Share

6. PERTEMUAN PERTAMA

Setelah mendapat notifikasi dari aplikasi PLAY DATES dimana mengharuskan Hana melakukan pertemuan dengan seseorang yang memiliki kecocokan dengan tingkat tinggi dengan dirinya, Hana melesat kembali ke tempat tinggal Salsa dan segera bersiap melakukan kencan pertamanya.

Melihat Hana yang begitu semangat untuk bertemu teman kencan butanya, Salsa geleng-geleng kepala.

"Kamu serius mau ketemu sama teman kencan buta kamu itu? Gimana kalau ternyata dia jelek, buluk, berkumis, berjenggot, dan—"

"Nggak mungkin! Aku yakin dia nggak seperti yang kamu katakan barusan," sela Hana.

"Kenapa nggak mungkin? Kalau dia ganteng, kaya, good looking, mana mungkin dia cari jodoh online? Kecuali kalau dia punya kelainan!" Salsa menghardik.

"Apa menurutmu aku ini punya kelainan juga?" Hana mengembalikan pertanyaan itu dan Salsa tak bisa menjawabnya.

Melihat salsa terdiam seperti itu, Hana tergerak untuk menjelaskan niatnya tanpa diminta. Karena biar bagaimanapun Hana tahu Salsa sedang mengkhawatirkan dirinya. "Aku akan mengintai lebih dulu, kalau dia cakep aku samperin, kalau ternyata semua yang kamu katakan tadi terbukti, aku akan kabur, nggak jadi ketemu dia."

Salsa memutar bola matanya. Tetap saja ia merasa tidak setuju, tapi untuk menahan Hana agar tidak pergi juga ia tidak bisa.

Tak mau mempedulikan Salsa yang tidak menyetujui rencananya, Hana tetap akan melaksanakan niatnya dengan atau tanpa persetujuan Salsa.

Hana menyambar sebuah kacamata untuk dikenakannya dan juga meraih Sling bag kemudian beranjak pergi. "Aku pergi dulu ya, bye-bye!"

Salsa menatap punggung Hana yang semakin menjauh hingga hilang ditelan pintu. Salsa menghela napas saat Hana tak terlihat lagi. "Dasar keras kepala!" gumam Salsa mencaci Hana dalam kesendirian.

Hana melangkah pasti. Di depan sana gadis berambut kecoklatan itu dapat melihat seorang pemuda yang ia yakini sebagai teman kencannya.

"Dia cukup modis, semoga saja dia nggak modus," gumam Hana ketika mengintai laki-laki teman kencan butanya dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Hana merampikan penampilannya sesaat, setelah merasa dirinya siap, barulah gadis itu keluar dari tempat persembunyiannya lalu melangkah mendekati si pria yang ternyata sudah sampai di tempat kencang terlebih dahulu.

"Maaf, benar kamu yang bernama Oliver?" Hana langsung melontarkan pertanyaan itu ketika sampai di sana.

Pemuda yang sejak tadi melempar pandangan untuk menikmati desau ombak yang menabrak karang dan menyapu pasir putih, kini memalingkan wajahnya dan sedikit terkejut melihat siapa gadis yang ada di hadapannya sekarang.

'Aku nggak salah liat, kan? Bukannya ini gadis yang kemarin ketemu di toko franchise itu?' Pemuda yang disapa dengan nama Oliver itu membatin.

Hana mengernyit ketika mendapat tatapan menyelidik dari pemuda di hadapannya, sambil membatin pula. 'Kenapa cowok ini ngeliatin aku kayak gitu? Jangan bilang dia kayak pria kebanyakan yang selama ini aku kenal, cuma memandang fisik aja dan mengira aku rela memberikan segalanya untuk dia!'

"Ehem!" Hana berdehem karena sejak tadi si pria terus memandangnya tanpa berkedip, dan tidak mempersilakan dirinya untuk duduk pula.

'Dasar, nggak sopan! Baru ketemu udah ngeliatin aku kayak gitu amat! Pengen dicolok matanya kali, ya!' Hana kembali menggerutu di dalam hati.

"Ah, sorry-sorry. Iya benar, aku Oliver, dan kamu Hana?" ujar pemuda itu cepat setelah disadarkan oleh deheman Hana.

Hana hanya menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan pemuda tersebut.

Oliver tersenyum kemudian mempersilakan Hana untuk duduk.

'Aku ternyata sakti juga. Kemarin aku bilang kalau kita ketemu lagi aku bakal bikin dia jatuh cinta, dan sekarang dia ada dihadapanku, dan ingin menjalin hubungan denganku. Ini gila! Untung dia cantik, kalau enggak, aku bakal menyesal hari ini ketemu dia lagi.' Lagi-lagi Oliver berbicara dalam hati, dan tanpa sadar pandangannya tak lepas mengamati raut ayu gadis dihadapannya.

