Baru selesai akad, ia malah pergi ke acara pencarian jodoh—Take Me Out, Sir!! Dua kali bertemu, dan mereka memutuskan menikah pada pertemuan ketiga. Malam sebelum pernikahan ia tampak sangat bersemangat untuk pernikahannya. Tetapi beberapa saat setelah akad, dia malah meninggalkan acara resepsi untuk mengikuti ajang pencarian jodoh dengan gaun dan mahkota pernikahannya. Pernikahan kami begitu cepat, pertikaian setiap saat, hingga kami mulai ragu, apakah ini termasuk pernikahan dini? Atau ajang pencarian jodoh cepat?
View More“Astaga, Zahra ini larinya cepat banget! Pergi kemana sih dia di mall sebesar ini?!”
Seorang pemuda dengan jas pernikahan lengkap dengan sepucuk bunga di sakunya tampak kebingungan mencari keberadaan seorang wanita yang baru saja sah menjadi istrinya beberapa menit yang lalu.
“Kenapa telepon saya juga tidak diangkat? Kebiasaannya sejak dulu tidak pernah berubah! Selalu menghilang sesukanya sendiri. Kamu kemana sih Zahra?!” keluh pemuda itu sembari terus berusaha menghubungi sang istri.
“Bagaimana bisa dia kabur dari acara pernikahannya sendiri bahkan sebelum acara selesai? Entah saya harus mencarinya ke mana di mall sebesar ini! Sepertinya kemarin dia yang sangat bahagia menunggu hari ini tiba, tetapi sekarang menghilang seolah tertelan bumi!” cibir Rasul—pemuda dengan tatapan teduh, tinggi semampai, senyum yang manis dengan tambahan tahi lalat kecil di wajahnya dan rambut rapi tertutup kopiah hitam.
Rasul akhirnya memutuskan untuk memanggil istrinya melalui meja informasi yang ada di lobi lantai satu mall besar di kota itu. Meskipun sedikit malu karena merasa ditinggal sang mempelai, Rasul mencoba terus memasang muka badak saat pekikkan itu diucap sang penjaga.
“Panggilan kepada Zahra Athifah agar segera mendatangi pusat informasi lobi lantai satu karena telah ditunggu suaminya. Sekali lagi, panggilan kepala Zahra Athifah untuk segera datang ke pusat informasi lantai satu!”
Rasul tampak sebentar tersenyum dan mengangguk usai mengucapkan terima kasih atas bantuan sang petugas. Ponsel yang ia cekal terus tampak berusaha terhubung dengan Zahra.
“Ditinggal calonnya ya, Mas? Kalau saya jadi mas mending saya cari yang lain! Lagi pula masnya juga ganteng!” celetuk petugas pria yang ada di sana sambil meringis.
“Ah, bukan Pak. Itu! Memang lagi cosplay jadi pengantin baru saja. Dia sebenarnya benar istri saya kok, Pak! Cuma ya itu, dia orang baru di sini jadi kesasar gitu,” dusta Rasul sembari meringis ke arah sang satpam.
Saat ia masih berada di dekat pusat informasi, sekumpulan siswi SMA tampak terus melirik ke arahnya dan membuatnya kembali merasa canggung.
“Misi, Mas!” pekik salah satu di antara siswi SMA itu. Rasul segera menoleh dan sedikit mengangguk.
“Mas pasti calon mempelai dari cewek yang pakai gaun pernikahan putih tadi ‘kan?” tuturnya.
Mata Rasul seketika menjadi cerah, setidaknya seseorang melihat keberadaan istrinya yang kabur itu. Dibuka ponselnya dan ia tunjukkan foto Zahra kepada mereka.
“Nah, iya betul! Ini yang tadi kami lihat di lantai tiga! Tapi aslinya lebih cantik, sih!”
“Lantai tiga? Kalian melihat dia di sebelah mana? Dia baik-baik saja ‘kan?” tanya Rasul sedikit canggung bercampur cemas.
“Baik-baik aja kok, Mas! Masalahnya, tadi saya liat mbaknya masuk ke salah satu live stasiun TV tempat acara cari jodoh gitu!” Suasana canggung tiba-tiba menerpa.
