Share

5. TERLACAK

Pagi hari, Hana menyeret Salsa untuk pergi ke pantai. Salsa yang sangat jarang bangun pagi buta seperti itu pun mengomel tiada henti dan terus memaki Hana karena telah menyita waktu tidurnya. Namun Hana tidak peduli, gadis itu memasang sikap acuh.

Ya, Salsa memang tinggal di sebuah resort di pinggir pantai, hingga mereka bisa pergi ke pantai hanya dengan berjalan kaki saja.

"Hanaaa... Aku tuh masih ngantuk, tau!" Salsa melancarkan aksi protesnya, dengan menyentakkan tangan Hana yang sejak tadi setia melingkari pergelangan tangannya, kemudian Salsa melempar tatapan tak suka pada Hana sambil mengerucutkan bibir.

"Sa, kamu nggak liat badan kamu itu punya banyak lipatan? Masih aja kerjaannya cuma makan sama tidur? Cepat lari! Kita olahraga," ujar Hana sedikit panjang.

Meskipun apa yang diucapkan Hana memang benar, tapi tetap saja Salsa merasa kesal jika diingatkan bahwa dirinya memiliki lipatan di perutnya. Dan sepertinya memang karena ia kurang berolahraga.

Salsa mencibir. "Nggak puas, ya, kalau sehari aja nggak menghina aku?" Salsa memutar bola matanya karena kesal.

Hana tertawa. "Udah ayo, aku bantu kamu mengecilkan perut." Usai bicara demikian, Hana kembali menarik tangan Salsa dan membawanya lari.

Salsa meronta dan berteriak protes, namun Hana tidak terpengaruh. Hana malah semakin gencar menarik Salsa dan berlari lebih kencang, hingga mau tidak mau Salsa mengikuti apa yang dilakukan Hana, daripada ia jatuh terjerembab jika tidak menyeimbangkan langkah dengan Hana dengan posisi tangannya yang terus dicekal Hana.

Yang dilakukan Hana sebenarnya bertujuan baik. Hana tahu Salsa selalu tidak percaya diri dengan tubuhnya yang berisi, dan beberapa kali gadis itu kehilangan pria incarannya karena tidak percaya diri untuk mendekatinya. Maka, Hana ingin membantu Salsa membentuk tubuh yang ideal supaya kejadian seperti itu tidak terulang lagi. Hanya saja Hana tidak bisa mengutarakan niat baiknya itu dengan perkataan yang lemah lembut, malah justru membuat Salsa kesal dengan tindakannya.

Sudah cukup jauh berlari, Hana menghentikan aktivitasnya dan duduk di sebuah kursi pantai, diikuti oleh Salsa yang ngos-ngosan.

"Han, kamu mau bikin aku mati kehabisan napas? Gila!" Salsa kembali memaki di tengah sibuknya ia mengatur napas.

"Nyatanya kamu nggak mati, kan?" balas Hana cuek, kemudian mengubah posisinya menjadi berbaring di kursi pantai itu.

Salsa hanya bisa mendengus kesal, dirinya tidak akan bisa menang berdebat dengan Hana. Akhirnya ia ikut berbaring di salah satu kursi pantai yang lain.

Hana melirik ke arah Salsa yang terlihat napasnya mulai teratur, dan senyum tipis terbit di bibir Hana.

Saat menyadari Salsa sudah tenang dan tidak mengomel lagi, Hana mengeluarkan ponselnya dan kebetulan sang ayah menelpon.

"Papa pasti disuruh Mama buat telpon Hana, kan?" tanpa basa-basi Hana langsung berbicara demikian saat menerima panggilan dari ayahnya.

Mendengar Hana berkata demikian, Salsa memalingkan wajahnya ke arah dimana Hana berada, dan siap menguping pembicaraan Hana dengan sang ayah.

Terdengar kekehan ringan Surya di seberang sana.

"Mama khawatir sama kamu, Hana, Mama takut kamu nggak tinggal di tempat yang terjamin," balas Surya apa adanya.

"Mama sama Papa tentu tau, aku nggak mungkin tinggal di kolong jembatan. Jadi kalian nggak perlu khawatir."

"Papa tau, sangat tau. Biar bagaimanapun kami sebagai orang tua tetap memiliki perasaan khawatir saat putri kami tinggal di luar sendirian. Jadi, kamu bisa kasih tahu Papa, dimana kamu tinggal, kan?" Surya membujuk putrinya untuk memberitahu dimana gadis itu tinggal.

"Papa janji nggak akan kasih tau Mama, kalau Hana kasih tau dimana Hana sekarang?" Hana mencoba bernegosiasi.

"Kenapa Mama nggak boleh tau? Mama orang tua kamu juga, kan? Sejak semalam Mama terus memikirkan kamu, Hana, sejak semalam juga Papa kirim pesan ke kamu, tapi kamu nggak balas satupun pesan yang Papa kirim."

