Hana melempar tatapan sedikit tajam ke arah Oliver yang menunggu jawaban atas pertanyaan. "Kamu serius mau tahu apa alasanku?"Oliver tersenyum miring, kemudian menarik diri dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau aku nggak serius ngapain atau tanya segala."Kini giliran Hana yang menarik diri ke belakang dan melakukan hal yang sama seperti yang yang dilakukan Oliver, melipat kedua tangannya di depan dada sambil bersandar dan memasang wajah senyum miring pula."Gimana kalau aku bilang, aku mau manfaatin kamu?" Hana berkata dengan sangat cuek, tanpa beban, dan seolah tidak takut jika akhirnya pemuda itu tidak jadi menyambung hubungan mereka setelah ini. Toh perjodohan yang diatur ibunya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalaupun Oliver memutus hubungan, Hana masih akan memiliki waktu untuk mencari teman kencan yang lain.Oliver terkekeh singkat. "Kamu mau manfaatin aku? Nggak akan semudah itu.""Oke, aku akan mengatakan
Hana kembali ke resort Salsa dengan senyum merekah begitu lebar. Kedua tangannya menenteng kresek besar berisi berbagai macam makanan. Menghempaskan bokongnya di atas sofa, Hana mulai membongkar belanjanya yang berisikan mulai dari makanan ringan beberapa minuman kaleng serta biskuit dan kue.Salsa yang mendapati itu, terperangah dan tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Gadis itu hanya geleng-geleng dengan mulut yang terus terbuka."Tutup mulut! Nanti ada lalat masuk, lho!" celetuk Hana acuh, kemudian melanjutkan menyantap snack di tangannya.Salsa berdecak kesal dengan sikap Hana. Jika dilihat-lihat sepertinya sahabatnya itu tengah bersuka hati, sehingga membeli begitu banyak makanan untuk merayakan kebahagiaan yang didapatnya.'Apa kencan butanya sama cowok aplikasi itu berjalan dengan baik?' Salsa membatin.Masih dengan sedikit kesal, Salsa bergerak memeriksa kantong kresek yang tadi dibawa oleh Hana, mencari sesuatu yang kira-kira bisa dimakan tanpa membuat berat badannya me
Hana tertegun cukup lama. Apa yang dikatakan Salsa memang benar, biasanya dia selalu diperjuangkan, kenapa pula sekarang Nia merasa harus memperjuangkan Oliver, pemuda yang dikenalnya melalui aplikasi dan baru bertemu di dunia nyata sekali saja.Hana menggelengkan kepalanya kuat, seolah berusaha menyingkirkan banyak pemikiran yang tidak pernah terlintas di benaknya sebelumnya."Oke, jadi gini. Tadi aku udah ngomong sejujurnya ke dia, apa tujuanku nyari jodoh online, tapi dia tetap mau lanjut meskipun dia tau kalau aku cuma manfaatin dia. Lagian dia juga bilang ikuti aturan aplikasi aja, nggak perlu dibikin pusing apapun yang terjadi nantinya." Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, kini Hana angkat bicara."Jadi hubungan kalian nggak pasti, kan? Gimana kalau suatu hari kamu beneran jatuh cinta sama cowok itu, tapi tiba-tiba aplikasi itu bilang kalian nggak cocok dan kalian nggak bisa lanjut hubungan?"Pertanyaan yang diajukan Salsa lagi-lagi membuat Hana bungkam beb
Salsa mengernyit mendengar ucapan pelan Hana yang terdengar menyebut nama Oliver. "Oliver? Bukannya itu nama cowok aplikasi itu? Mana? Di mana dia?" Salsa langsung bersemangat mencari keberadaan Oliver, dan mengikut arah pandang Hana.Hana menunjuk pada objek yang dia maksud, sambil terus menatapnya tanpa berkedip. "Itu, yang pake baju merah, dia ngapain disana? Apa itu keluarganya?"Salsa menyipitkan mata, mengamati pria bernama Oliver itu dan beberapa orang yang terlihat seperti keluarga. Tapi Salsa tidak yakin bahwa mereka merupakan keluarga Oliver."Meskipun mereka kelihatan seperti sebuah keluarga tapi aku nggak yakin kalau itu keluarga Oliver, Han. Jelas-jelas mereka berbeda. Mereka keliatan seperti orang bule tapi Oliver bukan bule." Salsa memberikan pendapat sesuai pengamatannya.Hana menganggukkan kepala sambil masih terus memandang ke arah dimana Oliver seperti begitu akrab dengan keluarga tersebut. Hana setuju dengan pendapat Salsa.Hana merogoh tas kecilnya dan meraih pons