Tatapan mata Rasul tak bisa berbohong lagi, rasa malu bercampur bingung kini menyergap dirinya sementara kumpulan siswi SMA itu tampak tak enak hati usai mengatakan hal tersebut.
“Acara pencarian jodoh? Maksud kalian?” ulang Rasul.
“Iya, Mas! Jadi pekan ini mereka lagi tour gitu dan tempatnya di mall lantai 3. Judul acaranya Take Me Out, Sir! Ya, isinya cewek-cewek yang mau cari cowok buat pacar atau suami gitu, Mas. Yang sabar ya, Mas! Mending cari yang lain aja, Mas! Masnya juga ganteng pake banget kok, hehe!” aku sang pelajar membuat Rasul sedikit meringis.
“Ahh, begitu. Baiklah, terima kasih untuk informasinya. Saya permisi, ya!” pekik Rasul lalu segera lari dari sana menuju eskalator yang berada di lantai satu itu.
Seolah tengah berada dalam scene film roman, Rasul dengan setelan pernikahannya berlari mencari Cinderella yang tiba-tiba menghilang dari acara pernikahannya sendiri.
Sebuah pintu ruang hitam yang tampak kedap suara bertuliskan ‘Take Me Out, Sir!’ membuat jantung Rasul berdebar hingga tangan kirinya mencengkeram dadanya sendiri.
“Istri mana yang setelah menikah bukan menemani suaminya tapi malah cari jodoh di acara televisi macam ini?! Lihat saja Zahra, kamu akan tahu apa yang saya lakukan di dalam sana nanti!” pekik Rasul lalu mulai melangkah memasuki ruangan tersebut.
Di sisi lain, lebih tepatnya di belakang podium para wanita cantik dengan pakaian terbaik mereka mulai tersenyum saat sang host memulai acara. Sementara itu, seorang wanita dengan hijab panjang, mahkota di atas kepalanya, dan balutan gaun pernikahan elegan tampak sedikit canggung di sana.
“Sepertinya sebuah kesalahan aku masuk ke sini! Acaranya live pula! Bagaimana jika seorang pria memilihku nanti? Ashh, ini semua karena Kak Rasul!! Kenapa dia sangat menyebalkan tadi!” omel Zahra.
Acara pun dimulai. Beberapa pembukaan dimulai dengan sedikit lagu dan sesi kabar quote oleh sang host. Kini saatnya sang single man pertama untuk masuk ke dalam ruangan dan menemui para calon kekasih.
Saat pemuda itu baru menjejakkan kakinya, seluruh mata langsung memandang takjub dan terpesona dengan ketampanan sang single man. Berbeda dengan para wanita lain, Zahra malah tampak tercengang dengan apa yang dilihatnya.
Seorang pemuda yang berdiri tegap dan menatap ke sekitar dengan senyum manisnya tak lain dan tak bukan ialah Rasul Asyraf—suaminya.
“Kak Rasul?!! Wah, berani ya dia ikut acara ini, hm?! Lihat saja nanti! Aku tak akan memilihnya dan memilih pemuda lain!” geram Zahra sembari mengepalkan tangannya di atas podium tempatnya berdiri.
“Baiklah, single ladies! Untuk tahap pertama, kendali ada di tangan kalian, apakah pemuda single ini mampu meluluhkan hati kalian atau tidak! Single ladies, tentukan pilihanmu!” pekik sang host lalu mempersilakan para wanita single di belakang podium untuk mematikan atau mempertahankan lampu mereka.
“Aissh, apa-apaan ini! Bisa-bisanya semua mempertahankan lampu?! Mereka pikir Kak Rasul jodoh mereka, hah?” sergah Zahra.
Benar saja, dua puluh empat wanita di sana tetap mempertahankan lampunya sementara Zahra dengan cepat malah mematikan lampu podiumnya.
“Waw! Menakjubkan! Hanya satu lampu yang padam! Ada masalah apa dengan Zahra ini, ya?” tutur sang host langsung membuat Rasul tersenyum miring memandangnya dari jauh.
“Sudah kuduga secepat itu menemukanmu, Zahra!” bisik Rasul lalu berjalan menuju podium tempat Zahra menatapnya ketus.
