pernah berubah! Selalu menghilang sesukanya sendiri. Kamu kemana sih Zahra?!” keluh pemuda itu sembari terus berusaha menghubungi sang istri.“Bagaimana bisa dia kabur dari acara pernikahannya sendiri bahkan sebelum acara selesai? Entah saya harus mencarinya ke mana di mall sebesar ini! Sepertinya kemarin dia yang sangat bahagia menunggu hari ini tiba, tetapi sekarang menghilang seolah tertelan bumi!” cibir Rasul—pemuda dengan tatapan teduh, tinggi semampai, senyum yang manis dengan tambahan tahi lalat kecil di wajahnya dan rambut rapi tertutup kopiah hitam.Rasul akhirnya memutuskan untuk memanggil istrinya melalui meja informasi yang ada di
“Kak Rasul! Turunin Zahra sekarang!!” teriak Zahra sembari terus memukul punggung Rasul yang membawanya keluar dari tempat acara itu.Rasul menurunkan Zahra dengan perlahan lalu mencengkeram pergelangan tangan kanan Zahra dan sedikit membungkuk untuk menatap istrinya yang lebih pendek darinya itu.“Kak Rasul sengaja ikut acara itu untuk tebar pesona dengan semua wanita cantik di sana, hah?! Baru saja dua jam yang lalu Kak Rasul mengucapkan akad, sudah mau mengucap akad lagi, hm?!” cecar Zahra dengan mata melotot yang nyaris keluar dari tempatnya.“Lalu kenapa kamu ada di belakang podium, Zahra? Hendak mencari pria yang akan menyebut namamu dalam akad lagi?” sindir Rasul.“Jangan memutar balikkan fakta, Kak! Zahra ada di sana karena Kak Rasul mengejar Zahra sampai ke sini!” omel Zahra sembari mengalihkan pandangannya dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rasul yang tampak kuat menguncinya.Rasul dengan cepat melepas cengkeraman tangannya namun beralih pada pinggang Zahra dan mendo
Zahra tampak segera membalik tubuhnya dan mulai mengamati wajah Rasul dengan tatapan selidiknya. Sementara itu, Rasul malah bangkit tampak santai dengan bibir yang sedikit ia majukan bergaya seolah sedang mengambek.“Kenapa Kak Rasul memulai itu lagi? Zahra sudah pernah bilang kami hanya teman bukan?” tutur Zahra sedikit ketus.“Lihat sendiri ‘kan siapa yang selalu ketus setiap pembahasan ini dimulai. Lagi pula saya hanya bertanya. Kenapa kamu jadi kesal begitu?” tutur Rasul kini malah mulai berjalan meninggalkan Zahra yang tampak semakin geram.“Kak Rasul!!” teriak Zahra lalu segera mengangkat gaunnya yang menjuntai agar tak menghalangi jalan cepat mengejar sang suami itu.“Kak Rasul sendiri yang sudah memberikan izin pada Zahra untuk mengundangnya, ‘kan? Kenapa sekarang seolah tak setuju karena Zahra mengundangnya?” omel Zahra berusaha menahan Rasul semakin menjauhinya.“Iya, Sayang. Saya tidak marah, saya hanya bertanya. Karena kamu sudah mengundangnya, jadi apa dia sudah datang? S
Wajah Zahra seketika berubah ketus saat mendengar pertanyaan yang Rasul berikan kepadanya. Tangan yang awalnya dipegang Rasul pun dibuatnya mengendur“Saya hanya bercanda, Zahra. Saya hanya tidak menyangka akan dapat kecemburuan sebesar itu darimu. Besok, saya kenalkan pada seluruh tim kerja saya supaya kamu tidak salah paham lagi. Okey? Jadi, bisakah sekarang jangan mengambek?” tutur Rasul.Akhirnya acara pernikahan hari itu usai. Namun, seperti yang diketahui jika Rasul cukup aktif dengan media sosialnya dalam berdakwah dan memberi motivasi, acara perayaan tidak akan berhenti sampai di situ saja.Tetapi setidaknya, siang itu acara telah usai dan keduanya akan mulai tinggal berdua di apartemen milik Rasul yang berada tepat di pusat kota.Bukannya kembali ramai seperti yang mereka lakukan di mall dan gedung pernikahan tadi, keduanya kini malah tampak canggung dan saling terdiam satu sama lain.“Ehm!” deham Rasul berusaha mencairkan suasana meskipun itu malah membuat keduanya kian teng