Oliver menatap Hana penuh arti. Mendengar pertanyaan Hana, Oliver jadi berpikir untuk sekedar mengetes ketulusan gadis itu.'Dia bilang mau memanfaatkan aku, kan? Gimana kalau aku tes dia sedikit?' Batin Oliver berbicara."Kamu nggak bisa punya pasangan miskin, ya?" tanya Oliver yang cukup mampu membuat Hana kebingungan harus menjawab apa. Apakah kentara sekali bahwa ia sangat menghindari pria miskin?Sebenarnya bukan tanpa alasan, Hana menghindari pria miskin karena melihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, mereka hanya ingin memanfaatkan kekayaan orang tua Hana saja. Sedangkan yang tidak miskin hanya mengincar tubuh Hana saja. Karena itulah Hana sangat pemilih sekarang.Hana mengalihkan pandangan ke sembarang arah ketika berkata, "Bukan nggak bisa, tapi nggak terbiasa. Nggak papa cowok itu miskin asalkan dia bisa mencukupi kebutuhanku yang nggak sedikit." Hana menghindari berserobok tatap dengan pemuda di hadapannya."Jadi, apa masalahmu, sampai kamu mengajakku bertemu mendadak
Oliver melangkah cepat memasuki area penginapan di sisi utara, berbeda dengan penginapan Salsa yang berada di sisi selatan.Seorang pria paruh baya langsung menyambut Oliver. Wajahnya menggambarkan perasaan pria itu bahwa sebenarnya ia sedang tidak tenang."Bapak tidak menghubungi Mas Oliver?" tanya pria paruh baya itu sambil membimbing langkah Oliver menuju ruangannya."Nggak, Pak. Apa Papa menghubungi Bapak? Papa bilang apa?" tanya Oliver berbondong, dan sedikit tidak sabar menunggu jawaban dari pria dihadapannya."Bapak curiga Mas Oliver ada disini, Mas."Oliver mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. "Bapak udah mengepak barang saya, kan?""Sudah, Mas, sudah saya masukkan ke gudang, seperti perintah Mas Oliver."Oliver mengangguk. "Terima kasih banyak, Pak."Mereka terdiam sesaat, menciptakan keheningan di ruangan tersebut."Gimana ceritanya, Papa bisa tau saya disini, Pak?""Bapak memeriksa tiket keberangkatan Mas Oliver. Meskipun tujuannya tidak di kota ini, tapi pemberhentian M
Hana menggeliat ketika dirinya merasa kedinginan akibat selimut yang tadinya menutup hingga pundaknya, kini hanya menutup sampai bagian perutnya saja. Hal itu karena Salsa terlalu menguasai selimut tersebut.Hana berdecak pelan, sambil menarik pelan selimut itu dan mengambil bagian lebih lebar tanpa membuat Salsa kedinginan.Ketika Hana hendak kembali memejamkan mata, sialnya ada panggilan alami yang mengharuskannya untuk bangun dan pergi ke kamar mandi. Ya, hawa dingin membuatnya ingin buang air kecil.Dengan enggan Hana melangkah menuju kamar mandi. Ia enggak karena ia sebenarnya tidak ingin menyentuh air di hawa yang begitu dingin itu, namun mau bagaimana lagi? Mau tidak mau Hana harus bersentuhan dengan air, bukan?Hana melakukan kegiatannya dengan cepat. Keluar dari kamar mandi, kedua tangan Hana sibuk menggosok lengannya untuk mengurangi rasa dingin. Dan saat ia hendak kembali ke kamar, Hana mendengar ada sesuatu yang cukup berisik berasal dari samping tempat tinggal mereka. Han
"Aaaaaa!""Aaaaaa!"Keributan membahana di pagi hari. Baik Salsa maupun Oliver sama-sama berteriak ketika keduanya saling bertemu secara tidak sengaja, ketika yang satu baru saja keluar dari kamar mandi dan yang satu hendak masuk ke dalam kamar mandi.Dari arah kamar, Hana berlari keluar untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana."Kamu ngapain teriak-teriak!" Oliver membentak Salsa."Kamu yang ngapain teriak di depanku? Lagian kamu ini siapa? Kenapa ada di penginapanku? Kamu penyusup?" Berbagai macam pertanyaan dilancarkan Salsa, dengan tatapan tajam menyelidik.Oliver memaki dirinya karena lupa bahwa orang yang menyewa penginapan ini adalah teman Hana, dan gadis inilah pasti pemiliknya. Seketika Oliver merutuki kebodohannya yang membentak gadis yang tak dikenali itu.Hana yang melihat Oliver seperti kebingungan hendak berkata apa untuk menjawab semua pertanyaan Salsa, segera mendekat dan menengahi."Sa, tenang dulu, oke? Aku bisa jelasin." Hana datang menyela pembicaraan.Salsa ber