Seluruh wanita yang Rasul lewati seolah tampak terpana dengan pemuda yang melintas di hadapan mereka. Aroma wangi yang semerbak, langkah tegap dan penuh tujuan seolah tergambar dalam gesturnya.
“Zahra Athifah! Mau lari kemana lagi, Sayang? Kali ini kamu tidak akan bisa lagi lolos dan kamu harus kembali ke acara pernikahan kita!”
Perkataan Rasul sontak membuat seluruh orang terkejut bukan main bahkan hingga melongo dan menutup mulut mereka.
Tanpa menunggu jawaban dari sang wanita di hadapannya itu, Rasul langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Zahra dan menggendong wanita itu kembali ke pusat panggung.
“Maafkan saya, Nona-Nona. Saya kemari hanya untuk menjemput istri saya yang sangat menyebalkan ini."
Rasul mengerutkan dahinya, ia berusaha mencerna apa yang Zahra katakan. Jelas saja ia bingung, baru pagi tadi ia menggunakan kompornya dan semua baik-baik saja. Namun sekarang? “Rusak bagaimana? Pagi tadi saya pakai masih bisa kok,” sahut Rasul. “Zahra juga nggak tahu, Kak! Coba deh kak Rasul cek! Masalahnya apinya nggak mau keluar! Zahra udah coba sepuluh kali! Kalau kak Rasul nggak percaya coba aja!” ujar Zahra. Rasul bangkit dari sofa lalu berjalan ke arah dapur diikuti Zahra di belakangnya. Pemuda itu kini mengamati sebentar kompornya, semua tampak normal bahkan gas pun terpasang dengan baik. Pemuda itu tampak sedikit menunduk demi mendapatkan posisi yang nyaman untuk menyalakan kompor itu. Dipegang tuas kecil untuk menyalakan benda itu. Tak ada tarikan gas, semuanya terasa anyep begitu saja. Pundak Rasul langsung mengendur lalu menoleh dan menatap Zahra dengan tatapan datar. “Zahra Sayang, kamu memang suka bikin saya kaget?” ujar Rasul. “Iya ‘kan? Nggak bisa ‘kan! Zahra ba
“Diajarin kak Rasul, sih!” sahut Zahra sembari membuka lemari es. “Ngaku aja kalau sudah dari sananya kamu jago menggombal. Bilang saja awalnya masih malu-malu, padahal sebenernya udah kebelet ngegombal dari hari akad. Iya ‘kan?” terang Rasul sembari bersandar pada dinding di dekat kulkas. “Mm, benar juga!” kekeh Zahra disambung kekehan Rasul. Zahra kini beralih ke meja bar dapur dan mulai mengupas bawang serta memotong beberapa sayuran yang ia ambil dari lemari pendingin tadi. “Mau buat apa? Perlu saya bantu apa?” tanya Rasul sembari menyangga dagu di meja bar itu memandang Zahra juga sayuran di sana. “Enggak usah, deh! Kali ini spesial buat kak Rasul. Tadi pagi ‘kan kak Rasul sudah buatkan sup, sekarang ganti deh Zahra yang buatkan untuk kak Rasul! Nasi goreng! Hehe,” kekeh Zahra. Rasul tampak mengangguk setuju. Pemuda itu lanjut mengambil gelas dari rak dan menuangkan air minum dari dispenser. “Minum dulu, salah tingkah bikin gagal fokus soalnya!” pekik Rasul. Zahra mengerut
Zahra duduk di depan meja rias sembari mengarahkan pengering rambut itu ke rambutnya sendiri, sesekali mulutnya bersenandung riang sementara tangannya menyapu rambut hitamnya perlahan.Dari belakang, tampak pintu toilet perlahan terbuka. Zahra seketika melebarkan matanya. Ditariknya pengering rambut itu ke dekapannya dengan kedua tangan mencengkeram erat. Bibirnya menyatu satu sama lain sembari menelan salivanya. Senandungnya berhenti seketika.Rasul keluar dari toilet sembari mengusap-usap rambutnya dengan handuk berwarna biru tua. Pemuda itu sebentar berhenti di depan pintu toilet dan mengeringkan kakinya pada anyaman plastik karet bertulis ‘welcome’ itu.Rasul mendongak, tepatnya menatap kaca cermin. Mata Zahra langsung beralih dan berusaha kembali natural dengan mengeringkan rambutnya sendiri.Pemuda itu berjalan santai ke dekat Zahra. Di tariknya sebuah kursi untuk dirinya bersanding di sebelah Zahra. Semerbak aroma wangi mengisi ruang hidung Zahra. Entah apa yang berbeda, tetapi