"Maaf, semalam handphone Hana kehabisan daya," balas Hana singkat.

"Jadi, dimana kamu sekarang?"

"Karena Papa nggak mau janji sama Hana untuk nggak kasih tau Mama, jadi Hana nggak akan kasih tau Papa juga. Yang jelas saat ini Hana sedang bersantai, di tempat yang tenang, sejuk, dan—"

"Papa tebak, kamu sedang ada di pantai, benar?"

"Kok Papa bisa tau?" Hana terperanjat dan bangkit duduk. Apa yang dilakukan Hana membuat Salsa mengernyit penasaran.

Diseberang sana terlihat Surya mengembangkan senyuman.

"Papa bisa mendengar desau angin yang kencang dan suara deru ombak, Hana."

"Ah, Papa nggak asik! Serba tau!" Hana menggerutu pelan, membuat Surya tertawa kecil.

"Sekarang Papa akan menebak lagi, kamu pasti tinggal di tempat Salsa, Papa benar lagi, kan?"

Hana mendengus. "Iya, Papa benar lagi." Hana tak bisa mengelak.

Surya semakin tersenyum puas di tempatnya berdiri.

"Terserah kalau Papa mau kasih tau Mama, Hana tetap nggak mau pulang, Pa!" Hana melanjutkan bicaranya, dan terdengar pasrah jika ayahnya memberitahu keberadaannya pada sang ibu, namun dirinya juga tetap kekeh tidak ingin pulang.

"Kamu tenang aja, Hana, Mama nggak akan maksa kamu untuk pulang dalam waktu dekat. Mama pasti lega kalau tahu kamu tinggal di tempat Salsa, selain itu, putra Om Johan juga nggak jadi pulang ke Indonesia dalam waktu dekat. Katanya sih masih ada sedikit urusan."

Penjelasan yang dituturkan sang ayah, mampu membuat Hana berjingkrak kegirangan. "Beneran, Pa? Ini serius, kan?" Suara Hana yang keras membuat Salsa yang sejak tadi hanya diam, semakin merasa penasaran.

"Iya, Papa serius. Emang Papa pernah bohong sama kamu? Jadi, apa kamu tetap nggak mau pulang?"

"Maaf, Pa, Hana tetap nggak akan pulang. Hana mau cari pacar dulu. Setelah dapat pacar Hana baru akan pulang dan kenalin pacar Hana ke Mama dan Papa," ujar Hana tetap menolak untuk pulang.

"Lagian kalau Hana pulang sekarang, Mama pasti akan mengatur perjodohan dengan orang lain, Hana nggak mau!" lanjut Hana lagi yang hafal dengan sifat ibunya.

Surya terkekeh lagi sambil geleng-geleng kepala. "Ya sudah, terserah kamu, tapi kamu harus janji untuk jaga dirimu baik-baik, oke?"

"Siap, komandan!"

"Ya udah, Papa tutup dulu, Papa harus siap-siap berangkat ke kantor."

Setelah sama-sama mengucapkan salam, sambungan telepon pun berakhir.

"Ehem! Girang amat, nggak mau bagi-bagi kebahagiaan, nih?" celetuk Salsa saat melihat Hana senyum-senyum sendiri setelah mengakhiri obrolan via telepon.

"Iya, dong, aku senang karena cowok yang mau dijodohin itu ternyata nggak jadi balik ke Indonesia. Aku bebas sekarang. Tapi aku tetap akan melanjutkan rencanaku."

"Cari teman kencan online?"

Hana hanya membalas dengan anggukan kepala.

"Ngapain, sih? Kan perjodohan itu nggak akan berlangsung selama cowok itu belum balik, jadi nggak usah cari teman kencan online lagi, Hana. Jangan konyol!" Salsa terlihat tidak menyetujui rencana Hana.

"Mati satu tumbuh seribu. Cowok itu nggak jadi datang, bukan berarti Mama nggak akan atur perjodohan lain buat aku, Sa. Jadi aku tetap akan melanjutkan rencanaku." Keputusan Hana tetap tidak bisa diganggu gugat.

Bertepatan dengan itu, masuk sebuah notifikasi di ponsel Hana yang langsung membuat Hana melebarkan mata.

Salsa yang menyaksikan Hana semakin melebarkan mata tanpa bicara apapun, tergelitik untuk mengetahui apa yang dilihat sahabatnya itu.

"Kenapa kamu? Kesambet?" Sambil bertanya demikian, Salsa pun merebut ponsel Hana dari tangan pemiliknya.

"Aku dapat jodoh, Sa!" Hana berseru senang tak tertahankan.

Mendengar teriakan Hana, Salsa meneliti layar ponsel Hana yang menampakkan undangan pertemuan Hana dengan si jodoh online-nya itu. Hana semakin mencibir dan tak habis pikir dengan jalan pikiran Hana.

"Jodoh online? Dasar gila!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status