Mendapat tatapan dari Oliver yang diartikan oleh Hana sebagai pandangan terpesona, Hana cukup kesal karena semakin lama Hana merasa ngeri juga karena Oliver terus menatapnya tanpa bicara apapun.

Hana mencaci dalam hati. 'Ganteng sih ganteng, tapi kalau mesum, jangan harap bisa lanjut hubungan sama aku!'

"Apa ... kita cuma mau saling diam disini?" Hana membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan sederhana. Dan lagi-lagi Oliver tersentak karena tanpa sadar pemuda itu ternyata melamun sejak tadi, sambil terus memuji kecantikan Hana.

Tinggal di luar negeri selama beberapa tahun, tak jarang Oliver menemukan gadis cantik, bahkan lebih cantik dari Hana. Namun Oliver mengakui bahwa dirinya mengagumi kecantikan Hana yang terbilang khas.

Oliver tersenyum kikuk. "Sorry, aku terlalu mengagumi ciptaan Tuhan yang mendekati sempurna yang sekarang ada di hadapanku, sampai aku lupa aku harus ngapain," ujar Oliver tanpa bermaksud menggombal karena pemuda itu memang benar-benar mengucapkan itu dari hati. Namun Hana mengartikan kalimat Oliver sebagai sebuah kalimat rayuan seperti yang dilakukan para pria kebanyakan.

"Cih! Sorry ya, tapi aku bukan tipe cewek yang suka dengan kata-kata manis seperti itu. Rayuanmu nggak mempan!" Terang-terangan Hana melontarkan ketidaksukaannya tersebut, sama sekali tidak berusaha bersikap manis di pertemuan pertama mereka. Karena prinsip Hana, siapapun yang mau berteman dengannya harus siap dengan sikapnya yang demikian, Hana tidak harus menutupi apapun.

Oliver tersenyum tipis. Oliver lagi-lagi dibuat kagum dengan sosok Hana. Kaki ini Oliver kagum dengan sikap Hana yang apa adanya, sama sekali tidak jiam.

"Aku nggak bermaksud untuk merayu, aku bicara apa adanya. Dan soal kemarin ...." Oliver menggantungkan kalimatnya, bimbang apakah akan melanjutkan perkataannya atau tidak.

"Kemarin apa?" Hana mengernyit, menuntut Oliver untuk melanjutkan kalimatnya yang menggantung.

'Kayaknya dia nggak ingat kita kemarin ketemu di toko franchise itu. Atau dia nggak mengenali itu aku karena kemarin aku pakai masker?' Oliver bergumam dalam hati, dan akhirnya ia memutar untuk tidak membahas perihal kejadian kemarin.

Bukan tidak mau jujur, tapi Oliver rasa itu tidak terlalu penting untuk dibahas sekarang.

"Kemarin ... kemarin kita baru kenal di aplikasi dan sekarang kita udah bisa ketemu, itu artinya perkembangan kecocokan kita sangat bagus. Apa menurutmu kita benar-benar cocok?"

"Hmm ... kalau aplikasi itu akurat, aku rasa kita bisa saja menjadi padamu yang cocok, tapi bukan nggak mungkin kecocokan kita akan merosot seiring berjalannya waktu, kan? Semua masih bisa berubah, tergantung bagaimana permainan kita juga, kan?" Hana membalas sesuai peraturan yang tertera di aplikasi.

Kecocokan mereka belum sampai 100% dan itu artinya chemistry mereka masih belum terlalu kuat. Mereka masih perlu menjalani serangkaian permainan yang bisa meningkatkan angka kecocokan mereka, atau justru sebaliknya, menurun hingga mereka gagal sebagai pasangan.

Oliver manggut-manggut, ia sangat paham aturan yang terdapat di aplikasi yang mereka gunakan untuk mencari jodoh itu. "Baiklah, aku setuju. Sekarang, apa aku boleh tanya satu hal sama kamu, Hana?"

"Tanya aja. Bukankah kita dipertemukan untuk saling tanya jawab, supaya kedepannya kita bisa tau apakah kita cocok apa enggak?"

"Oke, aku penasaran kenapa cewek secantik kamu bisa sampai mencari jodoh di aplikasi seperti ini? Aku rasa kamu juga bukan berasal dari keluarga yang sembarangan, kamu cukup cerdik bermain saat kita bermain game bersama. Apa alasan kamu sebenarnya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status