“Kenapa kamu tiba-tiba bilang seperti ini, Zahra? Ada masalah dengan pembicaraan kita sebelumnya? Atau ada sesuatu yang mengganjal tentang tindakan saya barusan?” tanya Rasul yang jelas terkejut atas apa yang Zahra katakan.Akad baru saja diucap pagi tadi tetapi sekarang sang istri malah ragu atas pernikahan keduanya. Bagaimana mungkin suasana hati beralih begitu cepat? Apakah mungkin memang istrinya selabil itu?“Kak Rasul tidak merasakannya? Semuanya baru terungkap beberapa saat lalu. Zahra jadi takut jika ini bukan keputusan yang benar untuk menikah secepat ini, Kak!” Zahra menundukkan pandangannya sementara jari jemarinya terus asik bermain di bawah mukanya.“Zahra, saya tidak paham. Apa maksudmu? Bisa tolong jelaskan apa yang membuat kamu tiba-tiba ragu?” tanya Rasul lagi.Zahra kini mengangkat kepalanya dan membawa satu kakinya ke atas sofa demi bisa menatap sang suami dengan lurus. Tangannya pun, meski dengan cukup gemetar akhirnya menggenggam salah satu tangan Rasul.“Kak Rasu
“Kak Rasul!!” teriak Zahra bersamaan dengan Rasul yang tampak terkejut dan tersentak menjauh dari sisi kompor. “Astagfirullah Kak Rasul!!” teriak Zahra lagi lalu dengan cepat berlari ke arah Rasul dan mematikan kompor yang telah mengeluarkan asap gosong dari setiap sisi pan yang Rasul gunakan untuk menggoreng telur mata sapi. Mata Rasul melotot melihat apa yang tengah terjadi di hadapannya. Telur yang beberapa waktu lalu berniat ia angkat agar tak gosong sekarang telah kering dan tampak buruk rupa, bahkan pan baru hadiah pernikahan mereka kini tampak telah hangus. “Kak Rasul kenapa, sih? Melamun? Atau tidak tahu cara mematikan kompor? Kenapa telurnya dibiarkan sampai gosong? Kalau nanti kompornya panas, terus gasnya meledak dan kita mati terpanggang di sini bagaimana, Kak? Kak Rasul mau ada berita tentang kita pakai headline ‘Sehari nikah dua pasangan ini ditemukan gosong?’ Hmm?!” cecar Zahra tak berhenti mengomel. Rasul tak menjawab dan seketika menarik Zahra mendekatinya lalu me
“Mau sampai kapan seperti ini, Zahra? Badan saya rasanya sudah remuk,” lirih Rasul. Mata Zahra seketika terbuka dam dengan cepat tubuhnya melakukan penolakan pada Rasul hingga ia dengan cepat berdiri dari posisi tak aesthetic itu. “Ya salah kak Rasul! Kenapa harus menggoda Zahra tadi. Kalau kak Rasul tidak memulai, Zahra tidak akan memukul dan kits tidak akan jatuh!” ujar Zahra masih saja mengomel. Rasul sambil sedikit merintih bangkit sembari memegangi dadanya. Melihat apa yang terjadi pada Rasul, Zahra langsung mengendurkan emosinya. Ia segera kembali berjongkok dan memegang bahu Rasul untuk memeriksa keadaan sang suami. “Kak, sakit? Maaf ya,” lirih Zahra. “Nggak apa-apa, cuma kaget aja. Bisa bantu saya berdiri?” tanya Rasul sembari mengangkat kepalanya menatap Zahra. Tak menunggu lama, Zahra segera bangkit lalu menjulurkan tangannya untuk membantu sang suami untuk segera bangkit dari posisinya. “Kak Rasul duduk saja dulu di sini, Zahra ambilkan air minum sebentar,” ujar Zahr