Rasul tampak menyesal, pemuda itu bangkit dari posisi berbaring namun masih duduk di atas ranjang dan memandang wajah istrinya itu serius. “Maafkan saya, Zahra. Saya benar-benar tidak berniat menggampangkan kamu. Saya juga sangat ingin tetap berada di swalayan tadi, tapi ya begitulah seperti yang saya katakan,” ujar Rasul. “Ya! Zahra memang masih marah karena itu! Tapi yang bikin kesal lagi, karena itu, Zahra lupa mengambil roti! Sekarang pertanyaannya, bagaimana bisa membuat Nugget roti tanpa ada roti? Zahra sudah malas juga keluar rumah lagi. Capek harus bolak-balik memasang sarung tangan lengan juga kaos kaki!” omel Zahra. “Ya sudah, kalu begitu Zahra maunya apa? Atau mau saya yang belikan sendiri di warung sebelah?” tanya Rasul melembutkan suaranya. “Nggak usah! Kita pesan makanan online saja! Zahra juga mau lanjutkan menonton dramanya! Kak Rasul selesaikan saja pekerjaan kakak!” sergah Zahra. Rasul meringis lalu menoleh ke laptop Zahra yang ia pindah ke atas nakas tadi. Ia m
Zahra hanya tersenyum paksa pada keduanya lalu kembali masuk ke dalam dengan baki kosong yang ia pegang di tangannya. Wanita itu menghela napasnya panjang di dapur seolah baru saja menemui seorang pejabat tinggi hingga napas saja harus ia atur sedemikian rupa. Baru saja mengembalikan moodnya yang hilang entah ke mana, Zahra akhirnya memutuskan untuk membuat menu yang memang ia rencanakan tadi di swalayan. Namun ia teringat akan sesuatu. Dengan cepat ia mengecek kembali barang belanjaannya dan menyadari ada sesuatu yang kurang. Wajah Zahra langsung berubah muram. Mulutnya moncong, sementara matanya menatap ketus meja makan yang penuh dengan bahan belanjaannya itu. “Bagaimana bisa buat nugget roti kalau rotinya saja tidak ada!” pekik Zahra. Malas memikirkan menu apa yang bisa menggantikan menu sasarannya, terlebih emosinya yang masih naik turun karena dipaksa pulang membuatnya memilih untuk masuk ke kamar dan membuka laptopnya yang ia bawa dari rumah kedua orang tuanya. “Daripada
Mata Zahra melotot, ia langsung menoleh tajam ke arah rasul yang saat itu juga langsung menoleh ke arahnya. Zahra terang-terangan menunjukkan tatapan tajamnya sembari mengangkat dagunya. Sementara itu Rasul malah mengerutkan dahi sembari menggeleng. “Saya sedang di luar rumah bersama Zahra, Alimah. Apakah ada sesuatu yang sangat penting?” tanya Rasul lagi. “Zahra enggak mau pulang sekarang!!” Mulut wanita itu dengan lebar terbuka menuturkan apa yang ingin ia katakan dengan tanpa suara berharap sang suami memahaminya. “Ehm–” gumam Rasul sembari terus mendengarkan perkataan Alimah dari seberang dan sedikit mengabaikan Zahra yang terus menggeleng tidak mau pulang. “Baiklah, kalau begitu saya akan pulang setelah ini.” Keputusan Rasul barusan tentu saja mengundang amarah bagi Zahra. Wanita itu seketika melotot dan tak bergerak. Pandangannya seolah menatap Rasul kesal sementara tangannya telah terlepas dari genggaman sang suami. “Iya, waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!” pekik
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments